Masyarakat Adat Ditahan karena Bakar Lahan, Disebut Picu Kabut Asap

Masyarakat Adat Ditahan karena Bakar Lahan, Disebut Picu Kabut Asap

Masyarakat adat yang membakar lahan untuk bercocok tanam. (net) Samarinda, DiswayKaltim.com - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengecam penangkapan dua warga yang diduga membakar lahan di Paser. Sebab, pembakaran lahan dianggap tidak melanggar aturan. Penangkapan dilakukan Jumat (20/9/2019) lalu. Dua warga diamankan yakni Sadarani (41) dan Jumardi (51). Polres Paser menangkap karena diduga membakar lahan. Biro Advokasi AMAN Kaltim Saiduani Nyuk menegaskan hal itu melanggar hukum. Masyarakat adat sudah melaporkan ke RT setempat sebelum membakar lahan untuk berladang. “Mereka sudah meminta bantuan masyarakat adat lainnya bahwa akan melakukan pembakaran. Bahkan sebelum membakar ladang tersebut, mereka sudah membuat sekat. Agar tidak mejalar ke lokasi lainnya,” ungkap Saiduani. Duan, sapaan akrabnya mengatakan api sebenarnya tidak menjalar ke pemukiman penduduk. Namun keduanya tetap ditahan. Hal ini melanggar UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Khususnya pasal 69. Kemudian Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012. Disebutkan Masyarakat adat memiliki hak wilayah dan hak tradisional. “Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan. Dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga," jelas Duan. Pembakaran itu pun untuk kebutuhan bercocok tanam varietas lokal. Disamping itu warga juga membatasi dengan sekat. Sehingga api tidak menjalar ke daerah sekelilingnya. Yang disayangkan aktivitas itu dianggap sebagai salah satu sumber kabut asap. Justru sumber terbesar dari lahan perusahaan yang dibakar. “Selama turun temurun masyarakat adat tidak berladang di lahan gambut. Justru sebaliknya HGU perusahaan sawit yang biasanya malah memanfaatkan gambut,” tegasnya. (qn/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: