Politik Dinasti yang Masih Digemari

Politik Dinasti yang Masih Digemari

Praktik politik dinasti masih mewarnai pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020, lalu. Buktinya, dari 270 daerah penyelenggara pilkada, 73 kabupaten/kota di antaranya terindikasi melanggengkan praktik tersebut. Termasuk di Kalimantan Timur.

nomorsatukaltim.com - APAKAH salah melakukan praktik politik dinasti? Dan apakah tidak ada nilai positifnya? Toh selama ini mereka juga dipilih oleh rakyat. Pertanyaan ini ditujukan kepada Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisah Agustyati. Awalnya Harian Disway Kaltim ingin mengetahui, apakah kepala daerah yang terindikasi politik dinasti itu punya track record positif selama pemerintahannya.

Untuk pertanyaan yang satu itu, Khoirunnisah tak menjawab. Tapi sebelum itu, ia aktif melayani pertanyaan dari Harian Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com.

Perludem kependekan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi. Berdiri pada Januari 2005. Status badan hukumnya Perkumpulan. Awalnya sebagai wadah para mantan Panwas pada pemilu 2004.

Ide pendirian Perludem pun tercetus di sela-sela rapat evaluasi Panwas seluruh Indonesia. Setelah Pileg dan Pilres ketika itu. Beberapa tokoh yang terlibat dalam proses pendirian Perludem antara lain; Bambang Widjojanto, Iskandar Sondhaji, Poltak, Budi Wijarjo dan Andi Nurpati.

Menurut Khoirunnisah, dinasti politik dalam proses maupun jalannya pemerintahan, maupun dalam hubungan kepemiluan, menciptakan ruang demokrasi tak sehat. Bagi Perludem, keberadaan dinasti politik tak ada baiknya. Untuk demokrasi.

"Dari kaca mata Perludem, dinasti politik atau politik kekerabatan adalah memiliki hubungan dengan elit/petahana/pejabat. Hubungan yang dimaksud, seperti istri/suami, anak/orang tua, kakak/adik," katanya, Selasa (29/12/2021).

Sementara dalam laman Mahkamah Konstitusi RI, pengertian politik dinasti, sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Pada Pilkada Serentak 2020, kata dia, ada puluhan calon kepala daerah dan wakil kepala yang terkait dengan dinasti politik. Di antaranya, berada di Kalimantan Timur (Kaltim).

Menurut data Perludem dan KPU RI, dari 270 daerah yang melangsungkan pilkada serentak tahun 2020, sebanyak 27,03 persen masih terindikasi politik dinasti.  

Dalam konteks pemilihan Pilkada, kata dia, dampak buruk dinasti politik akan menciptakan ruang kompetisi yang tidak setara. Karena terkadang pencalonan itu, proses elektoral memberikan karpet merah kepada mereka yang memiliki hubungan kekerabatan dengan elit partai, pejabat maupun petahana.

"Sehingga kader yang sudah membangun karier di partai sejak dari bawah, harus dikalahkan dengan mereka yang memiliki hubungan kekerabatan. Hal ini ditambah dengan belum adanya proses demokratisasi di internal partai politik," urai Khoirunnisah.

Pun begitu dalam pemerintahan. Juga akan melahirkan ruang kompetisi yang tak setara. "Untuk di pemerintahan, bisa ada potensi konflik kepentingan juga".  

Di Kalimantan Timur, yang terindikasi politik dinasti pada pilkada serentak 2020 terjadi di tiga daerah. Balikpapan, Bontang dan Berau.

Di Balikpapan dimenangkan pasangan Rahmad Mas’ud dan Thohari Aziz. Rudi adik kandung Rahmad kini menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar Kaltim. Juga sebagai anggota DPR RI dapil Kaltim. Kemudian kakaknya, Hasanuddin Mas’ud, juga anggota DPRD Kaltim dari Partai Golkar. Sementara adiknya Gafur Mas’ud terlebih duluan, kini sudah menjadi bupati Penajam Paser Utara (PPU).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: