Hati-Hati, Hanya Sementara

Hati-Hati, Hanya Sementara

TANJUNG REDEB, DISWAY – Emas hitam, belakangan harganya terus membaik. Apalagi dalam 5 bulan terakhir. Sayang, diprediksi tidak akan bertahan lama.

Pada Oktober 2020, harga batu bara dunia di angka USD 60-an per ton, dan kini menyentuh USD 87 per ton. Sejumlah analisis memperkirakan, nilai komoditas itu akan melorot memasuki pertengahan tahun 2021. Perusahaan pertambangan di Kalimantan Timur (Kaltim) perlu berhati-hati, dalam menyikapi kenaikan yang diperkirakan hanya sementara. Menurut Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kaltim, Tutuk SH Cahyono, ada sejumlah faktor yang menyebabkan kenaikan harga batu bara dunia. Yang pertama, karena negara tujuan ekspor terbesar batu bara Indonesia, yakni Tiongkok, sedang musim dingin. Konsumsi energi termasuk batu bara meningkat pada musim dingin buat menyalakan penghangat ruangan. Faktor kedua, Tiongkok baru saja melewati perayaan Imlek. Tahun Baru Tiongkok mirip dengan Idulfitri di Indonesia, yakni libur panjang. Semua orang mudik ke kampung halaman. Cuti massal menyebabkan sejumlah tambang di Tiongkok tidak beroperasi. Stok batu bara pun berkurang sehingga ditutupi melalui impor, salah satunya dari Indonesia. “Hukum penawaran dan permintaan berlaku. Permintaan batu bara tinggi karena musim dingin sementara stok terbatas karena Imlek. Barang tentu harga naik,” jelasnya. Tutuk menilai, bahwa tingginya permintaan sekarang tidak bertahan lama. Setelah musim dingin (biasanya pada Desember hingga Maret) berakhir, dan tambang Tiongkok kembali aktif, pasokan emas hitam dunia kembali normal atau bahkan tertekan. “Sifatnya temporary. Hanya sementara,” imbuh Tutuk. Lagi pula, sambungnya, komoditas mentah seperti batu bara dan minyak bumi cenderung fluktuatif di pasar dunia. Dalam waktu singkat harga naik tiba-tiba, di waktu yang lain juga terjun bebas dengan cepat. Sementara itu, Akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Aji Sofyan Effendi membenarkan, bahwa kenaikan harga batu bara saat ini adalah siklus alami. Musim dingin, katanya, adalah ‘peak season’ permintaan batu bara. Menurut catatan ICE Newcastle Coal, yang merupakan bursa yang ikut menentukan harga batu bara dunia, harga batu bara pada musim dingin memang lebih tinggi. Pada musim dingin 2020-2021, rerata harga emas hitam adalah USD 79,8 per ton. Pada musim dingin 2019-2020, rata-ratanya USD 72,33; lalu 2018-2019 sebesar USD 88,44, dan pada 2017-2018 sebesar USD 81,47. Sementara itu, pada musim panas 2020, harga rata-rata batu bara hanya USD 60,97 per ton, pada 2019 adalah USD 79,28, pada 2018 sebesar USD 88,94, dan pada musim panas 2017 hanya USD 69,05. Musim panas 2018 yang tinggi dapat dikecualikan, karena harga batu bara sepanjang tahun itu memang tinggi. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa harga batu bara cenderung naik pada musim dingin. Perusahaan Harus Berhati-hati Kenaikan harga batu yang diprediksi tidak bertahan lama menyebabkan perusahaan pertambangan harus berhati-hati. Corporate Communication Manager PT Berau Coal, Arif Hadianto juga membenarkan, bahwa harga batu bara pada awal 2021 terdongkrak karena faktor musim dingin di Tiongkok. Faktor tersebut menyebabkan harga cenderung fluktuatif. “Akan tetapi, perusahaan tambang tetap mengambil langkah tepat dan efektif agar mendapat manfaat dari kenaikan harga sekarang,” jelasnya. Lanjut Aji Sofyan Effendi dari Unmul, kehati-hatian perusahaan besar dalam hal meningkatkan kapasitas produksi, khususnya perusahaan tambang di Kaltim, yang belum merekrut tenaga kerja maupun menambah alat produksi sangat dimaklumi. Banyak risiko jika langkah tersebut diambil mengingat harga batu bara belum stabil sama sekali. “Langkah perusahaan saat ini yang memilih berhati-hati sesuai dengan prinsip ilmu ekonomi,” jelasnya. Lagi pula, kebijakan peningkatan kapasitas sebuah perusahaan dipengaruhi perencanaan bisnis masing-masing. Rencana bisnis ini disusun berdasarkan analisis panjang. Beberapa hal yang memengaruhi rencana bisnis perusahaan seperti krisis 2016, serta tertekannya harga pada 2020 karena pandemik. Kedua, peristiwa yang tidak terlalu jauh waktunya itu masih meninggalkan trauma. Aji Sofyan menyimpulkan, keputusan menaikkan kapasitas produksi untuk merespons kenaikan harga sekarang ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kaltim, Tutuk SH Cahyono menambahkan, bahwa perusahaan besar seperti PKP2B (perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara), tentu melihat jangka panjang. “Mereka tidak akan mengambil risiko menambah kapasitas produksi di tengah ketidakpastian harga saat ini,” jelasnya. Akan tetapi, pertambangan skala izin usaha pertambangan (IUP) yang lebih kecil bisa mengambil strategi berbeda. Kenaikan harga batu bara saat ini bisa dimanfaatkan dengan menambah kapasitas produksi. Menurut Tutuk, kemungkinan itu muncul karena produksi perusahaan pemegang IUP lebih kecil. Sumber daya untuk operasi juga tidak sebesar PKP2B. “IUP jadi lebih fleksibel. Bisa meningkatkan produksi dalam waktu cepat untuk merespons perbaikan harga dunia,” terangnya. */app

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: