Babak Baru Rasuah di PT AKU, Senin Depan Sidang Perdana

Babak Baru Rasuah di PT AKU, Senin Depan Sidang Perdana

Kasus dugaan korupsi di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT AKU (Agro Kaltim Utama) terus bergulir. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim telah melimpahkan berkas perkara dua petinggi perusahaan tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda. Persidangan perdana akan segera digelar.

nomorsatukaltim.com - DUA petinggi perusda tersebut berinisial YR, yang bertindak sebagai direktur utama. Serta N, merupakan komisaris perusahaan. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dana penyertaan modal yang dikucurkan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim. Mereka diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 29 miliar. Caranya dengan membuat sejumlah perusahaan gadungan. Sebelumnya, Kejati Kaltim telah melimpahkan berkas perkara milik tersangka YR ke Kejari Samarinda. Melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU), berkas perkara milik YR telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda. Perkara YR akan segera disidangkan pada Senin (30/11/2020) mendatang. Kini, giliran berkas perkara milik N yang telah diselesaikan oleh Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Kaltim. Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21, Kejati Kaltim menyerahkan berkas Tahap II itu kepada JPU Kejari Samarinda, Kamis siang (26/11/2020). "Untuk tersangka YR sudah ditetapkan hari sidang perdananya, tepatnya pada 30 November. Untuk hari ini (kemarin, Red.), tersangka kedua berinisial N, kita sudah nyatakan lengkap atau P21. Sehingga kami, selaku penyidik, akan menyerahkan ke JPU Kejari Samarinda," ungkap Kajati Kaltim Deden Riki Hayatul Firman, diwakili Asisten Tindak Pidana Khusus, Prihatin. Disebutnya, Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Kaltim sudah selesai melengkapi barang bukti untuk menjerat tersangka N, Rabu malam (25/11/2020) lalu. Sedangkan N ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 Oktober lalu. Selama ini, N ditahan dan dititipkan oleh Kejati Kaltim di Sel Tahanan Mapolsek Samarinda Kota. Dengan diserahkannya berkas perkara N, maka dalam 20 hari ke depan penahanan tersangka di bawah kewenangan Kejari Samarinda. Sehingga sebelum waktu 20 hari, berkas perkara tersangka N harus segera dilimpahkan ke PN Tipikor Samarinda. "Setelah dilimpahkan ke PN Tipikor Samarinda, selanjutnya majelis hakim akan menetapkan hari sidang untuk tersangka N," sambungnya. Para tersangka merupakan bekas petinggi PT AKU. YR sebagai direktur, sedangkan N sebagai komisaris perusahaan. Kasus yang menjerat keduanya terkait penyertaan modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar. "Kedua tersangka ini mengelola anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Mengakibatkan kerugian negara yang dihitung oleh pihak BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), itu ada sebesar Rp 29 miliar," terangnya. "Adapun sebenarnya anggaran yang dikucurkan Pemprov Kaltim itu ada sebesar Rp 27 miliar. Namun dalam pengelolaannya, ada untung dan laba, sehingga BPKP menyatakan kerugian negara sebesar Rp 29 miliar," imbuhnya. Penyertaan modal itu bertujuan supaya Kaltim memiliki pendapatan asli daerah (PAD) melalui kegiatan usaha PT AKU. Namun kedua tersangka tidak menjalankan usaha sesuai ketentuan. Dana sebesar itu dicuci dengan cara membuat sejumlah perusahaan gadungan. "Para tersangka ini melakukan kerja sama perjanjian selaku penyandang dana dan penyalur solar yang bukan peruntukannya, dengan sembilan perusahaan tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” kata Prihatin. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar. Belakangan terungkap tersangka N tercatat sebagai direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan YR selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Menurut Prihatin, PT AKU bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian, dan pengangkutan darat. Perusahaan sempat menyumbang pendapatan daerah sebesar Rp 3 miliar dalam kurun waktu 2005 hingga 2014. Kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Penetapan status tersangka terhadap N dilakukan Kejati Kaltim pada 5 Oktober lalu. Hal itu dilakukan setelah penyidik Kejati Kaltim terlebih dahulu menetapkan tersangka YR yang dijemput di Bogor, Jawa Barat, 2 September lalu. Terkait aliran dana para tersangka, Prihatin mengatakan kedua tersangka belum mau mengungkap. "Sementara ini belum ada nama baru, maupun dari legislatif ataupun eksekutif," ucapnya Selain aliran dana, Kejati juga mengaku kesulitan mengembalikan aset yang berasal dari hasil korupsi lantaran sudah berpindah tangan. Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, diketahui ada dua aset rumah, hasil kedua tersangka menilap dana penyertaan modal tersebut. Keduanya membeli satu rumah di daerah sempaja, satunya lagi di villa Tamara Samarinda. Namun di 2015, aset tersebut sudah berpindah kepemilikan karena sudah dijual. "Hal itu lah yang membuat kami tidak bisa mengembalikan aset-aset itu,” jelasnya. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31/1999 Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke- 1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, dengan ancaman minimal empat tahun dan denda Rp 200 juta. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: