Gerilya Uang Jelang Pemungutan
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah tinggal menghitung hari. Aroma politik uang semakin merebak. Di Kabupaten Berau, sejumlah orang diamankan aparat lantaran kedapatan membagi-bagikan uang. Bulan lalu, satu orang sudah dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Ada calon terancam?
nomorsatukaltim.com - Dugaan praktik politik uang menguar di Pilkada Berau. Rabu (2/12/2020) kemarin, Pengawas Kelurahan Desa (PKD) di Kecamatan Tanjung Redeb menangkap sejumlah orang di Jalan Perjuangan, RT 13 Kelurahan Gunung Panjang, Tanjung Redeb. Mereka diduga membagikan sejumlah uang kepada masyarakat untuk memilih pasangan tertentu. PKD lansung menghentikan kegiatan tersebut, dengan dalih tidak berizin. Ilegal. Tidak mengantongi izin dari kepolisian dan Panwascam. Dalam pemeriksaan, PKD menemukan puluhan amplop amplop berisi uang sebesar Rp 300 ribu, dan ada contoh surat suara bergambar paslon 01. Mendapat informasi itu, Bawaslu setempat langsung melakukan penelusuran lebih jauh. Hasilnya, aparat menemukan ada tiga lokasi di Jalan Pulau Semama dan satu lokasi di Jalan Albina juga terjadi kegiatan serupa. Ketua Bawaslu Berau, Nadirah membenarkan, adanya dugaan praktik politik uang yang diduga diakomodir Tim Pemenangan Paslon 01, Seri Marawiah-Agus Tantomo. Temuan itu, berdasarkan laporan dari masyarakat ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan Tanjung Redeb. “Ada 6 sampai 7 orang, terkait pelanggarannya masih sebatas dugaan,” katanya saat dikonfirmasi Disway Berau, Rabu (2/12/2020). Kendati demikian, Nadirah enggan menjabarkan lebih jauh terkait dugaan tindak pelanggaran pemilu tersebut. Karena, temuan itu masih dalam tahapan verifikasi di Bawaslu. Hasilnya, selanjutnya akan dibawa ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). “Itu saja yang bisa saya sampaikan. Selebihnya masih proses,” ucapnya. Ketua Tim Hukum Paslon 01, Bambang Irawan menegaskan, temuan Bawaslu itu bukan praktik politik uang. Melainkan pembekalan relawan paslon 01. Memberikan pemahaman tata cara mencoblos yang tepat dan benar. Agar surat suara terhitung sah, tidak rusak. Dari pembekalan itu, lanjutnya, relawan selanjutnya akan mensosialisasikan ke orang-orang terdekat mereka. Terutama keluarga dan kerabat terdekat. Itu juga bertujuan untuk meninkatkan pastisipasi pemilih untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 9 Desember. “Harusnya, mereka-meraka (relawan) ini berjasa. Pernahkah Bawaslu melakukan sosialisasi secara masif? Paling melalui media sosial saja,” terangnya. Bambang mempertanyakan, dari segi apa Bawaslu melihat ada unsur pelanggaran pemilu dalam kegiatan tersebut. Ketentuan pidana mengenai politik uang dalam pasal 187 A Undang-Undang Nomor 10/2016, jika dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih. Apalagi membujuk memilih paslon tertentu. “Kan dalam kegiatan itu tidak ada bunyi seperti itu. Mereka bukan kami comot, murni relawan 01,” katanya. Selain itu, Bawaslu beralasan melakukan pembubaran karena kegiatan di luar jadwal kampanye. “Saya tanya, ada surat suara apakah itu kampanye? Yang disebut kampanye itu, jika ada juru kampanye, peserta dan penyampaian visi dan misi. Pihak bawaslu tidak bisa jawab,” kesalnya. “Ini ada sesuatu yang ganjil. Saya mengatakan GAPU (Gerakan Anti Politik Uang) hebat, berperan banget. Ketika kasus Suaran, mereka diam, begitupun Bawaslu,” tambahnya. Disinggung terkait uang Rp 300 ribu dalam amplop yang kini menjadi barang bukti temuan? Bambang menjawab, itu uang akomodasi peserta kegiatan. Sebagai pengganti uang operasional. Pembiayaan transportasi dan makan. “Memang undangan tidak resmi, hanya sebatas lisan. Peserta yang hadir bertempat tinggal di sekitar lokasi kegiatan,” ungkapnya. Apabila hasil klarifikasi dugaan praktik politik uang tidak ditemukan bukti, Bambang menegaskan, pihaknya akan mengejar penyebar foto dan video berbau hoaks dan pencemaran nama baik dengan mengambil langkah hukum. “Biarlah masyarakat yang menilai. Intinya, kami komitmen mengutuk keras politik uang dan SARA,” pungkasnya.6 LAPORAN DI BALIKPAPAN
Di Balikpapan, Bawaslu mencatat adanya enam laporan dugaan pelanggaran Pilkada. Salah satunya termasuk adanya dugaan politik uang. Anggota Bawaslu Balikpapan Ahmadi Azis menyebut dari 6 laporan yang masuk, baru 1 laporan yang terbukti adanya transaksi haram dalam menggaet dukungan. "Tapi itu sudah ditindaklanjuti. Sampai di tingkat penyidikan," ujar Ahmadi, saat ditemui, di Kator Bawaslu Balikpapan, MT Haryono, Rabu (2/12/2020) kemarin. Dalam satu laporan itu, yang terjadi adalah praktik jual beli suara yang dilakukan simpatisan ataupun relawan dari paslon. "Bukan peserta. Tapi simpatisan," tegasnya. Sehingga, pihak Bawaslu telah mengambil kebijakan untuk tidak melanjutkan perkara tersebut. Ia mengaku jika persiapan pengawasan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sudah lebih dari 90 persen. Hari ini, rencananya Bawaslu menggelar kegiatan bimbingan teknis untuk 1.500 petugas pengawas TPS. Terbagi di 34 kelurahan di 6 kecamatan se Balikpapan. "Di dalamnya adalah penguatan kelembagaan dan membangun integritas pengawas. Dalam hal nanti melakukan pengawasan di tiap TPS," terangnya. Menurutnya sampai saat ini tidak ada laporan baru terkait dugaan politik uang. "Yang terakhir dua bulan lalu itu. Sekarang belum ada laporan lagi," katanya. Ia menegaskan ada UU 10 tahun 2016 atas perubahan kedua UU 1 tahun 2015, tentang penetapan Perpu 1 tahun 2014, yang mengatur tentang Pilgub, Pilbup dan Pilwalkot. Beleid itu siap menjerat siapa saja yang menerima dan memberi politik uang. "Itu sama-sama kena. Tapi pembuktiannya harus cukup. Butuh dua alat bukti," terangnya. Kemudian Bawaslu juga tidak bisa serta merta menindaklanjuti terbukti atau tidaknya. Ada proses yang harus Bawaslu jalankan. Mulai dari penerimaan laporan, dilanjutkan dengan kajian awal, kemudian pembahasna pertama yang melibatkan tiga instansi. Bukan hanya Bawaslu. Pihak kejaksaan dan kepolisian juga ikut terlibat. "Selama ini seolah-olah ketika ada laporan dugaan pelanggaran, seolah-olah cuma ada Bawaslu. Padahal ada tiga instansi," katanya. Setelah melalui pembahasan pertama kemudian dilanjutkan dengan proses klarifikasi dari terlapor, saksi, ahli, maupun yang dilaporkan. "Itu kalau syarat formil dan materilnya sudah terpenuhi, mencukupi dan sudah memenuhi unsur, bisa kita panggil," katanya. Seperti yang terjadi pada kasus dugaan politik uang yang dilakukan simpatisan Paslon Rahmad Mas'ud dan Thohari Azis, beberapa waktu lalu. Rahmad bersama pengacaranya, Agus Amri hadir memenuhi undangan Bawaslu. Awak media ini mencoba menggali lebih jauh laporan-laporan apa saja yang sudah dikantongi Bawaslu. Ahmadi menyebut Bawaslu tidak punya wewenang untuk menyampaikan siapa terlapor dan yang dilaporkan. Kecuali yang bersangkutan yang menyampaikan hal tersebut kepada publik. "Nah melalui tim pengawasan yang dibentuk Bawaslu itu bisa saja nanti ada Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kalau sampai terjadi money politic," imbuhnya. Wakil Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Balikpapan Adi Dharma Wiranata mewanti-wanti, agar masyarakat menolak jika ada tawaran money politik dari siapapun. Hal itu berdasarkan Pasal 187 huruf A, undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Bagi siapa saja yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada pemilih untuk tidak memilih atau memilih pilihan tertentu, maka dapat di pidana paling lama sekitar 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. Hal ini juga berlaku bagi yang menerima karena unsur dari money politik adalah pemberi, penerima dan materi. "Sehingga jangan sampai karena beras satu karung ataupun uang satu juta rupiah, masyarakat di pidana 6 tahun kurungan dan denda Rp 1 miliar," ujarnya, saat ditemui, kemarin. Menurutnya, pergelaran pilkada yang saat ini merupakan pasangan calon tunggal, bukan berarti tanpa persaingan. Adi melihat beberapa kelompok masyarakat sudah mendeklarasikan diri sebagai tim pemenangan kolom kosong. "Mereka pun meyakinkan pemilih melalui sosialisasinya untuk memilih kolom kosong, suasana Pilkada tentunya semakin menghangat," katanya. Terlepas dari persaingan, isu dugaan politik uang marak beredar. Ia menyarankan agar masyarakat yang dijanjikan atau terlanjur menerima uang dan diminta untuk memilih pilihan tertentu, harus segera melaporkan hal ini ke Bawaslu. "Jangan sampai justru dilaporkan orang lain, atau tertangkap tangan oleh Pengawas Pemilu, dan Sebaiknya kita sebagai Warga Negara yang baik jangan mau harga diri kita di beli dengan sembako ataupun uang yang sebenarnya nggak sebanding dengan ancaman pidana yang akan kita terima," imbuhnya. (fst/zza/jun/app/ryn/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: