Pilah Pilih Kebijakan Pembatasan

Pilah Pilih Kebijakan Pembatasan

Pembatasan kegiatan masyarakat dalam upaya menekan wabah, mendapat kritik berbagai pihak. Dianggap tak efektif dan bersifat seremonial belaka. Apalagi ada indikasi inkonsistensi dari pemerintah pusat.

nomorsatukaltim.com - ANGGOTA DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Timur, Irwan Fecho mengkritik keras pemerintah pusat yang mengizinkan masuknya ratusan WNA Tiongkok saat Indonesia memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “Diputuskan dalam rapat terbatas dengan Presiden untuk PPKM dan Pembatasan WNA ke Indonesia.. ujung-ujungnya ada pengecualian.. bagaimana rakyat mau percaya?” kata politisi Partai Demokrat itu, Senin (25/1/2021). Pada rapat terbatas awal tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan Pemerintah memperpanjang pelarangan warga negara asing (WNA) masuk Indonesia hingga 28 Januari 2021. "Presiden menyetujui untuk pelarangan WNA masuk ke Indonesia diperpanjang," kata Ketua Komite Pengarah Komite Percepatan Penanganan COVID-19 Airlangga Hartarto pada, Senin (11/1/2021). Belakangan, pemerintah memperpanjang larangan kunjungan WNA sampai 8 Februari 2021. Kembali ke Irwan Fecho, ia mengingatkan pemerintah serius dan konsisten menangani wabah. “PPKM dan pembatasan WNA ke Indonesia itu kami apresiasi, tetapi pemerintah tidak bisa menjadi teladan dan contoh masyarakat," katanya. Lebih jauh, Irwan menilai pemerintah bersikap diskriminatif dan tidak adil dengan membiarkan 153 warga asal Tiongkok masuk ke Indonesia. Irwan meminta pemerintah segera menjelaskan kebijakan tersebut.

TAK MENURUN

Sepuluh hari sejak PPKM diberlakukan di Kota Balikpapan, kasus penyebaran corona masih tetap tinggi. Rekor harian terus terjadi dengan jumlah terkonfirmasi positif selalu di atas 100 kasus. Sebagai perbandingan, sehari sebelum pengumuman pemberlakuan PPKM, jumlah kasus baru yang dilaporkan Satgas Penanganan COVID-19 sebanyak 127. Pada 15 Januari 2021, kasus yang terdeteksi mencapai 167. Sehari pasca PPKM sempat menurun menjadi 147 kasus, lalu turun lagi hingga 94 kasus. Namun hari berikutnya jumlah kasus yang dilaporkan naik lebih dua kali lipat menjadi 202 kasus. Dan selanjutnya jumlah kasus positif tak pernah berada di bawah angka 100. Dengan data itu, Pemkot Balikpapan meningkatkan pembatasan dengan memberlakukan test antigen secara acak kepada pelaku perjalanan. Pemerintah mendirikan posko-posko pengecekan. "Pengecekan acak tes rapid antigen dilakukan secara gratis yang akan dilakukan satgas. Sasarannya kendaraan yang memiliki plat nomor luar Balikpapan," kata Kepala Dinas Perhubungan Balikpapan, Sudirman Djayaleksana. Di Kota Bontang, DPRD setempat meminta pemerintah meningkatkan pengawasan. Ketua DPRD Bontang Andi Faizal Sofyan Hasdam menilai pengawasan masih bersifat seremonial. “Buktinya masih ada acara resepsi yang digelar selama masa PPKM. Padahal edarannya jelas membatasi maksimal 20 orang saja,” kata anak Wali Kota Bontang saat ini, Neni Moerniaeni. Tak heran kasus COVID-19 di Bontang masih tinggi. Pada Sabtu (23/1/2021) misalnya, kasus aktif baru tercatat 137 orang. Dan hampir seluruh wilayah di Bontang masuk zona merah COVID-19. Bukan hanya resepsi saja. Warga juga masih nongkrong. Di kedai-kedai masih banyak yang ngopi. Tanpa protokol kesehatan. Bercengkrama tanpa peduli ancaman Corona. Inilah alasannya kasus tak melandai. Bahkan makin parah. "Pekan pertama ini harus dievaluasi. Mumpung masih ada sepekan lagi PPKM," katanya. Keinginan Andi Faizal berbeda dengan koleganya. Wakil Ketua DPRD Bontang, Agus Haris menilai kebijakan penanganan corona harus mempertimbangkan ekonomi masyarakat. “Selama pemberlakuan PPKM, apa hasilnya? Apakah kasus menurun?” kata dia. Karena itu, ia menyarankan pemerintah mencari cara yang lebih baik dalam menangani pandemi.

KATA PENGUSAHA

Kalangan pengusaha menilai pelaksanaan PPKM tidak ideal. Alih-alih menurunkan angka penularan COVID-19, pembatasan justru menekan sektor usaha. Di Jakarta, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani menuturkan PPKM maupun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelumnya justru membebani sektor yang terdampak langsung, yakni ritel, transportasi, manufaktur, dan UMKM. "Sejak awal kami sudah sampaikan bahwa ini kebijakan yang tidak ideal. Dampaknya sangat negatif kepada pelaku usaha, khususnya di sektor-sektor yang sensitif terhadap pembatasan orang," ujarnya dirilis CNNIndonesia.com, Senin (25/1/2021). Bahkan, lanjutnya, ia mendapatkan laporan sejumlah UMKM terpaksa tutup kembali saat PPKM tahap I. Pasalnya, volume penjualan tak sebanding dengan permintaan. Oleh karenanya, ia meminta pemerintah meningkatkan disiplin protokol kesehatan di masyarakat dan mempercepat program vaksinasi, sehingga kasus COVID-19 bisa ditekan. "Termasuk memberikan akses untuk vaksinasi secara mandiri bagi pelaku usaha yang mau dan mampu melakukan vaksinasi mandiri, agar mempercepat proses normalisasi," ucapnya. Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan PPKM tahap II semakin membebani sektor usaha, khususnya yang bersinggungan langsung dengan mobilitas masyarakat, yakni hotel, restoran, serta transportasi. Faktanya, implementasi PPKM dan PSBB tersebut tidak efektif mengurangi angka penularan. Penyebabnya, ia menilai pemerintah memperketat sektor-sektor yang notabene sudah mengimplementasikan protokol kesehatan secara ketat, yakni hotel dan restoran. Pemerintah, lanjutnya, justru masih lengah memperketat implementasi protokol kesehatan pada kelompok rawan, seperti kawasan padat penduduk, pasar tradisional, dan komunitas atau wilayah yang masyarakatnya tak peduli dengan covid-19 "Itu seharusnya bisa menjadi perhatian. Kalau kami melihat, pokoknya yang penting sudah PSSB, sudah PPKM, sudah selesai. Itu tidak akan menyelesaikan masalah kalau begitu caranya, yang ada semakin tertekan, jadi mati bisnis yang menerapkan protokol. Itu yang hendaknya (diperketat), kalau tidak, ini bisa jadi nanti salah pengetatannya" jelasnya.

HIDUP SEGAN

Di Balikpapan, para pengusaha ritel berupaya bertahan dengan berbagai cara. Selain memangkas karyawan, tidak memperjanjang kontrak karyawan, mengurangi jam kerja, juga menutup gerai. General Manager E-Walk dan Pentacity Balikpapan Superblock, Yudhi Saharuddin mengisahkan perjuangannya mencegah pelaku usaha tetap bertahan. “Mau tak mau kami harus ikut memikirkan nasib tenant. Mulai dengan melonggarkan biaya sewa, sampai dengan keringanan service charge,” katanya, pekan lalu. Jumlah kunjungan mal anjlok sampai 63 persen dari sebelum diberlakukan pembatasan. Nasib serupa juga dialami bisnis perhotelan. Selain pembatalan kegiatan di hotel,-- seperti pernikahan atau meeting,  jumlah tamu menginap juga terjun bebas. “Hari pertama PPKM okupansi masih 50 persen karena tamu tidak mungkin melakukan pembatalan. Masuk hari kedua sampai sekarang hanya 30 persen,” kata General Manager Grand Jatra Hotel, Widya Wirawan. Kebijakan itu, mengakibatkan kerugian ratusan juta rupiah karena pembatalan sejumlah acara. (wal/cnn/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: