Ancaman Disintegrasi karena Konflik Antar Umat Beragama di India

Ancaman Disintegrasi karena Konflik Antar Umat Beragama di India

New Delhi, nomorsatukaltim.com - Protes India dan kerusuhan berdarah antara umat Hindu dan Islam pecah di tengah kecaman terhadap Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA). Meski korban jiwa yang terjadi patut disesali, gelombang protes kali ini telah menyoroti momentum yang diraih oleh sekulerisme dan umat muslim India yang bersatu menuntut kesetaraan di hadapan konstitusi.

Gesekan antara umat Hindu dan Islam adalah peristiwa permanen di kehidupan bangsa India. Serangan berkala dn kerusuhan berdarah sering terjadi. Namun, sejak kebangkitan Perdana Menteri Narendra Modi dan Partai Bharatiya Janata (BJP), kekerasan terhadap umat muslim telah meningkat. Baru-baru ini, kekerasan kembali terjadi selama kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke India. Saat itu umat Hindu memukul dan menembak umat muslim di Delhi. Sementara muslim melawan balik untuk membela diri.

Dalam apa yang tampaknya menjadi pola penargetan terhadap muslim, Pemerintah India telah memberlakukan kondisi seperti pengepungan terhadap penduduk muslim di negara bagian Kashmir. Pemerintah juga telah mengesahkan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA) baru. Yang dapat membuka pintu bagi diskriminasi hukum terhadap umat Muslim. Pada saat yang sama, lembaga penegak hukum telah mengabaikan kekerasan berdarah yang ditujukan terhadap muslim.

Tidak diragukan lagi, Pemerintahan Modi telah menguatkan para pendukung Hindutva. Mereka percaya, India harus menjadi negara Hindu. Ini adalah tantangan besar bagi muslim India untuk berurusan dengan bagian kuat dari mayoritas Hindu. Yang bertekad mencampurkan agama dengan politik dan memperkuat komunalisme.

Saat ini, banyak nasionalis Hindu tampaknya meyakini misi hidup mereka untuk merampas hak-hak setara muslim India atau bahkan mengusir mereka. Kalangan nasionalis Hindu juga ingin memperkenalkan kitab suci keagamaan Hindu ke dalam hukum India.

MUSLIM DI INDIA

Sangatlah penting untuk diingat, muslim adalah minoritas terbesar di India. Lebih dari 14 persen populasi. Ada suatu masa ketika umat Hindu dan muslim dapat hidup berdampingan dan memperjuangkan kebebasan melawan pemerintahan kolonial Inggris. Mereka dengan tegas menolak teori yang disebarkan oleh politisi yang haus kekuasaan bahwa umat Hindu dan muslim tidak bisa hidup bersama di satu negara. Hari ini, menyarankan muslim India adalah anti-nasional dan liyan (the others), seperti yang dilakukan beberapa orang, adalah gagasan yang tidak masuk akal.

Terlepas dari ancaman pengucilan politik dan sosial, umat muslim belum mundur atau mengadopsi cara perlawanan yang keras. Muslim India memiliki keunggulan yang tidak seperti negara-negara Asia otoriter lainnya. Karena India adalah negara demokrasi. India memiliki konstitusi sekuler, proses pemilihan yang tidak memihak, peradilan yang independen, demokrasi yang hidup, pers yang relatif bebas, dan tentara yang menjauh dari politik. Sudah waktunya umat muslim untuk menguji lembaga-lembaga India untuk mendapatkan ganti rugi hukum dan perlindungan konstitusi.

Faktanya, muslim India seperti halnya semua orang India prihatin dengan kemiskinan, lapangan pekerjaan, dan pendidikan. Ekonomi yang melambat dan meningkatnya pengangguran telah melukai semua orang. Ekonomi India diperkirakan akan tumbuh pada tingkat terendah dalam lebih dari satu dekade.

Ketidakharmonisan sosial, perlambatan ekonomi, dan meningkatnya kemiskinan mengancam kemajuan India. Mereka melukai citra Modi sebagai pemimpin yang kuat dan berorientasi bisnis. Jika ekonomi terus melemah, Modi mungkin perlu memanfaatkan semua kharismanya. Untuk mengendalikan gerombolan pengikut yang tidak puas. Dia pasti menginginkan gelombang protes dan kekerasan India mereda. Agar denyut kehidupan bangsa kembali seperti sediakala.

SEKULERISME

Selain itu, menurut pendapat Saad Hafiz dari The Globe Post, terdapat tanda-tanda menggembirakan bahwa sekulerisme India, yang telah mengalami kemunduran selama beberapa waktu, kini telah menemukan momentum. Kampanye pembangkangan sipil yang luar biasa di India terhadap UU Kewarganegaraan baru patut dipuji. Protes India terhadap UU tersebut menyatukan semua orang India dari berbagai kalangan tanpa memandang agama. Termasuk wanita dan mahasiswa. Sebagai bagian dari mobilisasi anti-Hindutva. Ancaman serius yang ditimbulkan terhadap bangsa India yang sekuler dan pluralis oleh kaum nasionalis Hindu sedang menghadapi tantangan setimpal.

Ketika Modi memenangkan masa jabatan kedua pada Pilpres India 2019, sepertinya dia tidak bisa berbuat salah dalam periode keduanya. Beberapa pihak mempertanyakan bagaimana Modi memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Ini adalah skrip kuno yang telah teruji zaman. Di India, kemenangan semacam itu berarti menarik kalangan mayoritas Hindu, menyalahkan minoritas muslim dan Pakistan untuk semua penyakit negara, dan menggunakan media yang mudah dipengaruhi untuk menyuarakan kebenaran versi BJP. Formula itu bekerja hingga munculnya masalah sosial dan ekonomi yang serius. Gerakan oposisi pun menimbulkan tantangan dan memaksa Modi untuk membela rekam jejak kepemimpinannya.

Saat ini, situasinya telah melampaui hanya menganggap gerakan oposisi sebagai “anti-nasional” dan “rayap” yang bertekad untuk menggagalkan kebangkitan India di panggung dunia. Faktanya, pemerintah membayar harga setimpal. Karena telah kurang fokus pada masalah ekonomi yang mendesak dan lebih mementingkan agenda sosial dan politiknya yang sempit. Akibatnya, oposisi yang bersatu sampai saat ini telah mengambil hati. Mereka memanfaatkan celah akibat beberapa kebijakan BJP yang kontroversial. Sangat mengharukan melihat muslim India memainkan peran aktif dalam oposisi demokratis yang bersatu.

Terlepas dari kemunduran baru-baru ini, BJP memiliki mayoritas yang kuat, cukup untuk mengatasi tantangan pemilihan untuk kepemimpinannya. Namun, mungkin sudah waktunya introspeksi dan koreksi diri. Modi dan BJP harus meyakinkan negara, mereka tidak memiliki niat untuk menenggelamkan perbedaan pendapat dan menumbangkan institusi nasional demi meraih manfaat politik.

Pada saat yang sama, Saad Hafiz menyimpulkan, pemerintah harus meyakinkan minoritas. Khususnya muslim India. Mereka adalah bagian integral dari masyarakat India. Pemerintah dengan tegas menentang kekerasan dan diskriminasi yang ditujukan terhadap kelompok rentan. Tidak seperti sebelumnya, keharmonisan sosial kini sangatlah penting dalam pawai kesuksesan India menuju posisi yang selayaknya di panggung dunia.

KONFLIK BERDARAH

Pada 24 Februari, gerombolan nasionalis Hindu turun ke bagian timur laut ibu kota India, New Delhi, dan menimbulkan kekacauan selama empat hari, dengan menargetkan bisnis dan rumah muslim. Lebih dari 50 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat kekerasan.

Setelah serangan tersebut, penulis Al Jazeera Vidya Subrahmaniam mengunjungi salah satu lingkungan yang paling parah terkena dampak, Shiv Vihar, dan menyaksikan kehancuran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: