Ekonomi Amerika di Tangan Trump (2)

Ekonomi Amerika di Tangan Trump (2)

Ekonomi Amerika di Tangan Trump (2)

New York, nomorsatukaltim.com - Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh pada tingkat moderat 2,1 persen pada kuartal IV-2019. Karena pertumbuhan melambat secara signifikan akibat melemahnya ekonomi global dan ketidakpastian akibat sengketa perdagangan.

Departemen Perdagangan Amerika melaporkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan IV sama dengan kenaikan 2,1 persen pada triwulan III. Angka pertumbuhan dua triwulan itu jauh di bawah kenaikan 3,1 persen pada triwulan I.

Untuk triwulan Oktober-Desember, pertumbuhan didukung oleh belanja konsumen yang kuat dan perbaikan defisit perdagangan. Faktor-faktor itu mengimbangi penurunan lebih lanjut dalam investasi bisnis di pabrik dan peralatan baru dan melambatnya pengiriman barang-barang ke toko.

Sepanjang 2019, PDB naik 2,3 persen. Kinerja terlemah dalam tiga tahun dan perlambatan akibat kenaikan 2,9 persen pada tahun 2018 ketika ekonomi mendapat dorongan dari kebijakan Presiden Donald Trump memotong pajak, dan miliaran dolar kenaikan belanja pemerintah.

Ekonom memperkirakan pertumbuhan itu bahkan lebih lambat pada tahun 2020: sekitar 1,8 persen. Tetapi hasil itu bisa terancam oleh berbagai hal. Mulai dari penyebaran virus corona di China hingga peningkatan ketegangan perdagangan antara Amerika dan China.

Bahkan Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika bisa berdampak buruk pada pertumbuhan. Jika kampanye yang sengit menimbulkan ketidakpastian di kalangan konsumen dan bisnis, menyebabkan mereka mengurangi pengeluaran.

Meskipun Trump belum mencapai sasaran pertumbuhan PDB, angka pengangguran turun ke level terendah dalam 50 tahun semasa kepresidenannya, dan setelah ketegangan perdagangan dengan China mulai mereda akhir tahun 2018, pasar saham bangkit lagi dan naik ke rekor tertinggi baru.

“Menurut saya, ekonomi adalah teman Presiden Trump. Tetapi bukan sahabat dekatnya,” ujar Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics seperti dilansir VOA Indonesia, Jakarta, pada 31 Januari 2020.

Tetapi, menurutnya, yang paling penting dalam pilpres adalah bagaimana kinerja ekonomi di negara-negara bagian penentu. Seperti Pennsylvania, Michigan dan Wisconsin. Zandi mengatakan, perang dagang “menimbulkan banyak kerusakan” dengan mengacau manufaktur.

Untuk triwulan IV, belanja konsumen, yang merupakan 70 persen aktivitas ekonomi, melambat ke kenaikan tahunan 1,8 persen. Meskipun masih solid, angka itu turun dari lonjakan pengeluaran 4,6 persen dalam triwulan II dan 3,2 persen dalam triwulan III. Perlambatan itu akibat penurunan penjualan mobil baru.

PENGANGGURAN TURUN

Pad 2019, angka pengangguran di AS merosot ke titik terendah dalam 50 tahun. Data ini kemungkinan sedikit meredakan kekhawatiran resesi yang bakal dialami Negeri Paman Sam. Dilansir dari BBC, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan angka pengangguran anjlok ke level 3,5 persen pada September dibandingkan 3,7 persen pada bulan sebelumnya.

Perekonomian AS menambah 136.000 lapangan kerja pada September 2019. Selain itu, data serapan tenaga kerja Agustus 2019 juga direvisi ke atas menjadi 168.000 lapangan kerja yang tercipta, dibandingkan angka yang dilaporkan sebelumnya: 130.000.

Meskipun demikian, pertumbuhan upah tidak berubah dan lapangan kerja sektor manufaktur merosot pada September 2019. Laporan tersebut terbit di tengah rangkaian data ekonomi AS yang melemah.

Ini termasuk anjloknya kegiatan manufaktur hingga ke level terendah dalam 10 tahun pada September 2019 dan menurun tajamnya pertumbuhan industri jasa. Ada pula kekhawatiran perang dagang AS dengan China yang telah berlangsung selama 15 bulan akan berdampak kepada perekonomian AS secara keseluruhan.

Perang dagang AS-China telah mengikis keyakinan bisnis, memukul investasi dan sektor manufaktur. Dengan dirilisnya data pengangguran dan penciptaan lapangan kerja, banyak ekonom masih mengekspektasikan bank sentral AS Federal Reserve memangkas suku bunga setidaknya satu kali lagi pada tahun 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: