Serapan Anggaran Rendah, Dinas Pertanahan Disorot Dewan, Dibela Wali Kota
Samarinda, nomorsatukaltim.com – Rendahnya serapan anggaran Dinas Pertanahan dikritik keras anggota DPRD Samarinda, Anhar. Ia bahkan menilai OPD tersebut justru tidak begitu dibutuhkan. Dan menyarankan untuk dibubarkan.
Dalam LKPJ Wali Kota Samarinda 2020, Dinas Pertanahan dilaporkan hanya membelanjakan anggaran sebesar Rp 3,107 miliar, dari Rp 7,812 miliar yang diberikan. Artinya sama dengan 39,77 persen. "Memang saya justru dari dulu usulkan supaya dihapuskan saja Dinas Pertanahan yang baru dibentuk itu," ujar Anhar, (31/3/2021) ditemui selesai rapat paripurna di gedung DPRD Samarinda. Menurutnya, pemerintah yang baik adalah pemerintahan yang memiliki struktural yang ramping. Tapi jelas tugas dan fungsi serta dapat bekerja secara efektif. "Filosifinya miskin struktur tapi kaya fungsi," imbuh politisi PDIP itu. Ia berpandangan, bahwa Dinas Pertanahan sesungguhnya tidak benar-benar diperlukan. Tidak ada urgensinya, kata Anhar. "Di dalam aturan itu kan jelas kalau di daerah butuh petugas PPAT kan camat boleh. Selama ini kan penerbitan SKMHT kan dari kecamatan," jelasnya. "Maka dari itu, memang dari dulu saya sarankan dibubarkan saja dinas itu. Makan ongkos kerjanya tidak ada. Karena apa yang mau dikerjakan?," lanjutnya. Ia berharap, ke depan perampingan struktural di tubuh pemkot. Menurutnya ini adalah pekerjaan rumah wali kota baru. Yang sekaligus juga akan menguji kemampuan wali kota untuk menyelesaikan semua masalah. Selain itu, kata Anhar, beberapa OPD lain diketahui juga tidak maksimal dalam menyerap anggaran. Menurutnya yang menjadi fokus ke depan oleh terutama OPD teknis ialah masalah banjir. "Kita berharap serapan anggaran ke depan bisa maksimal," tandas Anhar. Meski demikian, Wali Kota Samarinda Andi Harun membela Dinas Pertanahan. Kata wali kota, menilai satu OPD dengan OPD lain tidak bisa dengan parameter yang sama. Sebab tingkat masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penyerapan anggaran juga berbeda-beda. Ia menjelaskan, salah satu kendala yang kerap dihadapi Dinas Pertanahan dalam merealisasikan rencana kerja ialah menyangkut dengan persoalan legalitas atau kejelasan mengenai kepemilikan tanah. "Contohnya, anggaran sudah ada tapi tiba-tiba bermasalah soal legalitasnya. Kita mau bebaskan lahan tiba-tiba ternyata masih sengketa. Kalau begitu kan tidak bisa melakukan realisasi ketika masih ada problem. Apalagi mengarah pada potensi hukum," terang Andi Harun. Dinas Pertanahan dinilai berbeda dengan OPD lain. Yang dalam pelaksanaan fungsinya, hanya menjalankan kegiatan rutin atau pengadaan barang dan jasa yang tidak ada kaitan dengan permasalahan sosial. "Itu bisa berjalan lancar, begitu lelang, tender, sudah bisa terlaksana sesuai ketentuan. Tapi Dinas pertanahan belum tentu," ia menjabarkan. Andi Harun menambahkan, bahwasannya, kerja-kerja yang dilakukan Dinas Pertanahan memang kompleks. Seperti jika ingin membebaskan lahan. Harus dimulai dengan identifikasi terlebih dahulu, verifikasi kepemilikan dan surat-surat. Belum lagi jika lokasi yang akan dieksekusi beririsan dengan kepentingan masyarakat sekitar. Sehingga, sering target realisasi molor hingga lewat masa anggaran dan tidak dapat dilaksanakan. "Tapi kita jamin, pasti di carry over tahun berikutnya. Karena kalau dia paksakan belanjakan nanti berisiko," pungkasnya. (das/eny)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: