Tak Ada Kelonggaran

Tak Ada Kelonggaran

TANJUNG REDEB, DISWAY – Rapat dengar pendapat digelar, antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab), pedagang atau pelaku usaha kuliner dan DPRD Berau, Selasa (16/2) kemarin. Salah satu hal penting dibahas adalah soal permintaan pelaku usaha terkait kelonggaran pembatasan aktivitas.

Ketua Satgas COVID-19, yang juga Bupati Berau Agus Tantomo menegaskan, tidak akan melonggarkan protokol kesehatan yang telah diatur dalam Instruksi Bupati Berau Nomor 1 Tahun 2021. Pelaku usaha makanan, karaoke, kafe dan restoran meminta tambahan waktu operasi atau kegiatan hingga pukul 24.00 Wita atau sampai pukul 01.00 Wita dini hari. Mereka beralasan, jika diterapkan sesuai aturan sekarang yang hanya sampai pukul 20.00 Wita, sepi pelanggan. “Jika meminta melonggarkan protokol kesehatan dengan menambah jam operasional, saya tegas sampaikan, tidak bisa karena. Itu kebijakan dari pemerintah pusat,” ujarnya. Keberadaan COVID-19 di Kabupaten Berau, sudah hampir setahun. Hingga Selasa (16/2), diterangkannya, setidaknya sudah 51 orang meninggal akibat COVID-19, masyarakat Berau positif 3.054, sembuh 2.581, dan 422 orang masih dalam perawatan. Terkati aturan yang kini diterapkan, diakui Agus, dirinya sadar dalam setiap aturan yang dibuat dalam menekan angka COVID-19 pasti ada kontradiksi di berbagai sektor. Terutama pada ekonomi masyarakat. “Saya sudah paham dan sudah terbayang dampaknya. Saya memang tidak membantah itu. tetapi yang harus dipahami, aturan ini dijalankan untuk mendisiplinkan masyarakat agar tetap menjalankan prokes supaya terhindar dari COVID-19,” jelasnya. Menurutnya, harus ada pilihan yang mana harus diprioritaskan dalam menekan tingginya penularan COVID-19, menyelamatkan ekonomi atau nyawa manusia. “Saya memilih menyelamatkan nyawa masyarakat Berau, meskipun risikonya berdampak pada ekonomi kita,” ujarnya. Dirinya juga mencoba memahamkan kepada para PKL, pengusaha restoran dan kafe, bahwa pusat penyebaran COVID-19 di Kabupaten Berau, ada di Tanjung Redeb. Sebab, jika aktivitas pedagang PKL atau usaha lainnya diberi kelonggaran, sama saja melanggar protokol kesehatan yang telah dibuat. “Karena mereka makan dan minum itu pasti akan membuka masker, sambil berkomunikasi. Jarak pun tidak bisa dijaga. Ini yang dikhawatirkan menambah kasus COVID. Apalagi Tanjung Redeb ini bisa dikatakan merupakan pusat penyebaran COVID-19,” tuturnya. Dirinya juga menepis anggapan, bahwa meskipun PPKM Mikro diberlakukan, tetap terjadi lonjakan kasus COVID-19 di Kabupaten Berau. “Tidak benar juga dengan adanya PPKM Mikro ini angka penularan tetap bertambah. Sebenarnya angkanya bisa lebih tinggi jika tidak ada PPKM. Saya siap dievaluasi terkait kebijakan yang saya buat,” pungkasnya. Diharapkannya, instruksi bupati tidak lagi menjadi sekadar imbauan untuk menjaga kesehatan. Tapi diinginkannya, instruksi itu menjadi aturan yang tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. “Harus menjadi aturan yang tegas, dan ada sanksinya bagi pelanggar. Jika perlu pelanggarnya bisa dipidana,” jelasnya. Meski demiikian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, dikatakan Agus, akan memperjuangkan bantuan kepada pelaku usaha yang benar-benar terdampak pandemik COVID-19. “Tadi solusinya, kami akan memperjuangkan BLT (Bantuan Langsung Tunai), serta pemkab akan membantu mencairkan dana hibah seperti arahan dari Kementerian Perdagangan yang jumlahnya Rp 2,4 juta per orang,” jelasnya. Sementara itu Ketua Harian PHRI Berau Yossy mengatakan, pemberlakuan PPKM Mikro berdampak serius bagi pengusaha kafe, restoran maupun hotel, di Kabupaten Berau. Bahkan, saat ini sudah banyak pengusaha kafe dan restoran yang tutup dan mengistirahatkan karyawannya, lantaran tidak mampu membayar gaji dan biaya operasional sehari-hari. “Kami dari PHRI sangat menyayangkan hal ini. Apalagi sampai saat ini diperkirakan kafe dan restoran yang tutup mencapai 25 persen. Ini akan terus meningkat jumlahnya,” jelasnya. Untuk saat ini, pengusaha kafe dan restoran tidak boleh menerapkan makan minum di tempat. Sementara untuk sistem “take away” ditambah jam operasional yang hanya sampai pukul 20.00 Wita, menurutnya sangat tidak membantu. “Tetap menjadi kerugian bagi kami. Sementara di weekend  atau pada Sabtu dan Minggu kami tutup. Dan ini sangat krusial sekali dan berdampak pada industri kuliner,” paparnya. Jika masih ada restoran, kafe, atau industri kuliner yang saat ini masih buka, itu berarti menggunakan dana tabungan yang disimpan. “Mereka terpaksa menggunakan tabungan agar usahanya tetap berjalan. Kalau mau dihitung diatas kertas, ini sangat kasihan dan merugikan bagi pelaku usaha kuliner. Padahal di Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021 boleh menerima tamu sampai 50 persen dengan catatan menerapkan prokes,” pungkasnya. */ZZA/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: