Mufakat Kanjeng Sinuhun (14): Pertemuan Itu..
Aksi demonstrasi dan pemberitaan-pemberitaan yang menyeret namanya, membuat Kanjeng Sinuhun tertekan. Ini bukan soal citra, ada hal lain yang lebih menakutkan; jerat hukum. Bukan tidak mungkin. Tekanan politik bisa membuat aparat penegak hukum makin “beringas”. Kalau soal nama baik, bisa diperbaiki kemudian. Bukannya rakyat mudah lupa. Ya, sungguh pelupa.
--------------
MUFAKAT KANJENG SINUHUN - AKSI demonstrasi makin meluas. Pesertanya tak hanya mahasiswa, tapi juga didukung warga Kota Ulin. Jumlahnya bukan ratusan lagi. Tapi ribuan. Aparat punggawa militer sampai kewalahan menghadapinya.
Mereka makin beringas. Membawa keranda mayat ke depan Balai Sinuhun Kota Ulin. Kemudian dibakar bersama puluhan ban mobil bekas. Kepulan asap membumbung tinggi. Menyelimuti balai sinuhun yang terhormat itu.
Sebagian massa aksi merangsek masuk. Mereka tahu jika Kanjeng Sinuhun berada di ruangnnya di lantai dua balai. Barikade polisi pun coba diterobos. Berhasil. Punggawa militer tak kuat menahan dorongan ribuan massa yang mengamuk.
Massa yang berhasil masuk, mengecek setiap ruangan sinuhun. Merusak sebagian barang-barang yang ada di ruangan itu. Termasuk ruangan Kanjeng Sinuhun. Tak ada kata segan atau hormat. Kanjeng Sinuhun pun dipecundangi. Badannya yang besar tak berpengaruh lagi di hadapan masa yang beringas.
Sejurus kemudian, Kanjeng Sinuhun pun diseret ke jalanan. Ditelanjangi. Dikata-katai dengan ungkapan tidak senonoh. Dilempari botol air mineral. Masing-masing peserta aksi diminta untuk melempar botol ke arah petinggi Kota Ulin itu. Suasannya seolah ketika ibadah melempar jumroh. Setelah itu, kemudian diarak mengelilingi Kota Ulin.
“Pak, pak, sandaran kursinya mohon ditegakkan ya. Sebentar lagi pesawat landing”—seorang pramugari membangunkannya. Kanjeng Sinuhun terperanjat. Kaget. Tapi sekaligus lega. Ternyata peristiwa itu hanya mimpi. Mimpi yang mengerikan. Yang selama ini dikhawatirkannya.
Dilihatnya jam menunjukkan pukul 15.30. Kemudian Kanjeng Sinuhun mengusap wajahnya dengan tisu basah. Merapikan pakaiannya dan merogoh sebuah permen mentol dari sakunya. Ia harus tampil prima ketika bertemu dengan Waluyo. Termasuk ini; terhidar dari bau mulut.
Perjalanan menuju Ibu Kota Antahberantah memang menjadi agenda penting. Berdasarkan diskusi dengan Sinuhun Usrif dan beberapa konsultan pribadinya, menyarankan agar Kanjeng Sinuhun menghadap Waluyo guna menyelesaikan persoalan yang kini tengah menghimpitnya.
Kenapa Waluyo? –bukannya dia sudah pensiun sebagai kepala Punggawa Militer Besar. Pertanyaan itu juga sempat ditanyakan Usrif dan beberapa rekan Kanjeng. Tapi, Kanjeng meyakinkan bahwa Waluyo masih memiliki pengaruh yang kuat di lembaga punggawa militer pusat. Sehingga ia berharap bisa memberikan solusi konkret atas persoalan yang dihadapinya.
Selain itu, Waluyo setelah pensiun juga bergabung dengan faksi politik. Yang kini menguasai jalannya pemerintahan. Dia juga punya posisi yang kuat di faksi tersebut. Menjadi kepercayaan orang di lingkaran elit faksi politik. Sungguh kekuatan yang luar biasa jika mau membantu menyelesaikan kasus ini. Terutama mengamankan dirinya dan rekan-rekannya di balai sinuhun.
“Tapi itu tidak gratis, Kanjeng?!,” kata Usrif.
“Ya, memang semua ada konsekuensi logisnya. Mau tidak mau kita harus coba,” jawab Kanjeng.
Memang, beberapa pekan terakhir Kanjeng Sinuhun selalu mengundang pertemuan-pertemuan terbatas di rumah dinasnya itu. Beberapa teman dan kader loyalnya diajak. Tapi dalam skala kecil. Termasuk Sinuhun Usrif. Pembahasannya bagaimana meredam isu yang menyudutkan nama Kanjeng Sinuhun dan sinuhun lainnya di balai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: