Khawatir Efek Domino

Khawatir Efek Domino

Tanjung Redeb, Disway – Bisnis batu bara semakin lesu, dampaknya bisa kemana-mana. Apalagi di Berau, masih jadi tulang punggung perekonomian. Kekhawatiran pun dirasakan para pengusaha.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Berau, Fitrial Noor mengatakan, kondisi perekonomian saat ini memang masih terjaga. Berau memiliki banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai benteng perekonomian. Perputaran uang masih terkendali.

Kendati demikian, ancaman melorotnya kinerja bisnis pertambangan tidak boleh diabaikan.

“Memang pasar batu bara mengalami penurunan, bahkan ada ancaman global ketika pasar India mulai menutup keran impor. Pergerakan pasar batu bara Berau ke India mencapai 30 persen,” terang Fitrial.

Bagi UMKM di Berau, dampaknya memang belum terasa sekarang. Karena mereka tidak hanya bergantungan dari aktivitas perusahaan emas hitam. Pelaku usaha terus mencari pasar yang lain. Mengamankan usahanya.

Namun, kelesuan sektor tambang menimbulkan PHK massal, daya beli pasti turun. Dipastikan UMKM mengalami penurunan omzet. Penurunan pendapatan kotor ini, dapat mendorong meningkatnya pengurangan di sektor UMKM.

“Jika dikatakan terganggu, UMKM pasti merasakan dampak,” imbuhnya.

Fitrial mengakui, dalam dunia usaha, ada saat baik, dan lesu. Itu merupakan bagian dari risiko yang harus dihadapi pelaku usaha.

“Tetapi harus diketahui, saat ini para pelaku usaha sektor pertambangan sedang berusaha mencari pasar baru,” terangnya.

Dia berharap, pemerintah dapat membantu sektor swasta dalam situasi sulit. Melalui kebijakan relaksasi maupun penambahan modal kepada UMKM. Menurutnya, UMKM jadi benteng perekonomian. Masih bisa menjaga kinerja di level yang cukup baik. Selama pandemik COVID-19, contohnya, banyak UMKM masih beroperasi walaupun omzet turun. Tapi memerlukan tambahan modal untuk pemulihan.

Untuk diketahui, tekanan berat bagi bisnis batu bara disebabkan turunnya permintaan dua pasar ekspor utama. Yaitu Tiongkok dan India. Ekspor batu bara Kaltim ke Tiongkok sebesar 33 persen dari total produksi pada 2019. Sementara ekspor emas hitam Kaltim ke India sebesar 26,79 persen. Sebagaimana Laporan Perekonomian Kaltim 2019 yang disiarkan Bank Indonesia.

Kelesuan permintaan disebabkan, pembangkit listrik di India dan Tiongkok belum pulih dari gempuran pandemik. Sisi lain, India lebih memprioritaskan batu bara domestik ketimbang mengimpor dari Indonesia. Batu bara dari Indonesia akhirnya tidak banyak terserap pasar. Sehingga menyebabkan oversupply. Berlimpahnya pasokan batu bara di pasar dunia membuat harga semakin tertekan. Sampai 4 Agustus 2020, harga batu bara belum beranjak di atas USD 60 per ton di bursa ICE Newcastle.

PT Berau Coal, salah satu pengekspor batu bara terbesar di Indonesia, telah menyiapkan antisipasi. Dalam surat perusahaan yang dikirimkan kepada Bupati Berau Muharram. Berau Coal menyampaikan empat langkah yang mungkin diambil.

Pertama, perusahaan dan mitra kerja kemungkinan mengefisiensikan biaya operasi. Kedua, perusahaan dan mitra kerja mengoptimalkan operasi tambang yang memungkinkan secara biaya. Ketiga, kemungkinan menghentikan sementara dan menurunkan volume produksi hingga 50 persen di beberapa pit tambang. Terakhir, menunda dan meninjau ulang program corporate social responsibility (CSR) atau pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: