Selandia Baru Alami Resesi Pertama dalam Satu Dekade

Selandia Baru Alami Resesi Pertama dalam Satu Dekade

“Kita memiliki peluang untuk melakukan sesuatu yang belum dicapai negara lain: penghapusan virus,” katanya kepada penduduk Selandia baru dalam sebuah briefing pada 16 April.

“Pemerintah benar-benar pandai mengelola harapan masyarakat,” kata seorang warga Selandia Baru dari ibu kota Wellington.

“Kami diberi tahu bahwa butuh waktu 2 minggu untuk melihat tanda-tanda bahwa lockdown itu akan berdampak pada angka-angka (kasus COVID-19). Ini membuat tujuan lockdown itu mudah dipahami dan diterima,” katanya.

Pyzik juga meyakini bahwa pemerintah menyampaikan pesannya dengan benar. “Pesan yang konsisten tentang memprioritaskan kesehatan dan komunikasi yang intens serta konferensi pers harian langsung ke masyarakat, termasuk anak-anak, membantu mencapai penerimaan luas dari masyarakat,” katanya.

Kedua, tingkatkan kapasitas pengujian. Pada Mei 2020, Ardern mengumumkan bahwa negara itu dapat memproses hingga 8.000 tes per hari. Ini berarti salah satu tingkat pengujian tertinggi per kapita di dunia. Secara total, Selandia Baru telah menguji hampir 295.000 orang pada Juni. Sekali lagi, hal ini menunjukkan tingkat pengujian per kapita yang relatif tinggi.

Shaun Hendy, kepala Te Punaha Matatini, sebuah badan ilmiah yang memberi nasihat kepada pemerintah dalam merespon pandemi COVID-19, mengatakan kepada situs berita Axios, lockdown ketat Selandia Baru memudahkan pelacakan kontak terhadap orang yang berkontak dengan pasien terinfeksi COVID-19. Sehingga negara itu dapat lebih mudah melacak orang yang perlu diisolasi ketika kasus diidentifikasi.

Pyzik sepakat bahwa langkah itu efektif. “Mengikuti saran WHO tentang pengujian massal dan pelacakan kontak yang kuat adalah kunci untuk membatasi jumlah kematian,” katanya.

Ketiga, Letak geografis yang membawa keuntungan. Fakta bahwa Selandia Baru adalah pulau yang relatif terisolasi, telah sangat membantu negara itu merespons pandemi.

Selandia baru memiliki kontrol yang lebih besar terhadap siapa saja yang bisa masuk, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki perbatasan darat yang lebih luas.

Selain itu, negara ini juga memiliki kepadatan populasi yang relatif rendah. Sehingga virus tidak dapat menyebar dengan mudah melalui penularan komunitas. Karena lebih sedikit orang yang bertemu satu sama lain.

Pyzik berpendapat, langkah-langkah yang tepat telah membuat Selandia Baru mampu menangani pandemi COVID-19.

“Sebagai negara pulau terpencil yang tidak banyak penduduknya, pengujian massal dan penutupan perbatasan untuk menghentikan penyebaran COVID-19 akan sulit untuk ditiru di tempat lain. Dengan tingkat keberhasilan yang sama,” katanya.

Namun, bukan berarti langkah-langkah Selandia Baru tidak dapat digunakan sebagai patokan oleh negara lain. “Terlepas dari keuntungan populasi Selandia Baru yang kecil dan lokasi yang terpencil, pelajaran yang bisa dan harus dipelajari oleh negara-negara lain, adalah tentang pentingnya bergerak cepat,” tambahnya.

Keempat, mengikuti anjuran penanganan pandemi dengan benar. Pemerintah Selandia Baru mengikuti pedoman terbaik untuk menangani pandemi COVID-19. “Landasan dari respons pandemi untuk setiap negara adalah harus menemukan, menguji, mengisolasi, dan memedulikan setiap kasus, dan untuk melacak dan mengarantina setiap kontak,” kata Pyzik.

“Itulah pertahanan terbaik setiap negara terhadap COVID-19 dan itulah bagaimana Selandia Baru berhasil mengatasi COVID-19,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: