YPI Kecam Wisatawan

YPI Kecam Wisatawan

TANJUNG REDEB, DISWAY – Tidak hanya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, saja yang menyoroti aktivitas wisatawan yang berinteraksi dengan penyu di Pulau Derawan dan Pulau Kaniungan. Yayasan Penyu Indonesia (YPI) juga mengecam tindakan tersebut.

Ketua YPI Bayu Sandi menyayangkan, tindakan wisatawan itu. Dia menilai, hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat umum dan pelaku wisata terkait konservasi penyu masih cukup rendah. “Penyu adalah satwa liar yang unik dan dilindungi. Selain tidak boleh merusak habitatnya, dan melakukan eksploitasi, juga tidak boleh melakukan tindakan yang dapat membuat penyu itu terganggu. Seperti menyentuh dan mengangkatnya,” ujarnya, Jumat (19/2). Ketika bertemu dengan penyu, ada etika yang harus dipahami dan diperhatikan sebelum berinteraksi langsung. Sebab, jika salah berinteraksi, maka dapat membuat penyu ketakutan, bahkan bisa membuatnya mati. “Risiko penyu bisa stres, jika itu diunggah di media sosial sudah pasti banyak netizen yang protes. Karena tindakan sangat tidak dibenarkan," tuturnya. Pria yang akrab disapa Bayu, juga menambahkan, ada lima poin kode etik dalam isu kesejahteraan satwa (animal welfare) yang harus dipahami masyarakat. Di antaranya, bebas dari rasa lapar dan haus (Freedom from hunger and thirst), bebas dari rasa tidak nyaman (Freedom from discomfort). Kemudian, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (Freedom from pain, injury and diseases); bebas untuk mengekspresikan tingkah-laku alamiah (Freedom to express natural behavior); dan bebas dari rasa takut dan stres (Freedom from fear and distress). "Nah wisatawan yang melihat penyu di tempat wisata ini harus mampu membuat penyu bebas dari rasa takut dan stres. Berbeda dari tindakan yang ada ramai di video itu, termasuk menyakiti dan membuat rasa ketakutan pada penyu," jelasnya. Bayu juga menyebut, sebelum hingga Pandemik COVID-19, ada belasan ribu wisatawan yang datang ke Berau. Perilaku mereka dapat berpotensi membahayakan penyu, karena masih belum mengetahui cara berinteraksi yang baik dengan satwa yang menjadi maskot Bumi Batiwakkal itu. Menurutnya, wisatawan boleh saja berfoto dengan penyu. Tentunya dengan mengutamakan keselamatan dan keamanan, baik wisatawan maupun penyu. Jika ada gelagat penyu menghindar dan ketakutan, sebaiknya jangan memaksakan diri mendekatinya. "Berinteraksi tidak harus dengan menyentuh. Maka harus ada edukasi khusus kepada pemandu wisata yang membawa wisatawan, tentang bagaimana berinteraksi dengan penyu," jelasnya. Sebagai pemimpin lembaga yang berfokus pada kelestarian penyu di Kabupaten Berau, Bayu mengakui, edukasi yang diberikan selama ini masih belum sepenuhnya merata kepada masyarakat. Karena masih banyak aktivitas dan tindakan masyarakat yang belum menyadari pentingnya menjaga dan memberi kebebasan kepada penyu. Dirinya pun berharap, kepada instansi terkait, pemerintah kecamatan setempat, dan pelaku wisata dapat turut melakukan pengawasan kepada wisatawan yang berwisata baik di Derawan maupun di pulau yang kerap didatangi penyu. "Apa yang kami lakukan ternyata masih kurang. Parameternya jelas, masih kurang menyentuh kepada pelaku wisata. Harapannya semua pihak melakukan sosialisasi, dan pengawasan, agar penyu di Berau dapat tetap lestari," pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, jagad maya Bumi Batiwakkal, kembali dihebohkan dengan aksi dua oknum wisatawan, yang mengangkat penyu untuk kepentingan eksis di media sosial (medsos). Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau, Masrani mengaku, sudah melihat dua video yang beredar. Dia menduga di dua lokasi berbeda. Video oknum wisatawan mengelus kepala penyu saat terangkat di permukaan air terjadi di Pulau Derawan, Kecamatan Pulau Derawan, dan yang mengangkat tubuh penyu di Pulau Kaniungan, Kecamatan Bidukbiduk. “Kejadiannya beberapa hari lalu. Saya sudah dapat videonya, dan langsung berkoordinasi dengan instansi terkait. Di antaranya Dinas Perikanan, dan BKSDA Berau. Tindakan itu sangat tidak dibenarkan,” ujarnya. Bahkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi pemerintah kampung dan kecamatan di Pulau Derawan maupun Bidukbiduk saat pertama kali video beredar. Tentunya untuk selalu melakukan pengawasan kepada wisatawan. “Sudah kami sampaikan, agar selalu meningkatkan pengawasan kepada wisatawan yang datang. Kalau ada wisatawan yang pegang penyu ditegur. Informasinya, oknum wisatawan itu dibawa travel dari Kaltara,” jelasnya. Ditegaskannya, berfoto dengan satwa langka seperti penyu dilarang. Apalagi kontak langsung ketika berfoto, dan sampai mengangkatnya. Kondisi itu, dapat membuat penyu menjadi tidak nyaman dan trauma. “Ini bisa membuat penyu ketakutan, dan bahkan memilih menjauh dari Derawan. Jujur saya saja kalau berfoto dengan penyu jaraknya satu sampai dua meter, tidak berani saya menyentuh untuk melakukan kontak langsung,” jelasnya. Untuk mencegah kembali terjadi, pihaknya akan segera melakukan pertemuan di kedua tempat wisata, dengan melibatkan pemerintah kecamatan setempat, Dinas Perikanan, BKSDA, serta pelaku wisata di kedua wilayah itu. Sebab, dengan viralnya video wisatawan yang mengangkat penyu, dapat berdampak negatif untuk Berau. Karena terkesan tindakan itu dibiarkan, dan tidak ada pengawasan. “Itu juga dapat merusak kredibilitas Berau sebagai rumah bagi penyu hijau di Kalimantan Timur. Aksi itu juga selain mengundang reaksi masyarakat lokal, juga menjadi sorotan pemerhati penyu internasional,” jelasnya. Selain penyu, ada juga hiu paus (Whale Shark) di Talisayan, yang kerap didatangi wisatawan dari berbagai daerah. Bahkan tak jarang, wisatawan kerap berenang bersama ikan terbesar di dunia itu. “Saat berinteraksi dengan hiu paus di Talisayan juga dilarang menyentuh dan menaiki punggungnya, selain dapat membuatnya stres, juga dapat membahayakan diri sendiri,” terangnya. Camat Bidukbiduk, Abdul Malik, mengaku kaget mendengar kabar ada wisatawan yang berani menyentuh penyu di Bidukbiduk. “Untuk kawasannya itu di Kaniungan Besar atau Teluk Sumbang, memang biasanya jika air besar, banyak penyu berenang di sana,” katanya. Lanjutnya, telah memanggil pengelola Kaniungan Besar dan pemandu wisata, Dia meminta agar segera melakukan pencarian, siapa wisatawan dan pemandu wisata yang mengangkat penyu tersebut. Terlebih penyu merupakan salah satu daya tarik wisatawan berkunjung ke Bidukbiduk. “Saya sudah minta di-tracking siapa pelakunya,” tegasnya. Ditanya, apakah kemungkinan pemandu wisata lokal yang melakukan hal tersebut, Dia membantahnya. Sebab, pihaknya jauh hari sudah mengimbau kepada setiap pemandu wisata di Bidukbiduk, agar melarang siapapun untuk menyentuh penyu, maupun satwa lainnya yang dilindungi. “Saya yakin, mereka tidak menggunakan pemandu wisata lokal, karena mereka sudah paham semua,” tuturnya. Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Provinsi Kaltim Wilayah Kerja Berau Dheny Mardiono menyayangkan, masih ada wisatawan yang kurang paham bagaimana berinteraksi dengan penyu di tempat wisata, khususnya di Kabupaten Berau. “Mengangkat dan mencoba menaiki punggung penyu itu sama saja dengan menyakiti penyu itu. Kami dari BKSDA akan berkoordinasi dengan instansi terkait, juga akan menyebarkan poster untuk tidak mengganggu satwa itu ketika menemukannya berada di sekitar pantai,” jelasnya. Diakuinya, untuk saat ini belum ada aturan khusus sanksi ketika ada oknum masyarakat yang menyentuh dan mengangkat badan penyu tersebut. Namun kata Dheny, ada namanya etika kesejahteraan satwa yang mengharuskan masyarakat tidak secara langsung berinteraksi, yang dapat membuat penyu stres. Lanjutnya, penyu merupakan salah satu satwa dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Seharusnya wisatawan itu tahu dan mengerti, bahwa mengangkat penyu dan menaiki penyu itu sama saja dengan menyakitinya. Itu bisa membuatnya bingung, stres dan berujung kematian,” katanya. */ZZA/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: