Tak Berdaya Atur Pokir Dewan
Begitu besar pengaruh kekuasaan di Pemkab Kutim. Sampai-sampai soal anggaran pun, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tak berkutik mengatur pokok pikiran (Pokir) anggota dewan. Terlebih, “surat sakti” dari bupati dan ketua DPRD soal itu sudah dilayangkan.
nomorsatukaltim.com - SEJUMLAH fakta terus terkuak dalam persidangan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Rabu (4/11/2020) sore, seharusnya mendengar kesaksian dari Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim, Edward Azran. Namun karena kondisi kesehatan, ia tak hadir. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya membacakan kesaksian Edward berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), demi menghemat waktu rangkaian persidangan. Kesaksian Edward Azran ini masih terkait tindak gratifikasi yang dilakukan kedua terdakwa, Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto yang merupakan rekanan swasta Pemkab Kutim. Seperti pada persidangan sebelumnya, di dalam ruang sidang itu hanya dihadiri Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono, didampingi Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo selaku hakim anggota. Sementara kedua terdakwa yang didudukan di kursi pesakitan, dihadirkan via daring lantaran sedang ditahan di Rumah Tahanan KPK di Jakarta. Begitu pula penasihat hukum kedua terdakwa, serta JPU yang turut menghadiri persidangan via daring. Suara keras ketukan palu dari Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono menandakan sidang pun dimulai. Dilanjutkan dengan pembacaan kesaksian Edward Azran oleh JPU melalui berkas BAP. Disebutkan, Edward Azran selaku Kepala Bappeda Pemkab Kutim termasuk di dalam anggota TAPD. Di dalam tim itu, terdiri dari lima orang pejabat setingkat kepala dinas yang diketuai oleh Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutim. Dua orang di dalam TAPD itu ada nama Musyafa, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Suriansyah, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Mereka kini berstatus tersangka dalam kasus suap yang menyeret nama Bupati Kutim nonaktif Ismunandar dan Istrinya Encek UR Firgasih, Ketua DPRD Kutim. Kepada penyidik di dalam BAP itu, Edward mengaku tidak berdaya menghadapi pokok pikiran (Pokir) DPRD. Sehingga semua usulan aspirasi DPRD itu hanya sekadar ia masukan ke dalam daftar Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Sesuai permintaan Encek UR Firgasih, Musyafa, dan Ismunandar. Sebelum nantinya berubah menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dijelaskannya, pada 7 Januari 2020, Bupati Kutim mengirimkan surat perihal penyampaian Pokir DPRD untuk dimasukkan dalam RKPD. Kemudian pada 30 Januari, giliran Encek UR Firgasih yang mengirimkan surat serupa, namun dengan mencantumkan nama-nama 40 anggota DPRD pemilik Pokir tersebut. Dari setiap nama itu, disertai pula kegiatan pengerjaan hasil dari reses dan aspirasi pembangunan serta jumlah anggarannya. Total anggaran dari Pokir DPRD kala itu sebesar Rp 256 miliar. Dengan nilai setiap kegiatannya di angka Rp 200 juta. Edward mengaku tidak mengetahui perihal adanya indikasi menghindari proses lelang dari Pokir DPRD, ataupun dugaan revisi TAPD atas usulan DPRD. "Saya melihat, Sekkab saja tak berdaya menghadapi usulan Pokir, apalagi saya yang sekadar anggota di TAPD," ungkap Edward di dalam berkas BAP miliknya. Ditambah lagi, Lanjut Edward, ada omongan kalau Pokir DPRD Kutim tidak boleh diganggu. Hal tersebut disampaikan oleh Encek sebagai Ketua DPRD Kutim. Atas dasar itulah, Edward menganggap seluruh usulan Pokir tersebut harus dipenuhi. Disebutnya, nilai proyek di angka Rp 200 juta dalam kegiatan Pokir, kemungkinan untuk menghindari lelang. Hal itu bisa saja guna mengikat atau pun memelihara konstituen atas janji semasa kampanye. Seharusnya, saran pendapat berupa Pokir DPRD menjadi tugas organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menyelaraskan dengan RPJMD. Seharusnya pula, OPD mengetahui apa saja Pokir DPRD yang ditempatkan di setiap instansinya. Sementara itu, diketahui total alokasi anggaran penanganan COVID-19 di Kutim sebesar Rp 106 miliar. Jumlah itu merupakan potongan 35 persen dari belanja modal dan barang milik Pemkab Kutim. "Tapi DPRD (Encek, Red) meminta Pokir jangan dipotong. Sehingga anggaran yang ada dipindahkan ke 2021, dengan tidak mengurangi jatah pokir yang sudah ada," jelasnya. Edward mengaku mengetahui proyek kegiatan di Dinas Pendidikan, seperti pembangunan mandi cuci kakus (MCK) di Sekolah Dasar 003 Kaliorang, sebanyak 52 kegiatan dengan nilai Rp 11 miliar. Kemudian ada pula kegiatan pembangunan di Sekolah Dasar 001 di Sangatta Utara. Total kegiatan senilai Rp 79 miliar. Kegiatan itu berasal dari Pokir DPRD yang disampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Yang kemudian pengerjaannya dikerjakan oleh kontraktor milik terdakwa Deki Aryanto. Pengerjaan itu didapatkan melalui Pokir yang disampaikan Encek UR Firgasih ke Bappeda Pemkab Kutim, melalui surat yang diserahkan oleh stafnya. Seperti yang telah terungkap dalam fakta persidangan sebelumnya. Encek memang memiliki kedekatan dengan terdakwa Deki Aryanto. Encek kerap meminta dibelikan sejumlah barang mewah berupa kendaraan hingga uang tunai. Adapun timbal balik yang didapatkan dari pemberian itu, Deki menerima pengerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di Dinas Pendidikan sebesar Rp 45 miliar. Singkat cerita, usai JPU membacakan kesaksian di dalam berkas BAP milik Edward Azran, terdakwa memilih untuk tidak membantah dan membenarkan semua keterangan itu. Majelis Hakim kemudian melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan keterangan terdakwa. Namun karena penasihat hukum kedua terdakwa belum bersedia, maka sidang kembali ditunda dan dilanjutkan pada Senin (9/11) mendatang. Sementara itu, dikonfirmasi terpisah terkait pelimpahan berkas hingga jadwal persidangan Bupati Kutim nonaktif Ismunandar beserta empat pejabat tinggi Kutim lainnya, masih belum diterima pihak PN Samarinda. "Belum ada pelimpahan, belum ada lagi kabarnya, kalau sudah masuk nanti kami kabarkan jadwal sidang dan siapa susunan majelis hakimnya," singkat Abdul Rahman Karim, Juru Bicara Hakim PN Samarinda. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: