Memaknai Hari Kemerdekaan RI (Refleksi Diri Seorang Guru)
Pekan-pekan ini, kita melihat umbul-umbul warna warni dengan berbagai macam ukuran dan bentuk serta bendera merah putih berkibar dimana-mana. Di jalan raya, di gang-gang, di halaman rumah, di kantor-kantor, juga di sekolah. Ya, hari ini kita kembali memperingati sebuah momen yang sangat bersejarah bagi kita bangsa Indonesia. Sebagai apapun kita, rasanya hati dan jiwa kita pasti tergugah dan terpanggil untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, yaitu peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tidak terkecuali pada tahun ini, di mana kita masih diliputi perasaan was-was dan selalu menjaga diri dengan melaksanakan protokol kesehatan, akibat pandemi COVID-19. Rasa ingin terlibat dalam euphoria kemeriahan dirgahayu RI tahun ini begitu kuat. Namun kondisi dan situasi membatasi kita. Walaupun demikian peringatan HUT ke-75 RI tahun ini tetap dilaksanakan diberbagai instansi baik pemerintahan maupun swasta, di kantor-kantor, tidak terkecuali juga di sekolah. Walaupun semua pelaksanaan diselenggarakan dengan protokol kesehatan dimana peserta dan petugas wajib menggunakan masker dan menjaga jarak. Merasakan nuansa hari merdeka ini, saya teringat sebuah lirik lagu Qasidah berjudul “Merdeka Membangun” yang di populerkan oleh tim Qasidah Nasida Ria yang populer di awal 90an, yang biasanya juga sering didendangkan di bulan Agustus, selain lagu Hari Merdeka dan lagu-lagu nasional lainnya. Dengan berkah rahmat Nya Indonesia merdeka Bebas dari penjajahan dan penindasan Kita syukuri rahmat Ilahi Dengan bersatu membangun RI Merdeka berarti harus membangun Bukan untuk pribadi atau golongan Makmur untuk semua Adil untuk semua Hukum pun berlaku untuk semua Merdeka bukanlah bebas tanpa hukum Merdeka bukanlah menang berkuasa Merdeka berarti bersatu membangun Allah mencintai umat yang membangun Allah membenci umat yang membuat rusak Walaupun lagu ini adalah tembang lawas yang mungkin sudah tidak dikenal oleh generasi millenial saat ini, tapi tampaknya makna yang terkandung didalamnya masih sangat relevan sampai dengan saat ini. Sebuah syair yang disusun apik dan mendalam, yang darinya kita diingatkan tentang makna kemerdekaan yang hakiki. Merdeka berarti membangun, bukan untuk pribadi atau golongan, tetapi membangun untuk kepentingan orang banyak, untuk ummat dan bangsa, sehingga adil dan makmur tidak hanya dirasakan oleh segelintir orang. Demikian juga dengan penegakan hukum, berlaku untuk semua kalangan, siapapun dan apapun status sosialnya. Merdeka bukanlah dimaknai bebas tanpa aturan. Merdeka juga bukan berarti semena-mena berkuasa. Tetapi merdeka berarti membangun dengan kekuatan persatuan. Lebih menarik lagi, syair ini tidak hanya kaya akan makna filosofis, tetapi ia ditulis berdasarkan firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah (2) Ayat 11, yang artinya : [Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kalian merusak di bumi,” mereka menjawab: "Sesungguhnya kami (adalah) orang yang membangun."] Sebagai seorang guru, HUT RI adalah sebuah momen yang tidak boleh kita lewatkan dan menjadi momentum yang tepat bagi kita untuk melakukan refleksi diri dalam memaknai peran kita sebagai agen pembangun dalam mengisi kemerdekaan RI. Pekerjaan mulia yang kita lakukan sangat menentukan wajah bangsa ini ke depan. Peran guru sebagai agen pembangun sangat krusial, karena guru tidak hanya membangun fisik dan pola fikir, tetapi pembangunan yang dilakukan seorang guru menyentuh hal yang sangat mendasar, yaitu membangun dan menguatkan karakter generasi muda bangsa, yang kelak akan menjadi penentu bagi pembangunan peradaban bangsa ke depan. Anak-anak didik kita yang sekarang duduk di bangku sekolah, yang memerlukan sentuhan kita, yang masih menggugu dan meniru para gurunya, yang selalu ingin mendengar nasehat dari gurunya, yang penuh antusias dan bertanya tentang apapun kepada gurunya, insyaAllah 20 – 30 tahun yang akan datang, kelak akan memimpin bangsa ini menggantikan dan meneruskan estafeta perjuangan dalam membawa bangsa ini menuju bangsa yang lebih maju. Dalam masa pandemi COVID-19 sekarang ini, seperti yang sama-sama kita rasakan, sudah hampir 4 bulan efektif proses kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sebuah dilema antara harapan dan kenyataan. Pemerintah sudah berusaha melakukan langkah-langkah penyesuaian untuk mengawal proses pembelajaran dimasa pandemi ini. Mulai dari mengatur teknis pembelajaran hingga penyesuaian muatan kurikulum beserta mekanisme evaluasi. Tentu ini semua untuk menjaga agar proses dan mutu pendidikan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun demikian tidak semudah yang kita bayangkan. Fakta di lapangan ada kendala-kendala teknis yang dihadapi, mulai dari masalah jaringan hingga bagaimana agar proses penguatan pendidikan karakter tetap dapat dijalankan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pejuang pendidikan (baca : guru), di mana guru tidak hanya tuntas dalam capaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan tetapi sekaligus bagaimana caranya agar pembentukan karakter sebagai kompetensi sikap tetap tercapai sesuai harapan. Dalam sebuah webinar pendidikan, yang mengangkat tema “Peran dan Fungsi Guru dalam pembentukan Karakter Remaja” pada tanggal 9 Agustus yang lalu, Ibu Ammy Fidyanti, S.Si., M.Pd sebagai narasumber menyampaikan tentang sebuah ide gerakan yang menurut saya sangat baik untuk di adopsi para guru, yaitu Gerakan Inspirasi 15. Gerakan ini sebagai sebuah ide untuk selalu memberi inspirasi kebaikan kepada anak didik kita sebelum mereka mengikuti rangkaian pembelajaran di kelas. Sebagaimana istilah yang digunakan, Gerakan Inspirasi 15 ini dilakukan kurang lebih 15 menit di awal pembelajaran sebagai pembuka. Kontennya bisa berupa kisah dan hikmah dari sejarah, pahlawan nasional, kisah religius, ataupun kisah keseharian yang humanis. Ini dilakukan agar anak-anak tetap mendapatkan inspirasi baru dari setiap guru yang memberikan materi pelajaran. Sehingga walaupun PJJ, kita masih bisa memberikan muatan tambahan diluar konten materi pembelajaran yang akan kita berikan. Mungkin masih banyak lagi ide dan gagasan positif yang dapat kita lakukan agar proses pembelajaran tetap menyentuh aspek yang sangat mendasar, yaitu pendidikan karakter. Nah untuk keperluan itu, tentu menuntut guru harus update, membuka diri dengan sesuatu yang baru dan kekinian, tidak bisa tidak guru harus terus belajar agar adaptip terhadap perubahan (agile) sehingga mampu menaklukkan tantangan-tantangan yang ada. Jangan sampai seorang guru dalam melaksanakan tugasnya, bermaksud membangun, tapi karena keterbatasan ilmu dan wawasan, ternyata justru kurang mendidik, karena tidak mampu mencontohkan sesuatu yang layak untuk ditiru oleh anak didiknya. Di sinilah pentingnya seorang guru terus meningkatkan kapasitas personalnya, bukan hanya pada hal-hal yang bersifat kontemporer, tetapi juga penguatan mental spiritual yang akan mengawal dan mengiringi inovasi dan kreasi yang kita lakukan. Selanjutnya, untuk semua pejuang pendidikan, ayo kita tetap semangat dalam menimba ilmu, meningkatkan kompetensi keguruan kita, tidak henti mengoreksi diri dan menularkan kebaikan kepada anak didik. Akhirnya penulis mengucapkan Dirgahayu RI untuk semua pembaca budiman, semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita menjadi generasi pembangun yang terus berkontribusi dalam mengisi kemerdekaan RI. (*/boy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: