Pandemi Hilangkan Satu Generasi Paskibraka
OLEH: DANANG AGUNG*
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia identik dengan upacara pengibaran dan penurunan bendera kebangsaan Indonesa, sang merah putih, yang dilakukan oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Tahun ini menyisakan catatan tersendiri untuk Paskibraka angkatan 2020. Sejak Paskibraka berdiri pada 1968, pasukan ini memiliki formasi Pasukan 17/pengiring (pemandu), Pasukan 8/pembawa bendera (inti) dan Pasukan 45/pengawal. Pada tahun 2020 ini, pasukan tersebut tak nampak. Paskibraka hanya diwakili tiga orang pasukan pengibar bendera.
Paskibraka ini direkrut dari proses seleksi pelajar-pelajar terbaik dari seluruh Nusantara. Untuk tingkat provinsi, mereka dihadirkan dari kabupten/kota. Sedangkan Paskibraka untuk tingkat kabupaten/kota berasal dari kecamatan atau sekolah di daerah. Palajar calon Paskibraka mengikuti proses seleksi dari fisik, baris-berbaris, kesehatan hingga pengetahuan akademik dan umum. Semua peserta sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk mengikuti penjaringan menjadi calon Paskibraka.
Menjadi Paskibraka itu merupakan sebuah impian tersendiri bagi generasi muda Indonesia. Kelompok pasukan ini dibentuk bukan sebagai figur gagah-gagahan dan menonjolkan kecantikan fisik semata. Namun Paskibraka sejak dilahirkan diperuntukkan sebagai simbol perekat NKRI dari Sabang sampai Merauke. Sehingga sejak dini mereka menghargai dan menghormati merah putih. Hal ini selalu diajarkan dan ditanamkan dalam dada anggota Paskibraka.
Pandemi COVID-19 menjadi cerita tersendiri. Sehingga proses seleksi Paskibraka pada tahun 2020 di seluruh pelosok negeri ditiadakan. Penulis dapat memahami keputusan dilematis ini. Karena adanya penyebaran COVID-19 dengan korban kian meningkat dan bertambah. Salah satu cara memutus percepatan penyebarannya dengan mengurangi berbagai kegiatan yang mengumpulkan massa. Salah satunya meniadakan proses seleksi, pelatihan, dan pengasramaan kegiatan Paskibraka.
Beberapa daerah memiliki cerita tersendiri mengenai perekrutan calon Paskibraka 2020. Segala persiapan beberapa pemerintah sebenarnya sudah cukup matang. Sosialisasi dan proses seleksi awal sebenarnya berjalan. Namun dengan pandemi COVID-19 yang belum menunjukkan ke arah yang lebih baik membuat keputusan dilematis diambil oleh setiap pemerintah daerah untuk meneruskan atau meniadakan seleksi calon Paskibraka 2020. Akhirnya hampir seluruh daerah meniadakan proses seleksi Paskibraka 2020.
Prosesi pengibaran dan penurunan sang merah putih menggunakan Paskibraka tahun sebelumnya. Dengan jumlah yang terbatas sesuai dengan arahan pemeritah pusat dan teknis pelaksanaan pengibaran dan penurunan sang merah putih mengikuti tata cara yang dilakukan di Istana Negara. Dan prosesi tersebut sudah kita lihat bagaimana bentuk dan caranya. Hanya ada tiga personel Paskibraka yang melakukannya. Pengaturan jaga jarak secara ketat diberlakukan dan tak lupa tambahan atribut masker putih dikenakan.
Banyak yang menyayangkan langkah peniadaan Paskibraka 2020 oleh pemerintah. Karena harusnya masih bisa dilakukan dengan standar protokol yang ketat. Sehingga kekhawatiran terpapar COVID-19 dapat dihindari. Tapi mencegah lebih baik daripada mengobati. Antisipasi dan tak mau mengambil risiko tinggi terkait meniadakan perekrutan Paskibraka harus kita terima dengan arif. Apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai tanggung jawabnya melindungi segenap warganya. Termasuk melindungi Paskibraka.
Pandemi ini bukan saja membuat perekomian karut-marut. Hubungan sosial dibatasi, sistem pendidikan bertransformasi namun membuat proses dan cerita-cerita selama pembentukan Paskibraka pun hilang.
Akibat pandemi yang berkepanjangan ini, tahun ini Paskibaraka telah kehilangan satu generasinya. COVID-19 telah merenggut harapan ribuan pelajar yang berhasrat menjadi Paskibraka. Segala persiapan yang telah dilakukan sirna.
Paskibraka yang hanya diwakili tiga orang personel pengibar bendera serasa tak utuh sebagai sebuah pasukan. Formasi perlambang hari kemerdekaan 17-8-45 yang biasanya ditampilkan Paskibraka tak nampak. Keriuhan dan luapan emosional Paskibraka saat sang merah putih mampu dibentangkan dan mengangkasa di udara setelah selesai tugas tak begitu terasa bergelora.
Tak ada ucapan selamat dari mantan senior-senior Paskibraka yang tergabung dalam Purna Paskibra Indonesia (PPI) pada adiknya. Sebagai ungkapan turut berbahagia telah menjalankan tugas pengibaran dan penurunan sang merah putih dengan baik. Tak ada linangan mata bahagia dan sujud syukur atas tuntasnya sebuah tugas negara.
Walau pengibaran merah putih dengan hanya melibatkan tiga orang personel Paskibraka dalam rangka memperingati HUT ke-75 RI ini bagi sebagian pihak tak kehilangkan makna. Namun bagi penulis yang merupakan mantan anggota Paskibraka, tanpa formasi lengkap kehadiran Paskibraka, prosesi penaikan dan penurunan sang merah putih telah kehilangan rasa.
Semoga pandemi COVID-19 ini segera berakhir. Pemerintah yang terus bekerja keras dapat segera mendapatkan vaksin penawar penyembuhnya. Cukup satu generasi Paskibraka 2020 hilang. Jangan sampai tahun 2021 kehilangan generasi Paskibraka terulang. (*Wakil Ketua PPI Provinsi Kalimantan Timur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: