Komite SMAN 10 Samarinda Mengadu Ke Dewan, Ingin Tetap Bertahan

Komite SMAN 10 Samarinda Mengadu Ke Dewan, Ingin Tetap Bertahan

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Konflik SMA Negeri 10 atau SMA Melati Samarinda kembali menghangat. Kemarin, jajaran Komite Sekolah beserta, perwakilan alumni dan tokoh masyarakat di sekitar Kampus Melati mengadu ke DPRD Kaltim.

Kedatangan mereka dijamu Komisi IV yang membidangi pendidikan. Rombongan pembela SMAN 10 itu meminta dewan membantu mencarika jalan tengah atas polemik ini. Ketua Komite Sekolah, Ridwan Tasa, yang diwawancara usai pertemuan di Gedung E Komplek DPRD Kaltim itu, mengatakan bahwa hasil hearing diperoleh beberapa keputusan. Yang pertama bahwa lahan SMAN 10 Samarinda itu belum pernah dihibahkan kepada Yayasan Melati. Sebab DPRD mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan. Dan tidak pernah menerima surat pemberitahuan terkait adanya hibah aset Pemprov Kaltim di Jalan H.A.M Rifaddin, Kelurahan Harapan Baru, Loa Janan Ilir kepada Yayasan Melati. "Dengan demikian, maka lahan di sana adalah aset pemerintah berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA)," tegas Ridwan Tasa, Selasa (8/6). Yang kedua, menurut dia, sangat tidak memungkinkan bila pihaknya menyepakati perintah memindahkan SMAN 10 Samarinda. Sebab beberapa warga di sekitar kawasan tersebut merasa keberatan terhadap kebijakan tersebut. Alasan yang paling mendasar, katanya, ialah adanya sistem zonasi dalam rangka penerimaan mahasiswa baru di sekolah negeri. Di wilayah tersebut, sambungnya, hanya ada dua SMA Negeri. Yakni SMAN 4 dan SMAN 10 yang bertempat di Kampus Melati. Maka, katanya, para orang tua siswa di wilayah itu khawatir pelajar yang akan memasuki jenjang SMA tidak mendapat sekolah. "Dengan begitu, berarti bahwa kebijakan ini merugikan warga disana. Sehingga Camat dan Lurah memberikan dukungan kepada SMAN 10 agar tetap berada di kampus A (Kampus Melati) Samarinda Seberang," ujarnya. Selain itu, gedung-gedung di Kampus Melati atau Kampus A SMAN Samarinda itu dinilai lebih layak dan mencukupi. Ridwan juga mengatakan bahwa selama ini situasi sudah berjalan dengan baik. Di mana SMAN 10 memakai sebagian bangunan  sementara sebagiannya digunakan Yayasan Melati untuk ditempati beberapa sekolah yang dinaungi. Meskipun ia menganggap bahwa lahan dan bangunan itu adalah milik Pemprov Kaltim. "Kita tidak pernah mengusik selama ini. Tetapi, yang terjadi, hanya berdasarkan disposisi saja, yang menurut ilmu pemerintahan tidak memiliki kekuatan hukum, karena itu belum merupakan keputusan atau kebijakan, sudah menjadi dasar bagi yayasan untuk mengusir. Yang tidak ada korelasi antara disposisi dengan yayasan," ia menguraikan. Ridwan yang mewakili seluruh orang tua siswa dalam wadah komite sekolah, berharap, gubernur dan seluruh jajaran lebih bijak menangani polemik ini. "Jangan sampai membuat khawatir dan orang tua menjadi marah, anak-anak jadi marah dan alumni menjadi marah, masyarakat sekitar juga menjadi marah akibat kesalahan kita dalam mengambil kebijakan. Ini penting untuk menjaga stabilitas daerah dan kondusifitas di Samarinda," tegas kepala dinas sosial Samarinda. Ia juga menganggap, bahwa keputusan gubernur menerbitkan disposisi tidak salah. Hanya saja, menurutnya perintah itu belum bisa dijadikan dasar oleh yayasan memerintahkan SMAN 10 pindah. "Harusnya itu sedang dalam proses dan harus keluar dalam bentuk surat. Surat itulah yang harus dipedomani, sampai saat ini kan belum ada," papar dia. Proses menghibahkan menurut dia, seharusnya  melalui proses sesuai undang-undang dan persetujuan DPRD. Di satu sisi ia meminta jangan sampai keputusan pemerintah merugikan siswa-siswi SMAN 10. Yang jika dipindahkan ke kampus di Jalan Perjuangan saat ini, tidak akan representatif digunakan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Terutama terkait kapasitas ruang yang tidak mencukupi. Kampus di Jalan Perjuangan yang disebut Kampus B SMAN 10 Samarinda itu, katanya sudah penuh sesak. Baik ruang belajar maupun asrama. Dan bahkan dinilai sangat tidak layak. Sehingga ia meminta agar SMAN 10 tetap diperbolehkan berada di Kampus Melati atau Kampus A mereka. Sambil menunggu Pemprov menyelesaikan pembangunan Kampus B yang representatif dan memadai. "Seperti janji gubernur. Kan lebih bagus, orang tua senang, anak-anak pun senang," imbuhnya. "Kalau sekarang dipindah, gimana mau sekolah dengan kondisi begitu. Sementara anak-anak kita ini anak-anak yang berkualitas, yang kita harapkan bisa sekolah di perguruan tinggi favorit baik dalam negeri maupun luar negeri. Jadi saya kira kita harus bijak. Kita tidak punya kepentingan di situ, tapi jangan sampai merugikan anak-anak kita," tuntasnya. (das)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: