Kesehatan Mental Jangan Dijadikan Lelucon
OLEH: JOHANTAN ALFANDO*
Etika kembali dilanggar oleh sederet selebritis papan atas, Luna Maya dan Deddy Corbuzier, di acara Indonesia Next Top Model di salah satu televisi swasta Indonesia. Bukan kali pertama pesoalan ini ditayangkan di acara televisi. Hal ini sering kali terjadi dalam program televisi. Kasus ini menjadi sorotan publik karena keduanya menyampaikan kata-kata bernada olok-olokan terhadap kontestan acara tersebut yang pernah mengalami masalah kesehatan mental.
Deniella Ilene merupakan kontestan Indonesia Next Top Model itu. Ia mendapatkan komentar tidak sedap dari juri ketika menceritakan pengalamannya melawan depresi dan gangguan makan. Deddy memberikan komentar dengan nada tidak percaya terhadap apa yang dialami Ilene. Sementara itu, Luna menambahkan dengan komentar yang menyepelekan masalah kesehatan mental Ilene. Seolah kurang puas dengan jawab Ilene, lalu Deddy menyalahkan Ilene karena merasa stres pada body shaming. Ia mengatakan, sudah menjadi risiko sebagai model yang mengalami perundungan yang berkaitan dengan penampilan badannya. Padahal dari sisi analisis media, ucapan Deddy dan Luna semakin mempertegas stigma negatif terhadap kesehatan mental. Dari ucapan miring mereka berdua, media telah mengonstruksikan dan mempengaruhi stigma pada penderita gangguan jiwa. Media kerap mengambarkan penderita gangguan jiwa sebagai orang-orang yang kotor, tak bisa mengurus diri, bodoh, dan suka melakukan tindakan kekerasan dan kriminal. Padahal dari berbagai penelitian psikologi menunjukkan, mayoritas penderita gangguan jiwa justru terlihat normal dan bisa beraktifitas seperti biasa. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki peranan penting dalam menjamin masyarakat untuk memperoleh tayangan yang layak dan benar sesuai hak manusia. Wakil ketua KPI pusat memberikan tanggapan bahwa tayangan tersebut tidak mendiskreditkan Ilene maupun orang-orang yang serupa. Padahal dalam Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 tertulis beberapa pasal yang memuat tuntutan agar lembaga penyiaran menghargai latar belakang setiap orang. Pada ayat 15 (1) poin f dan ayat (2) poin f menyebutkan, lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi hak dan kepentingan orang dengan masalah kejiwaan; lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang menertawakan, merendahkan dan atau menghina orang dan atau kelompok masyarakat yang dimaksut ayat (1). Lalu, Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) menegaskan, program siaran dilarang menampilkan muatan yang melecehkan orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu; melakukan perlindungan kepada orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu seabagaimana yang dimaksud pada ayat (1); orang dengan masalah kejiwaan. KPI seyogyanya dapat mempertegas dan memberikan sanksi jika ada indikasi program acara memiliki unsur pelanggaran dari P3SPS. Jika dikaitkan dengan pasal di atas, maka acara tersebut harus mendapatkan sanksi sesuai dengan kesalahan yang terjadi. Agar bisa mewujudkan siaran televisi yang berkualitas tanpa ada unsur lelucon tentang kesehatan mental. Dari sini kita dapat memetik pelajaran bahwa kesehatan mental tidak bisa dijadikan lelucon di layar kaca. Sebab dikhawatirkan muncul kasus serupa di masyarakat. Yang menganggap hal ini juga lelucon. Kemudian mencerminkan kembali kepada orang-orang yang memiliki kesehatan mental. (*Staf Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: