Serangan Siber Makin Ngeri!

Serangan Siber Makin Ngeri!

Meningkatnya aktivitas internet di Indonesia sebagai dampak pandemi, turut mengerek risiko terjadinya serangan siber. Di Samarinda, 35 pengemudi ojek daring menjadi korban order fiktif. Sementara pengambil-alihan akun WhatsApp juga menimpa warga. Menurut data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), selama periode semester pertama tahun 2020, telah terdeteksi 149.783.617 serangan siber.

Jumlah ini hampir mencapai lima kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. BSSN mencatat 29.627.343 serangan pada 2019. Angka ini dipublikasikan TikTok yang melakukan riset bersama Onno Center dan  Center for Digital Society (CfDS), baru-baru ini. Upaya serangan siber masih banyak dilakukan melalui platform media sosial dan komunikasi. Ini bisa dipahami, mengingat tingginya tingkat penggunaan media sosial melalui ponsel pintar. “Untuk menjamin kemajuan teknologi bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, keamanan ekosistem digital menjadi penting untuk dipertahankan,” tulis kajian yang laporannya dimiliki Disway-Nomor Satu Kaltim. Baca Juga: 35 Driver Ojek Daring Jadi Korban Order Fiktif BSSN juga mencatat ada 88,4 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia, selama Januari- April 2020. Sedangkan konsultan hukum industri perangkat lunak, Business Software Alliance (BSA) menyebutkan, 83% perusahaan di tanah air rentan diretas. Dengan adanya pandemi COVID-19 ini, dimana kegiatan sekolah dan perkantoran dilakukan secara jarak jauh, pengguna internet tak punya pilihan lain kecuali lebih berhati-hati menggunakan situs atau internet secara umum. Serangan siber yang berpotensi semakin meningkat ini tidak hanya melibatkan pengguna individu, tetapi juga pemangku kepentingan yang lebih luas. Mulai dari perusahaan atau industri sebagai penyedia layanan jasa, sektor akademis yang mempersiapkan sumber daya manusia, dan juga pemerintah sebagai regulator, salah satunya dalam hal keamanan siber. Laporan yang ditulis harian ini pada Senin (26/10/2020) kemarin, terungkapnya sedikitnya 35 pengemudi ojek daring menjadi korban pemesanan fiktif. Modusnya, pelaku memesan sejumlah makanan atau minuman dengan alamat pengantaran Kantor Polsek Samarinda Kota. Pelaku menggunakan seragam polisi dan mengaku sebagai anggota Polsek Samarinda Kota. Pelaku juga memesan voucher pulsa senilai ratusan ribu rupiah. Yang cukup mengherankan, para korban rata-rata baru bekerja. Dwi Mohammad Soleh (31) misalnya, baru dua hari bekerja. Sementara korban order fiktif lainnya, Dedi (38) belum genap sepekan bekerja.  Sebelumnya, Rustam (28) juga warga Samarinda juga tertipu ketika belum lama tergabung dalam ojek online. Selain order fiktif, pengambil-alihan akun WhatsApp dialami warga Balikpapan. Sari (30) tak bisa mengakses akun miliknya setelah menerima kode OTP (One Time Pasword). “Setelah berpindah tangan, akun sempat online dan bisa dihubungi dengan nomor lain, tetapi tidak menjawab panggilan,” katanya. Staf sekretariat salah satu asosiasi pengusaha itu sempat panik karena sejumlah nomor penting  terhubung dengan akun itu. Ia khawatir, pelaku menggunakan akun miliknya untuk menipu, atau melakukan kejahatan lain. Dugaan peretasan sempat dialami Slamet Brotosiswoyo. Akun WA milik Ketua Apindo Kaltim itu tak bisa menerima maupun melakukan panggilan suara. “Hanya bisa mengirim dan menerima pesan,” katanya. Namun akun WhatsApp nya kembali pulih dua hari kemudian.

POLISI BELUM TINDAK LANJUTI

Kendati sudah banyak yang menjadi korban, kejahatan transaksi elektronik tak langsung ditindaklanjuti aparat setempat. "Kita tidak bisa tindaklanjuti, karena korban tidak melapor. Dan setahu saya, kerugian perorangnya itu dibahwah Rp 2,5 juta," ungkap Kanit Reskrim Polsek Samarinda Kota Iptu Suyatno ketika dikonfirmasi. Suyanto mengatakan memang kerap mendapati driver ojol yang beberapa kali membawa pesanan makanan dan minuman dari orang yang bernama Wijaya. Namun nama orang yang disebutkan itu, dipastikan bukanlah Anggota Polri yang bertugas di Polsek Samarinda Kota. "Memang ada beberapa kali yang saya tahu mengantarkan pesanan. Karena tahu mereka ditipu, jadi terkadang anggota kami yang talangi (ganti rugi)," ucapnya. Selain itu, Suyatno turut mengetahui perihal modus yang selalu digunakan pelaku ketika menipu para korbannya. Yakni mencari keuntungan dari Pulsa yang dibelikan oleh si ojol. "Jadi pelaku biasanya memesan makanan ringan sama minuman. Nanti minta juga dibelikan pulsa, ada yang dimintai diisikan Rp 100 ribu ada yang Rp 50 ribu juga. Setelah korban sampai di Polsek, pelaku tidak bisa dihubungi," kuncinya. Ditanya lebih lanjut terkait penanganan yang akan dilakukan pihaknya agar kasus tersebut tak kembali terulang, Suyatno hanya meminta media ini untuk mengkonfirmasi jajaran di Polresta Samarinda. "Mungkin coba ditanyakan ke Polresta. ini karena korbannya tidak melaporkan dan kerugian di bawah Rp 2,5 juta. Kami belum bisa tindak lanjuti," pungkasnya. Sementara itu dihubungi terpisah, Kasubag Humas AKP Annisa Prastiwi mengaku baru mengetahui perihal tindak penipuan berupa orderan fiktif yang dialami para driver ojol tersebut. "Saya koordinasi lagi dengan Unit Reskrim Polsek Samarinda Kota, bagaimana tindakan kita selanjutnya nanti saya informasikan lagi," kata Annisa.

BUKAN BARANG BARU

Orderan fiktif di dunia ojek online (ojol) bukanlah hal baru. Sejak aplikator transportasi daring itu masuk ke Kaltim. Sejak itu pula berbagai modus penipuan kerap terjadi dan menimpa para driver ojol. Orderan fiktif ini banyak rupanya. Ada yang pesan makanan lalu mendadak hilang kontak. Padahal kebanyakan yang dipesan banyaknya bukan main. Untuk ukuran driver ojol. Ada juga yang pesan pengantaran orang, ketika didatangi ke lokasi jemput. Hilang kontak. “Kebanyakan memang iseng,” kata Edi Purwanto, salah seorang driver ojol di Samarinda, Senin (26/10) petang. Tapi modus tipu-tipu yang lebih serius juga ada. Seperti awalnya memesan makanan, sampai meminta dibelikan pulsa. Selepas dibelikan pulsa,  pemesan akan menghilang. “Ini yang bahaya. Karena pulsa tidak bisa diklaim ke kantor untuk diganti. Kalau pesanan yang diaplikasi bisa,” lanjutnya. Ada juga yang menelepon pengemudi mengaku dari kantor pusat. Gaya bicaranya cukup meyakinkan. Sehingga di awal-awal modus ini berlaku, banyak driver yang terkecoh. Para penipu kebanyakan meminta data penting dari driver. Dengan data itu, penipu bisa mengakses akun driver. Untuk selanjutnya dikuras uang non tunainya. Atau akunnya dipakai untuk melakoni kejahatan lain atas nama driver yang akunnya diambil itu. Tapi belakangan modus ini jarang terjadi. Sebabnya driver sudah makin pintar dan terbiasa mendapat perlakuan seperti itu. Menurut Edi, driver berada di posisi serba sulit. Mau melapor ke polisi, tapi jumlah kerugian tidak terlalu besar. Hanya puluhan sampai ratusan ribu. Sehingga sulit untuk diproses. Para driver kemudian punya cara tersendiri untuk menghukum pemesan orderan fiktif. Terutama driver yang sudah tergabung dengan komunitas ojol. Baik sesama aplikator, atau lintas aplikator. Jika terjadi orderan fiktif, keberadaan pemesan akan dicari. Lalu didatangi ramai-ramai. Tidak untuk dihakimi, tapi lebih pada diinterogasi. Seperti kata Edi di atas, kebanyakan modusnya iseng. “Karena memang mereka tidak dapat apa-apa dari orderan fiktif ini. Cuma mau ganggu driver aja,” jelasnya. Setelah puas diinterogasi. Hampir semua penggerebekan berakhir damai. Si penipu hanya diminta membuat surat pernyataan tidak mengulangi lagi. Prinsip kekeluargaan masih dipegang para driver. Tapi kalau mengulang lagi, maka akan langsung diseret ke jalur hukum. Dari beberapa kali menggerebek itu, diketahui mayoritas penipu adalah laki-laki. Sebagai tindakan pencegahan, berbagai komunitas ojol di Samarinda ini kerap mengadakan edukasi. Melalui pesan berantai di berbagai grup WhatsApp. Sekretaris Komunitas Grab Kalimantan Timur (KGKT) itu mengimbau sesama driver untuk tidak menjual akun ketika sudah memiliki pekerjaan lain. Karena tak sedikit kasus penipuan yang mengatasnamakan driver. Sudah dipastikan akun yang digunakan adalah akun orang lain. Yang awalnya dari beli ke driver yang memilih pensiun. Sistem verifikasi muka yang diterapkan aplikator sebenarnya sedikit efektif untuk menekan jual beli akun. Namun masih ada celah untuk jual beli akun. Ia berharap kasus penipuan order fiktif ini bisa hilang. Entah itu yang berkedok iseng atau memang mencari keuntungan.  (aaa/ava/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: