Hari Ini, Sidang Putusan Praperadilan 2 Mahasiswa

Hari Ini, Sidang Putusan Praperadilan 2 Mahasiswa

Rangkaian panjang sidang praperadilan dua mahasiswa yang menjadi tersangka dalam aksi kerusuhan menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, November lalu memasuki akhirnya. Hari ini (17/12/2020) hakim tunggal akan memutus perkara ini.

nomorsatukaltim.com - KEPUTUSAN hakim tunggal akan dibacakan, usai menimbang kesimpulan fakta persidangan yang diberikan pihak pemohon, yakni tersangka Wisnu dan Firman, serta pihak termohon, yakni Polresta Samarinda. Kesimpulan dari kedua pihak sudah diserahkan dalam sidang praperadilan yang digelar, Rabu (16/12/2020) di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Untuk perkara tersangka Wisnu, termohon maupun pemohon memberikan berkas kesimpulannya kepada Hakim Tunggal Yoes Hartyarso. Sedangkan perkara tersangka Firman, kedua belah pihak mengumpulkan berkas kesimpulannya kepada Hakim Tunggal Agung Sulistiyono. Apabila praperadilan dimenangkan oleh pihak termohon Polresta Samarinda, maka tersangka kemudian akan dinaikkan statusnya sebagai terdakwa di dalam persidangan pokok perkara. Namun, apabila praperadilan dimenangkan oleh pemohon dari dua tersangka, maka kedua mahasiswa tersebut, dipastikan akan terlepas dari jeratan penetapan tersangka, serta dilepaskan dari penahanannya. Dikonfirmasi usai persidangan, Indra, kuasa hukum tersangka Wisnu, menyampaikan inti dari berkas kesimpulan yang diserahkan ke Hakim Tunggal Yoes Hartyarso. "Kami menanggapi alat bukti yang telah disampaikan oleh pihak termohon kepolisian. Termasuk memberikan kesimpulan atas fakta persidangan, yang kami nilai dari alat bukti yang telah dikemukakan pihak termohon," ungkapnya. Disebutkannya, dari sejumlah alat bukti yang telah dibeberkan termohon Polresta Samarinda di dalam persidangan, tidaklah sempurna. Sehingga, penetapan tersangka yang dilakukan kepolisian terhadap Wisnu, belum memenuhi bukti permulaan yang cukup. Atau terpenuhinya alat bukti yang sesuai di dalam Pasal 184 KUHAP. Selain itu Indra menyampaikan, dari seluruh alat bukti yang dibeberkan pihak kepolisian di dalam persidangan, ada sejumlah alat bukti yang baru dikumpulkan pihak kepolisian setelah Wisnu ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian, alat bukti tersebut dinyatakan tidak sempurna. "Polisi menetapkan tersangka itu 6 November. Sedangkan alat bukti dasar penetapan tersangka, berupa hasil visum korban, itu keluarnya di 12 November. Nah itu kami nilai kualitas alat buktinya tidak cukup kuat, untuk menetapkan tersangka," terangnya. Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bernard Marbun selaku kuasa hukum tersangka Firman mengatakan, pada persidangan ini, dia tak jadi menghadirkan saksi ahli. Dan langsung melanjutkan ke persidangan beragendakan kesimpulan. Sedikitnya, ada tiga poin penting yang ia sampaikan ke hakim tunggal di dalam berkas kesimpulannya. Untuk poin pertama, pemohon menyampaikan, Firman tidak bisa dikategorikan tertangkap tangan. Sebagaimana yang telah dituduhkan pihak termohon Polresta Samarinda. "Alasannya, karena kategori kasus Firman ini tidak masuk di dalam pasal 1 butir 16 KUHAP. Firman saat itu sedang tidak melakukan tindak pidana, ataupun dipergoki oleh orang lain. Dan senjata tajam (sajam) itu tidak dalam kuasa Firman," ungkapnya. Dijelaskannya, saat Firman ditangkap aparat kepolisian, ia ditemukan sedang tidak melakukan tindak pidana apapun. Contohnya, seperti memegang ataupun mengacungkan senjata tajam pada saat bentrokan terjadi. "Selain itu, tidak ada juga yang melihat secara pasti, senjata tajam itu benar-benar milik Firman. Karena senjata tajam itu ditemukan sejauh 8 meter, saat Firman diamankan kepolisian," terangnya. Lanjut Bernard, poin berikutnya yang disampaikan dalam berkas kesimpulan terkait dua alat bukti berupa laporan polisi dari keterangan dua saksi. Disebutkan, dari dua alat bukti yang dibeberkan termohon di dalam persidangan, pelapor hingga saksi di berita acara pemeriksaan (BAP) seluruhnya diisi oleh anggota polisi. "Jadi dua saksinya itu polisi. Yang melaporkan pun juga polisi. Nah ini aneh. Padahal di 5 November itu, di titik kejadian sedang banyak orang di sana. Kenapa tidak mengambil saksi dari masyarakat umum," ucapnya. "Ini kan janggal. Itu bisa kita lihat, mengenai ini ada di Pasal 185 ayat 6 KUHAP, yang menyatakan bahwa, saksi itu harus bebas, netral, objektif, dan jujur. Dengan dua saksi dari unsur kepolisian, ini kan bisa saja ada kepentingan. Sehingga dinilai tidak objektif dan juga tidak netral. Kenapa harus polisi doang yang jadi saksi. Dan polisi juga yang melakukan pelaporan," sambungnya. Bernard menyampaikan, poin kesimpulan yang disampaikan berikutnya, terkait pernyataan termohon yang mengatakan, Firman ditetapkan tersangka pasca tertangkap tangan membawa senjata tajam. Hal itu disampaikan tim Advokasi Polresta Samarinda, di dalam persidangan beragendakan jawaban termohon atas pertanyaan pemohon. Hanya saja, lanjut Bernard, menurut Perkap kepolisian nomor 6 tahun 2019 terkait tertangkap tangan, dijelaskan, seharusnya Polresta Samarinda tidak perlu melakukan mekanisme gelar perkara. "Sementara dalam Perkap kepolisian nomor 6 tahun 2019. Kalau kasusnya tangkap tangan, itu tidak perlu adanya mekanisme gelar perkara. Ini kan aneh, Firman ini sebenarnya apakah tertangkap tangan atau apa. Kenapa seolah-olah kasusnya seperti perkara biasa. Ini kan menjadi keganjilan," jelasnya. Bernard mengatakan, apabila kasus Firman adalah perkara biasa, ada sebuah putusan dari Mahkamah Konstitusi nomor 21/TPU/12/2014 yang telah memberikan syarat tambahan. Yakni, selain melengkapi dua alat bukti, pihak kepolisian seharusnya melakukan pemeriksaan dahulu kepada calon tersangka. Namun bukan langsung ditetapkan sebagai tersangka. "Dilihat dari daftar alat bukti, itu tidak ada Firman terlebih dahulu diperiksa sebagai calon tersangka. Tapi dia langsung diperiksa sebagai tersangka. Seharusnya kan ada dua alat bukti dan pemeriksaan terhadap calon tersangka," kuncinya. Bernard optimistis, kliennya dapat memenangkan praperadilan dalam agenda putusan yang berlangsung hari ini. "Kami optimis, dengan kesimpulan yang kami sampaikan, hakim tunggal akan mengabulkan permohonan kami," pungkasnya. Seperti diberitakan sebelumnya, kedua mahasiswa ini ditangkap, ditahan, dan ditetapkan sebagai tersangka, pasca aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang berujung bentrok di depan Kantor DPRD Kaltim, 5 November silam. Wisnu, mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul), ditangkap petugas karena diduga telah melakukan tindak penganiayaan berupa pelemparan batu. Mengakibatkan satu personel polisi mengalami luka di bagian kepalanya. Sedangkan Firman, mahasiswa Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), ditangkap petugas karena diduga membawa sajam berupa badik. Singkatnya, ketika proses hukum sedang berjalan, kedua mahasiswa ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Samarinda. Namun perihal penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka, dituding mengalami cacat formil prosedur. Polisi dianggap hanya mengkambing hitamkan kedua mahasiswa tersebut. Atas dasar itulah, dua tersangka melalui kuasa hukumnya, memilih menempuh jalur praperadilan. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: