Meningkat tiap Tahun

Meningkat tiap Tahun

TANJUNG REDEB, DISWAY - Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan Wilayah Kerja Berau, mencatat dalam tiga tahun terakhir, pengiriman antar daerah sarang burung walet meningkat.

Data Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan Wilayah Kerja Berau, untuk tahun 2018 pengiriman sebanyak 15.265 kilogram (Kg), tahun 2019 sebesar 17.310 Kg dan meningkat kembali di tahun 2020 sebesar 18.018 Kg. Namun, pihaknya tidak bisa menyebutkan berapa angka dalam rupiah dari potensi tersebut. “Sejauh ini, harga per kilogramnya itu setara Rp 10 juta, tapi pengepul ketika kami tanya sebelum dikirim akan mematok harga yang rendah. Jadi kami tidak bisa menghitung angka pastinya,” jelas Penanggungjawab Wilayah Kerja Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan Wilayah Kerja Berau, Faysal, Selasa (13/4). Menurut Faysal, perkembangan pengiriman walet sangat signifikan setiap tahunnya, lantaran Berau dan beberapa daerah lain di Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki potensi yang sangat besar. Kendati pengiriman saat ini masih berupa antar daerah di wilayah Indonesia, bukan ekspor. Untuk wilayah dalam negeri yang paling banyak pengiriman ke Jakarta, Medan dan Surabaya. Sedangkan ekspor sasarannya yaitu Tiongkok. Tetapi sangat sulit, lantaran sarang burung walet sudah harus terintegrasi dan bukan berasal dari gua. Serta dari pihak Tiongkok harus melihat langsung, juga beberapa dokumen harus dilengkapi. “Kalau walet yang dikirim dari Berau ini tidak bersih ya. Di dalam dokumennya, juga kita terangkan waletnya untuk diolah kembali di kota penerima. Barulah di sana mengolah untuk apa yang kami juga tidak bisa pastikan,” jelasnya. Dokumen yang dilengkapi haruslah berupa pendaftaran rumah walet, dan beberapa izin lain yang harus dipenuhi. Sementara ini, sesuai dengan Faysal akui, pengusaha walet yang memiliki izin dan patuh dengan pembayaran pajak hanya dihitung dengan jari. Sementara, pemerintah daerah sudah mencanangkan dan meminta kepada pihaknya untuk melayani beberapa pihak dengan surat pembuktian sudah membayar pajak walet. Tetapi, hal itu bagi pihaknya akan berdampak tidak adil untuk daerah lain. Sejatinya balai karantina membawahi Kaltara dan Berau sendiri. Tidak jarang pengepul dari Tanjung Selor ataupun Malinau yang mengirim dari pihaknya. Begitu juga mereka sudah memungut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 130 ribu, untuk 4 biaya kerja, salah satunya penerbitan sertifikat. “Untuk Berau, pengirimnya itu berupa pengepul, bukan pengusahanya langsung, bahkan tidak ada. Yang ada justru hanya satu yang miliknya sendiri tetapi domisilinya di Tanjung Selor,” ungkapnya. Sejauh ini, persyaratan untuk pengiriman selalu terpenuhi, kelengkapan dokumen yang harus berupa  sertifikat veteriner yang diterbitkan Dinas Peternakan dan Pertanian Berau. Pemeriksaan cenderung lebih mudah, lantaran walet yang dikirimkan memang untuk diolah kembali di kota penerima. Terkait dengan pajak, pihaknya mengaku belum bisa membantu banyak, tetapi mereka bekerja sesuai dengan teknis dan tupoksi. Sejauh ini, pihaknya hanya bisa melakukan sosialisasi dan mengingatkan para pengepul serta pengusaha. Sementara itu, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau, berhak menarik pajak walet sesuai peraturan yang tertuang pada pajak sarang burung walet merujuk pada UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Menukil data dari Bapnda Berau, sejauh ini realisasi pajak walet, mulai dari 2016 sebesar Rp 563,469 juta, lalu di tahun 2017 sebesar Rp 575,190 juta, kemudian sempat naik sebesar Rp 790,116 juta dan naik kembali di tahun 2019 sebesar Rp 869,901 juta. Dan menurun di tahun 2020 sebesar Rp 572, 706 juta. Sedangkan target sebesar Rp 1 miliar per tahunnya. */RAP/APP    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: