Menyoal Siaran Lamaran Atta dan Aurel di Televisi Swasta
OLEH: JOHANTAN ALFANDO*
Dunia televisi di Indonesia semakin berkembangg. Namun perkembanan itu masih menyisakan persoalan. Khususnya masalah etika. Etika sering diabaikan. Hanya demi keberlangsungan suatu media. Agar tidak ditinggalkan permirsanya dan lebih memikirkan rating tinggi.
Siaran langsung acara lamaran selebritis Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah tayang pada 13 Maret 2021. Disiarkan pada salah satu stasiun televisi swasta. Tak hanya lamaran. Prosesi akad bakal live pada April 2021. Hal ini turut disayangkan bila televisi swasta menanyangkan hal tersebut. Bukan kali pertama kejadian ini terulang. Sebelum siaran live Atta dan Aurel, pernah dilakukan oleh selebriti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina pada tayangan menuju janji suci. Pada saat itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi sanksi teguran terhadap tayangan tersebut. Mengacu pada Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2002, KPI memiliki wewenang menetapkan standar program siaran dan pedoman perilaku penyiaran, serta memberikan sanksi terhadap pelanggaran standar pedoman tersebut. Jelas bahwa KPI memiliki peran penting bagi siaran televisi di Indonesia. Agar bisa memuat tayangan-tayangan berkualitas untuk publik. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) merupakan sebuah pedoman dan standar yang dibuat oleh KPI yang wajib dipatuhi oleh setiap lembaga penyiaran. Di dalam P3SPS termuat berbagai macam aturan yang telah dibuat dan dirumuskan oleh KPI. Hal ini diharapkan agar terciptanya iklim penyiaran yang baik. Baik dalam aspek manajemen penyiaran yang terkait administrasi maupun teknis dan konten program siaran. Tetapi hal itu masih bertolak belakang dengan keadaan saat ini. Masih banyak televisi swasta yang melanggar aturan tersebut. Ini bisa dikatakan bentuk pelanggaran hak publik. Di mana frekuensi tersebut dipakai untuk kepentingan pribadi. KPI harus bisa memperhatikan perlindungan kepentingan untuk publik. Karena tanyangan ini bersifat kepentingan pribadi. Tentunya digunakan sebagai alat selebritis untuk mendongkrak popularitas mereka. Tayangan pada televisi secara tidak langsung akan berdampak pada masyarakat. Karena tayangan bisa menimbulkan efek negatif maupun positif. Jika tayangan yang disajikan oleh televisi yang sifatnya edukasi, meningkatkan nilai taraf hidup, dan memberikan informasi berguna bagi publik, maka efek yang ditimbulkan positif pula bagi publik. Sebaliknya, jika tayangan bersifat kepentingan pribadi, maka bisa muncul efek yang negatif. Yang membuat masyarakat menerapkan hal itu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Jika kita kaitkan dengan konsep Stuart Hall dalam buku Budaya Bahasa Media, media tidak mencerminkan peristiwa secara netral dan secara sempurna. Media terlebih dahulu menyeleksi apa yang akan dimasukkan. Yang menjadi nilai jual atau menjadi kepetingan khusus. “Media tidak menyajikan kepada kita sebuah cermin yang utuh. Melainkan suatu susunan representasi dunia yang sudah diseleksi dan dikemas sedemikian rupa,” kata Hall. Bila dilihat dari fenomena ini, sebuah tayangan pernikahan selebritis yang tujuannya untuk menginformasikan kepada publik, seharusnya media dapat menyaring dan mengemas hal tersebut sedemikian rupa. Agar tidak terlalu berlebihan, dan tetap mengacu pada P3SPS. Sebab media juga harus memikirkan kepetingan publik. KPI sebagai pengawas penyiaran di Indonesia harus bisa membimbing dan mengontrol berlangsungnya siaran di televisi. Agar televisi menampilkan tayangan yang berkualitas untuk masyarakat Indonesia. KPI juga harus bisa memberikan sanksi tegas untuk penyelengara siaran jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh televisi. Mengingat peminat siaran televisi masih cukup banyak. (*Staf Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: