Pengembang Galau, Status Lahan Perumahan Jadi RTH

Pengembang Galau, Status Lahan Perumahan Jadi RTH

"Ini harus didorong. Karena ini masalah kepastian usaha para pengembang yang sudah bekerja sejak puluhan tahun yang lalu. Yang mereka semua taat aturan dan taat hukum," kata Bagus kepada Disway Kaltim, Kamis (28/1/2021).

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Kaltim, Bagus Susetyo mendorong agar revisi Perda No 2 Tahun 2014 tentang RTRW Kota Samarinda 2014-2034 dipercepat. Sebab hal itu terkait dengan jaminan kepastian berusaha dan berinvestasi.  Bagus menyatakan, revisi RTRW itu diinisiasi oleh 12 pengembang perumahan yang menjadi anggota REI di Samarinda sejak 2018. Yang terkendala dalam melanjutkan usahanya. Karena lahan yang telah mereka kuasai sebelum terbitnya RTRW itu kemudian diatur dan ditetapkan menjadi kawasan zona hijau dalam RTRW yang diterbitkan. "Ini harus didorong. Karena ini masalah kepastian usaha para pengembang yang sudah bekerja sejak puluhan tahun yang lalu. Yang mereka semua taat aturan dan taat hukum," kata Bagus kepada Disway Kaltim, Kamis (28/1/2021). Ia menuturkan, mulanya perda itu dibuat pada 2014. Kemudian di-launching 2018. Namun yang terjadi setelah itu lahan-lahan yang sudah dikuasai pengembang berdasarkan sertifikat BPN dan tertulis jelas dalam RTRW sebelumnya menjadi kawasan perumahan, berubah menjadi ruang terbuka hijau dalam RTRW terbaru. Hal itu, dilihat para anggota REI dalam peta geospasial pada saat launching RTRW. Akhirnya, REI sejak saat itu proaktif bersurat kepada wali kota Samarinda. Dan telah dilakukan beberapa kali pertemuan. Mestinya, menurut Bagus, proses pembuatan RTRW itu melakukan penyesuaian dengan peta terbaru dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian peta dari kehutanan maupun peta dari sektor pertambangan. "Ini kan ujug-ujug lahan yang tadinya tidak bermasalah. Malah semua jadinya ruang terbuka hijau," Bagus menceritakan. Sehingga, para pengembang di bawah naungan REI yang sudah membebaskan lahan itu, jelas mengalami kerugian. Sebab dalam melakukan perpanjangan izin, baik itu IMB maupun perluasan site plan terkendala dengan adanya peruntukan lahan sebagai RTH dalam RTRW tersebut. Dan ujug-ujug tidak diperbolehkan membangun lagi. "Apalagi di sebagian besar lahan itu, sudah ada perumahan yang sudah ditempati konsumen," tambahnya. Namun, sebelumnya, lanjut Bagus, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kanwil BPN dan Dirjen ATR terkait masalah itu. Akhirnya mereka tetap diperbolehkan menggunakan lahan sesuai peruntukan awal. "Karena ini adalah hak kami. Kami sudah membeli lahan, dan sudah memiliki sertifikat. Serta sudah memiliki izin lokasi sebelum 2014," pungkasnya (das/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: