Trump Ogah Akui Kalah, 4 PR Besar Menanti Biden

Trump Ogah Akui Kalah, 4 PR Besar Menanti Biden

WASHINGTON DC, Nomorsatukaltim.com - Presiden petahana Amerika Serikat, Donald Trump ogah mengakui kemenangan presiden terpilih Joe Biden.

Sebelum proyeksi kemenangan Biden keluar, Trump mengatakan Joe Biden terlalu terburu-buru sebagai pemenang, setelah jaringan televisi mengumumkan kemenangan Demokrat. "Kita semua tahu mengapa Joe Biden bergegas untuk berpura-pura sebagai pemenang, dan mengapa sekutu medianya berusaha keras untuk membantunya, mereka tidak ingin kebenaran terungkap," kata Trump dikutip dari CNN. Menurut Trump, pemilihan presiden ini masih jauh dari selesai. "Fakta sederhananya adalah pemilihan ini masih jauh dari selesai." Trump menggarisbawahi,  negara belum mensertifikasi hasil, dan kampanyenya telah membuat beberapa tantangan hukum yang sah yang dapat menentukan pemenang akhir Namun, hasil yang hampir lengkap yang dikeluarkan oleh setiap negara bagian, menunjukkan keunggulan yang tidak dapat disusul dari Biden. Trump mengklaim bahwa di Pennsylvania, pengamat jajak pendapat dari Partai Republik tidak diizinkan untuk menonton proses penghitungan. Tidak ada bukti penyalahgunaan pemilu yang muncul, meskipun pengaduan telah diajukan di banyak negara bagian, terutama tentang akses yang tidak memadai untuk mengamati penghitungan suara. Beberapa anggota Kongres dari Partai Republik berdiri teguh di belakang presiden, termasuk Senator Lindsey Graham yang bersikeras, tuduhan yang dapat dipercaya tentang penyimpangan dan pelanggaran pemilihan harus ditanggapi dengan serius dan diselidiki, bukan disembunyikan. "Hasil pemilu tidak ditentukan oleh media tetapi penghitungan suara yang bersertifikat dan akurat," katanya.

PR BIDEN

Guru Besar Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan ada empat hal penting bagi Joe Biden, sang presiden AS terpilih, untuk mengembalikan AS yang dulu usai memenangkan Pemilu Presiden AS (Pilpres AS) melawan petahana Donald Trump tahun ini. Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini mengatakan, meski belum dinyatakan oleh otoritas yang berwenang, Joe Biden sudah dapat dipastikan menjadi Presiden AS berdasarkan hasil pemilihan umum AS. "Tentu masyarakat di AS harus bersabar bila Donald Trump tidak menerima hasil pemilu dan membawanya ke ranah hukum," katanya, dalam pernyataan resmi, Minggu (8/11/2020), dikutip dari CNBC. Dia mengatakan, kalaulah akhirnya Joe Biden dinyatakan sebagai Presiden AS ke-46 maka Biden mempunyai tugas yang berat baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri Biden diharapkan dapat mempersatukan rakyat AS yang selama 4 tahun belakangan ini terpecah sangat tajam. Biden diharapkan dapat mengendalikan penyebaran Covid 19 dan berbagai upaya untuk menekan angka kematian. Ekonomi AS pun perlu penanganan yang serius, disamping masalah rasial dan sosial lainnya. Adapun untuk kebijakan luar negeri, Biden diharapkan oleh masyarakat dunia untuk mengembalikan Amerika Serikat menjadi Amerika Serikat yang dulu dengan nilai-nilainya. Master Hukum Internasional dari Keio University, Jepang, ini menjelaskan ada empat hal yang menjadi pekerjaan besar Biden-Kamala Harris. "Pertama, AS memikirkan kemaslahatan dunia ketimbang dirinya sendiri," tegasnya. Dia menjelaskan, sebelum Trump menjadi Presiden AS, nilai yang dianut adalah mensejahterakan dunia agar AS sejahtera, menumbuhkan perekonomian dunia agar ekonomi AS tumbuh, mengamankan dunia agar keamanan AS terjaga, bahkan menyeimbangkan kekuatan yang ada di dunia agar AS menjadi pemimpin dunia. "Pada era Trump nilai tersebut ditinggalkan dan lebih fokus untuk membangun AS dengan mengabaikan dunia, bahkan, berkonflik secara head to head dengan sejumlah negara," katanya. Kedua, tidak ada lagi kejutan-kejutan (no more surprises) kebijakan yang dijalankan oleh AS. Menurut dia, di bawah Trump, banyak kebijakan yang tidak pernah terpikir oleh masyarakat internasional, keluar dari WHO, memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, bahkan mengakhiri secara pihak hasil perundingan Iran dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB terkait pengembangan nuklir Iran. Ketiga, Biden diharapkan menjalankan kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang telah dirancang secara lama dan rinci oleh para birokrat AS. "Dalam sistem pemerintahan AS, pengelola kebijakan ada dua unsur penting yaitu politisi dan birokrasi. Politisi memegang keputusan akhir, sementara birokrasi yang menjaga agar kebijakan AS dari waktu ke waktu terjaga," katanya. Dia mengatakan, politisi secara alamiah akan keluar dan masuk (come and go) 4 tahun sekali, namun birokrasi akan tetap mengingat tongkat estafet kebijakan akan terus diturunkan kepada para penggantinya. Di era Trump, Trump kerap melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang telah dirancang oleh para birokrasinya. Perlawanan dilakukan melalui tweet dan juga langsung mengganti birokrat yang tidak sepemahaman dengan Trump. "Harapan dunia tentu Biden lebih banyak mendengar dan memutus berbagai kebijakan yang telah dirancang secara rinci oleh birokrasi AS selama bertahun-tahun," katanya. Terakhir, AS tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi elemen masyarakat berbagai negara untuk membangkitkan ekstrim kanan dan supremasi kulit putih (white supremacist). "AS di bawah Biden diharapkan mengembalikan nilai-nilai untuk menghormati pluralisme, hak asasi manusia dan tidak merendahkan suatu bangsa dengan peradabannya," jelasnya. (*/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: