Azra: Pemerintah Tak Punya Empati

Azra: Pemerintah Tak Punya Empati

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. (IN)

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai, pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19 secara implisit menunjukkan rasa tidak empati pada korban yang meninggal dunia akibat terjangkit virus corona.

Hal ini ia katakan menyusul pernyataannya yang memilih golput di Pilkada 2020. “Karena jika pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember, sementara pemerintah gagal mengendalikan COVID-19, maka ini secara implisit tidak memiliki empati kepada mereka yang telah jadi korban wabah,” kata Azra, Senin (21/9) malam.

Azra juga menilai pelaksanaan Pilkada 2020 berpotensi memunculkan klaster baru COVID-19. Bahkan, lanjut dia, saat ini sudah banyak calon kepala daerah yang terjangkit COVID-19.

“Sekarang saja lebih 60 calon positif corona dan banyak komisioner KPU di pusat dan daerah juga terinfeksi,” ujarnya.

Ia pun akhirnya memilih golput saat Pilkada 2020. Dengan alasan solidaritas kemanusiaan pada korban yang meninggal dunia akibat pandemi COVID-19.

“Saya golput Pilkada 9 Desember 2020. Sebagai ungkapan solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat akibat wabah corona atau terinfeksi COVID-19,” ucap dia.

Sebelumnya, Komisi II DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berpendapat, pandemi COVID-19 di Tanah Air masih terkendali. Hal itu menjadi salah satu alasan DPR dan pemerintah sepakat tetap melaksanan Pilkada 2020 pada 9 Desember.

“Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung, masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desmeber 2020,” kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat, Senin lalu.

Namun, Komisi II meminta agar penerapan protokol COVID-19 dilaksanakan secara konsekuen dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.

Karena itu, Komisi II pun meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020. Yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi COVID-19.

Doli mengatakan, revisi PKPU diharapkan dapat mengatur secara spesifik soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.

Selain itu, mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.

Kemudian penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol COVID-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan KUHP. (kmp/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: