Empat Misi Terawan
Itulah salah satu prinsip hidup dokter-Jenderal Terawan Agus Putranto. Yang pernah menjadi tim dokter kepresidenan. Pernah menjadi kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Dan pernah menjadi menteri kesehatan.
Memang Terawan hanya satu tahun menjadi menteri. Tapi ia merasa bisa berhenti dengan sangat lega.
“Semua misi yang diberikan Bapak Presiden Jokowi sudah saya selesaikan,” katanya.
Saya baru saja ngobrol bebas dengan dokter-Jenderal Terawan. Banyak hal kami obrolkan. Termasuk berbagai kontroversi yang timbul dalam perjalanan pengabdiannya.
Vaksin Nusantara adalah yang terbaru.
DSA –yang saya jurnalistikkan menjadi ”brain wash”– adalah yang paling seru.
Pun sebelum itu, Terawan sudah melakukan apa yang disebut TACI (Trans Arterial Chemo Infusion). Memasukkan obat kemo langsung ke dalam kankernya. Itulah salah satu cara untuk penyembuhan kanker lewat kemo khusus –obat kemonya dimasukkan langsung ke tumor kanker.
Itu baru tiga contoh besar kontroversi yang pernah terkait dengan Terawan. Soal cell cure belum dimasukkan. Bisa tambah panjang daftarnya.
Terawan kelihatannya memang tidak pernah berhenti berpikir. Apa pun risikonya. Mungkin karena ia sudah terlatih mengambil resiko –yang terukur. Ia juga sudah dibentuk menjadi pribadi dengan prinsip prajurit: siap mengorbankan diri demi orang lain, bangsa, dan negara.
Ia masuk tentara saat masih berstatus dokter muda –di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Oleh kesatuannya, Terawan diizinkan untuk tetap meneruskan kuliah sampai menjadi dokter –sambil tetap memenuhi kewajibannya sebagai tentara.
Mengapa masuk tentara ketika belum jadi dokter? “Ayah saya guru. Terlalu berat untuk membiayai anak menjadi dokter,” ujarnya saat ngobrol itu.
Dengan pangkat pertama letnan dua, Terawan tidak lagi membebani orang tuanya. Terawan mandiri.
Setelah jadi dokter, tugas kemiliteran Terawan pindah ke Lombok. Di Mataram itulah ia bertemu gadis Surabaya yang lagi liburan ke sana: Ester Dahlia. Gadis itu masih kuliah di tahap akhir di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Hati mereka terkait. Ester itulah istri Terawan sampai sekarang –dengan anak tunggal yang kini lagi kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Rintisan Terawan di bidang kedokteran begitu banyak. Hampir semuanya mengundang kontroversi. Serunya kontroversi itu membuat Terawan kian terkenal sebagai dokter –kadang publik lupa bahwa ia itu tentara.
Kontroversi paling seru –dan panjang– adalah soal DSA itu. Kalangan dokter tidak bisa menerima cara membersihkan saluran darah di otak seperti yang dilakukan Terawan. Itu tidak ada dalam ilmu kedokteran. Itu bertentangan. Itu juga melanggar etik kedokteran. Itu harus dilarang. Izin dokter milik Terawan harus dicabut. Terawan harus diberhentikan sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
IDI sudah menempuh prosedur yang benar –dan panjang– untuk sampai pada pemecatan itu: sesuai ketentuan organisasi.
Tapi Terawan tetap tidak merasa bersalah. Tidak ada prinsip kedokteran yang ia langgar. DSA itu terus ia jalankan –di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.
Tentu peran pimpinan militer –atasan Terawan– sangat besar. Sehingga Terawan terlindungi dengan praktiknya itu.
Saya selalu memuji atasan Terawan yang berani mengambil risiko. Kalau saja atasan Terawan adalah sosok yang sensi mungkin DSA akan diperintahkan untuk diakhiri. Bahkan mungkin Terawan sendiri sudah mendapat sanksi militer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: