Pengembangan Pertanian Tersendat, Jalan Panjang Menuju Kemandirian Pangan
Presiden Joko Widodo awal bulan lalu menyatakan pertanian tumbuh 16,24 persen. Sektor ini diklaim menjadi penyumbang tertinggi pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua. Berbagai persoalan masih menghantui upaya pengembangan pertanian di Kalimantan Timur.
nomorsatukaltim.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Aji Mirni Mawarni menilai, persoalan di bidang pertanian mengalir dari hulu sampai hilir. Seperti semakin minimnya minat generasi muda terjun di sektor pertanian, sampai alih fungsi lahan pertanian yang masif. “Berbagai data menunjukkan sektor pertanian kita didominasi para orang tua,” kata Aji Mirni saat bertandang ke Kantor Disway Kaltim, baru-baru ini. Dia menambahkan, kondisi itu diperparah dengan lambatnya alih teknologi di bidang pertanian. Akibatnya, selain produktivitas rendah, minat generasi muda menekuni pertanian sangat kecil. “Masih ada paradigma masyarakat yang keliru soal menjadi petani. Ada yang bilang, masa sekolah tinggi-tinggi, jadi sarjana, menyangkul?” kata perwakilan Kaltim itu. Dengan alih teknologi, ia meyakini semakin banyak generasi muda yang mau menjadi petani. “Sekarang kecenderungannya, petani kita para senior citizen, dan mereka yang sudah pensiun (dari pekerjaan sebelumnya).” Aji Mirni mendorong Pemprov Kaltim mewujudkan rencana pembukaan 50 ribu hektare lahan persawahan yang dicanangkan pemerintah pusat. Dalam Master Plan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Timur, pemerintah daerah menginventarisir persoalan mendasar bidang pangan, pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Diantaranya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global yang menyebabkan gangguan siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan. Lalu terbatasnya infrastruktur sarana prasarana, lahan dan jaringan irigasi. Kemudian terbatasnya akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usaha tani. Alih fungsi lahan pertanian, sampai terbatasnya SDM Penyuluh Pertanian. Luas lahan sawah dan ladang di Kaltim saat ini tercatat 94.398,7 hektare. Dari angka itu, kabupaten PenaJAM Paser Utara dan Kutai Kartanegara memiliki luas mencapai 57,05%. Sisanya tersebar di 8 daerah lainnya.BANGUN IRIGASI
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Pangan dan Pertanian, kebutuhan beras saat ini sebanyak 334 ribu ton per tahun untuk konsumsi 3,7 juta jiwa penduduk. Sementara produksi beras lokal mencapai 237 ribu ton. Atau 71 persen dari kebutuhan konsumsi. Untuk memenuhi kekurangan itu, Kaltim memasok beras dari Sulawesi dan Jawa. Peningkatan produktivitas pertanian dilakukan dengan jalan perbaikan irigasi persawahan. Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Adbang) Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Kaltim, Fadjar Djojoadikusumo mengatakan peningkatan fungsi jaringan irigasi pertanian difokuskan pada kawasan sentra produksi. Dengan penetapan status Ibu Kota Negara Baru (IKNB) di Kaltim menjadi berkah tersendiri. Sejumlah proyek infrastruktur bakal didanai pemerintah pusat. “Termasuk pembangunan bendungan irigasi pertanian untuk menopang kebutuhan pangan yang menjadi program Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III,” kata Fadjar Djojoadikusumo. Program itu bisa mengatasi dua persoalan sekaligus. Yakni masalah pemenuhan kebutuhan air sekaligus perairan irigasi pertanian. Dua proyek pembangunan jaringan irigasi sudah masuk kegiatan prioritas tahun anggaran 2021. Di antaranya pembangunan Bendungan dan Jaringan Irigasi Telake di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Paser. Serta Jaringan Irigasi Muara Asa di Kabupaten Kutai Barat. Selain dua proyek itu, pemprov Kaltim juga sedang mengejar target pembangunan bendungan lain di beberapa daerah. Seperti Bendungan Lambakan di Kabupaten Paser yang dapat mengairi 23.000 hektare area sawah. Bendungan Marangkayu yang dapat mengairi 1.300 hektare. Dan revitalisasi Bendungan di Berau yang dapat mengairi 500 Hektare area pertanian. Dengan pembangunan bendungan-bendungan tersebut diharapkan dapat meningkatkan luas lahan tanam dan meningkatkan indeks pertanaman. Bahkan, Fadjar mengatakan, untuk proyek Bendungan Lambakan sudah masuk sebagai salah satu proyek strategis nasional. Yang pembangunannya dibiayai APBN. "Sudah masuk APBN, Rp 6 triliun dananya," ungkapnya. Saat ini, kata dia proyek pembangunan sudah memasuki tahap pembebasan lahan. Bendungan ini, selain untuk irigasi pertanian. Juga diproyeksikan sebagai pengendali banjir, dan sumber air bersih. Untuk wilayah Paser, PPU dan Balikpapan. "Proyeksinya juga untuk PLTA dengan kapasitas daya sekitar 18.87 megawatt. Jadi jangka panjang pembangunannya, dan butuh dana besar," terang Fadjar. Bendungan Lambakan yang terletak di kawasan Desa Muara Lambakan Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser ini. Membutuhkan luasan lahan 378 hektare. Dengan rincian, 342 hektare untuk area genangan. Dan 36 hektare untuk bangunan. Sementara lahan warga yang akan dibebaskan sebanyak 640 bidang. Namun, dalam setiap proyek pembangunan di Kaltim, kata Fadjar. Pembebasan lahan menjadi kendala tersendiri. Selain kepemilikan pribadi, banyak lahan kosong di wilayah Kaltim yang sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sehingga proses pembebasan sulit dilakukan. "Kebanyakan lahan kosong sudah punya izin usaha pertambangan. Untuk memutus itu agak susah." Sebagai contoh, kata Fadjar. Lokasi rencana pembangunan jaringan irigasi Telake di Paser. Sebagian area lahan tumpang tindih dengan IUP tiga perusahaan sekaligus. Yakni PT. Aesel Indonesia, PT. Delapan Paser Sejahtera, dan PT. Global Agro Indah Pratama. Begitu pula, pada proyek pembangunan jaringan irigasi Muara Asa. Dimana sisi ruas kanannya, terdampak penambangan seluas 7,5 hektare dari PT. Kencana Wilsa. Meski begitu, Fadjar tetap optimis. Pembangunan bendungan irigasi akan segera terealisasi. Ditambah lagi, dengan adanya penetapan IKN di Kaltim. Pembangunan fasilitas infrastruktur di berbagai sektor akan semakin pesat. Termasuk sektor pertanian, untuk menopang katahanan pangan wilayah IKN. (krv/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: