Sidang Perdana, Ismunandar cs Tak Bantah Dakwaan Jaksa
Babak baru kasus dugaan suap di tubuh Pemkab Kutim. Setelah beberapa pekan diisi dengan berita persidangan dua rekanan swasta pemberi suap, kini giliran Bupati Kutim nonaktif, Ismunandar yang dihadirkan di muka persidangan.
nomorsatukaltim.com - SIDANG perdananya digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Kamis (19/11/2020). Tak hanya Ismunandar yang diadili di meja hijau. Ada pula mantan Ketua DPRD Kutim yang juga istri Ismunandar, Encek UR Firgasih, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim Aswandini. Kelima pejabat tinggi di Kutim itu, kini telah naik status menjadi terdakwa. Seperti diketahui, Ismunandar dan kawan-kawan (dkk) telah menerima sejumlah uang maupun barang, dari dua rekanan swasta atas nama Deki Aryanto selaku Direktur CV Nulaza Karya, dan Aditya Maharani Yuono sebagai Direktur PT Turangga Triditya Perkasa. Timbal balik yang diberikan Ismunandar dkk atas sogokan tersebut, dengan memberikan hadiah proyek pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim tahun anggaran 2019-2020. Kedua kontraktor pemberi suap tersebut, sudah lebih dulu diadili perkaranya. Kini proses peradilannya tinggal tiga kali persidangan, untuk selanjutnya dijatuhi hukuman oleh majelis hakim. Dalam sidang perdana ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan terhadap lima pejabat, yang terbagi dalam tiga berkas perkara berbeda. Di berkas perkara pertama, untuk kasus suap yang menjerat Ismunandar dengan istrinya, Encek UR Firgasih. Kemudian berkas kedua, terkait kasus yang menjerat kakak-beradik, Musyaffa dan Suriansyah. Sedangkan Aswandini, masuk dalam berkas perkara tersendiri. Sidang perdana yang berlangsung via daring ini dipimpin oleh Agung Sulistiyono selaku ketua majelis hakim. Dengan didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo. Tiga berkas perkara inipun secara resmi dipersidangkan, dengan ditandai suara ketukan palu dari Agung Sulistiyono. Kemudian dilanjutkan dengan bacaan dakwaan oleh JPU KPK. Di awal persidangan, JPU lebih dulu membacakan berkas dakwaan milik terdakwa Ismunandar dan Encek UR Firgasih. Mereka adalah pasangan suami istri yang memiliki posisi strategis, yakni eksekutif dan legislatif di Kutim. Keduanya didakwa atas penerimaan sejumlah uang maupun barang yang diberikan oleh dua rekanan swasta, Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto. Seperti yang telah diungkapkan dalam fakta persidangan atas perkara Aditya Maharani Yuono. Diketahui, direktur PT Turangga Triditya Perkasa itu mengaku telah memberi suap berupa uang maupun barang senilai Rp 6,1 miliar, kepada Ismunandar, Musyaffa, dan Suriansyah alias Anto. Uang dengan jumlah besar tersebut terbagi sebesar Rp 5 miliar diberikan pada Oktober-Desember 2019, dan Rp 1,1 miliar diberikan sepanjang Februari hingga Juni 2020. Imbalan dari pemberian sogokan itu, Aditya Maharani Yuono mendapatkan puluhan pengerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di lingkungan Pemkab Kutim. Khusus untuk anggaran tahun 2019-2020, sedikitnya terdakwa menerima 19 proyek PL dan 6 proyek lelang di Dinas PU Kutim. Semua pengerjaan proyek itu tak terlepas dari hasil campur tangan Musyaffa dan Suriansyah, yang diperintahkan oleh sang Bupati Ismunandar. Sementara itu, untuk suap yang dilakukan Deki Aryanto, terungkap pula dan menjadi fakta dalam persidangan atas perkaranya. Direktur CV Nulaza Karya mengakui telah memberikan suap berupa uang maupun barang ke lima pejabat tinggi di Kutim itu. Dengan total pemberian senilai Rp 8 miliar. Besaran uang yang digelontorkan secara berjenjang. Diawali dengan Deki Aryanto yang memberikan uang sebesar Rp 5 milar kepada Musyaffa sesuai permintaan Ismunandar. Uang yang dia berikan itu digunakan Ismunandar untuk biaya kampanye Pilkada. Selain itu, Deki juga memberikan uang serta barang kepada Encek UR Firgasih. Adapun timbal baliknya, Deki mendapatkan sejumlah proyek pengerjaan yang bersumber dari pokok pikiran milik Encek di DPRD Kutim. Dengan nilai per proyeknya sebesar Rp 100 - 200 juta. Dari pengerjaan proyek itu, Deki menyisihkan uang sebagai komisi untuk Encek. Selain itu, Deki juga menerima pengerjaan berupa proyek PL di Dinas pendidikan sebesar Rp 45 milliar. Totalnya ada sebanyak 407 proyek, dengan nilai Rp 150-175 juta per kegiatannya. Proyek ini didapatkan dari hasil campur tangan Musyaffa dan Suriansyah. Setelah dakwaan dibacakan JPU, Agung Sulistiyono memberikan kesempatan kepada Ismunandar maupun Encek untuk memberikan tanggapan atas dakwaan yang telah dibacakan. Keduanya tak mengelak sedikit pun atas dakwaan tersebut. Namun dalam kesempatan itu, keduanya melalui kuasa hukum, meminta kepada majelis hakim agar sidang selanjutnya dapat digelar secara tatap muka. Permintaan itu didasari akibat gangguan koneksi internet saat pembacaan dakwaan JPU. "Kalau bisa yang mulia, sidang dilakukan secara tatap muka, karena kami tadi kurang jelas mendengar bacaan dakwaan," ungkap salah satu kuasa hukum terdakwa Ismunandar. Namun permintaan tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh JPU. Atas dasar kondisi yang tidak menguntungkan di kala pandemi. "Permintaan itu sepertinya tidak bisa, karena kita harus menjalankan protokol kesehatan," timpal JPU. Setelah tidak ada yang dibantah oleh terdakwa atas bacaan dakwaan JPU tersebut, Agung Sulistiyono kemudian melanjutkan persidangan atas perkara yang menjerat Musyaffa dan Suriansyah. Saat membacakan dakwaan, JPU menyebutkan, kakak-beradik ini juga telah menerima suap dari dua rekanan swasta. Atas perintah Ismunandar, keduanya meminta sejumlah uang dari para rekanan swasta, yang digunakan untuk keperluan Ismunandar maju di Pilkada. Mereka pula lah yang berperan menampung uang hasil pemberian, sebelum akhirnya diserahkan kepada Ismunandar. Selain itu, kakak-beradik ini juga berperan mengatur proyek pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, untuk nantinya dikerjakan oleh Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto. Mereka juga memberikan sejumlah uang maupun barang kepada Ismunandar dan Encek. Singkat cerita, keduanya tak mengelak sedikit pun akan dakwaan yang dibacakan oleh JPU. Selanjutnya, majelis hakim melanjutkan persidangan atas perkara yang menjerat Aswandini. JPU menyebutkan, Aswandini berperan sebagai pengatur proyek yang terdapat di Dinas PU. Atas perintah Musyaffa dan Suriansyah, dia mengatur agar sejumlah proyek PL diberikan kepada kedua rekanan pemberi suap. Dari sana, ia turut menerima sejumlah uang maupun barang. Atas perbuatan Ismunandar dan keempat pejabat tinggi di Kutim tersebut, dikenakan Pasal 12 huruf a atau kedua, Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Serta dikenakan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Usai JPU membacakan dakwaan kelima terdakwa tersebut, najelis hakim kemudian menutup persidangan dan akan dilanjutkan pada Senin (23/11) mendatang, dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi-saksi. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: