Batu Bara Lesu

Batu Bara Lesu

Kondisi sektor batu bara saat ini cukup buruk dan dapat berpengaruh besar.

Tanjung Redeb, Disway - Tren penurunan harga dan permintaan batu bara nasional masih berlanjut. Bayang-bayang krisis sektor tersebut di 2016 masih menghantui.

Sebagai salah satu penghasil emas hitam di Kaltim, Kabupaten Berau cukup terpukul. Itu ditandai dengan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, kasus perselisihan PHK pada 2018 sebanyak 106 kasus PHK, 2019 sebanyak 88 kasus dan per Juli 2020 sebanyak 144, belum termasuk PHK PT SIS. Dari semua kasus, sektor pertambangan yang mendominasi.

Kasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Sony Perianda menyebutkan, meningkatnya pergerakan angka jumlah kasus PHK, tidak terlepas imbas merebaknya COVID-19. Di mana gejolak perekonomian menjadi lesu, baik nasional maupun internasional.

PHK tentu dilakukan berdasarkan pertimbangan manajemen perusahaan. Apakah yang di PHK melanggar ketentuan, misalnya melakukan pelanggaran berat berkali-kali. Atau, masalah finansial hingga kontrak kerja sama habis.

Sehingga, efisiensi menjadi langkah pertama yang kemungkinan diambil. Selanjutnya, mengurangi volume produksi agar harga tidak semakin terjengkang.

“Banyak faktor yang memengaruhi. Meski PHK bukan satu-satunya solusi,” katanya kepada Disway Berau, Jumat (24/7).

Sebelum dilakukan PHK, lanjut Sony, pihaknya selalu mengupayakan mediasi antara kedua belah pihak.

Dicarikan jalan tengah atau mengusulkan opsi lain yang tujuannya menghindari PHK. Apalagi, jika dilakukan sepihak tanpa ada pertimbangan atau alasan jelas.

Dalam penanganan, Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi acuan kerja yang diadopsi Disnakertrans.

Namun, ada hal yang tentunya di luar kemampuan atau kewenangan Disnakertrans Berau. Hal itu berkaitan dengan ranah kerja, kewenangan dan batas tugas yang dibebankan. Tetapi, masih banyak yang belum paham posisi pasti dan keterbatasan Disnakertrans dalam masalah ini. Untuk melindungi tenaga kerja memang menjadi bagian tugas. Tetapi dengan melihat aspek lain.

“Contoh, kalau perusahaan sudah tidak mampu lagi menggaji atau tidak mampu beroperasi lagi kemudian melakukan PHK, tentu kami tidak bisa paksa jangan lakukan PHK,” tutupnya.

Tetapi Disnakertrans memastikan, bahwa dalam kebijakan perusahaan itu seluruh hak-hak karyawan harus terpenuhi. Tidak ada pengecualian sehingga membuat satu pihak dirugikan. Investasi dan tenaga kerja, merupakan satu kesatuan yang menjadi prioritas pihaknya.

“Kami akan melakukan yang terbaik, sesuai koridor dan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) kami. Yang jelas, hak-hak karyawan terpenuhi,” terangnya.

Sejak Januari hingga Juli 2020, kasus PHK yang tercatat masih terus terjadi. Sementara bulan masih berjalan, ada kemungkinan besar gelombang PHK terjadi. Lesunya perekonomian, khususnya industri pertambangan dapat indikator meningkatnya jumlah kasus PHK.

“Mudahan COVID-19 segera berakhir, dan ekonomi kembali bangkit dan berjalan normal. Sehingga, gelombang PHK dapat terbendung. Karena sejauh ini tidak ada laporan masuh rencana PHK dari sejumlah perusahaan,” pungkasnya.

Pandemik bukan satu-satunya penyebab anjloknya ekspor batu bara.

Laporan India Times, Perdana Menteri Narendra Modi berencana memangkas impor batu bara besar-besaran. Impor emas hitam India turun 29,7 persen menjadi 48,84 juta ton pada periode April-Juni 2020 dibanding periode yang sama pada 2019. Persiapan India bebas impor emas hitam 2023.

Memulai rencana tersebut, pemerintah menugaskan Coal India Ltd (BUMN di negara tersebut) memproduksi 100 juta ton batu bara dalam negeri, sebagai pengganti impor. Selanjutnya, melelang 41 blok tambang kepada swasta melalui kebijakan privatisasi. Jika rencana ini berjalan, India akan menjadi negara yang mandiri secara energi.

Selama ini, India rata-rata mengimpor 240 juta ton per tahun. Lebih dari 50 persen, atau 122 juta ton berasal dari Indonesia. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mencatat, 122 juta ton batu bara ke India setara 27 persen dari total ekspor emas hitam nasional. Jumlah itu hanya dipatahkan Tiongkok sebesar 147,2 juta ton per tahun, atau 33 persen dari total ekspor batu bara nasional.

Kebijakan lockdown dan rencana memangkas impor batu bara besar-besaran segera menimbulkan badai bagi Indonesia. Menurut APBI, empat bulan terakhir emas hitam melorot 20 persen. Lebih gawat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPD). India menjadi negara dengan penurunan permintaan impor terbesar. Mei 2020, permintaan dari India melorot 65,8 persen dibanding periode yang sama pada 2019.

Pukulan bagi Industri Pertambangan Kaltim
Sebagai daerah penghasil emas hitam, Kaltim amat terpukul. Bukan tanpa dasar. Pertama, sisi produksi.

Menurut Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, Kaltim masuk empat dari 10 pengekspor batu bara terbesar di Indonesia.

Keempatnya, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal dan PT Indominco Mandiri.

Kedua, permintaan. India merupakan pangsa pasar terbesar setelah Tiongkok. Sebesar 26,79 persen pada 2019. Jika Kaltim mengekspor sekitar 200 juta ton pada tahun tersebut, artinya 53,58 juta ton dikirim ke India per tahun.

Pemangkasan impor besar-besaran menyebabkan pengurangan permintaan batu bara sebesar 20-65 persen. Dari angka di atas, produksi Kaltim diprediksi turun 10 hingga 34 juta ton. Hanya karena pasar India.

Tekanan kinerja perusahaan tambang di Kaltim bukan itu saja. Harga batu bara internasional masih bertahan di bawah USD 55 per ton. Jatuhnya harga sudah berlangsung lebih dari setahun. Bursa Newcastle melaporkan, acuan harga batu bara dunia saat ini tinggal USD 52,4 per ton. Harga jatuh 35 persen dibanding tahun lalu.

Jatuhnya harga ditambah berkurangnya permintaan dari India, menyebabkan oversupply. Menurunya konsumsi energi di Tiongkok dan India, membuat persediaan batu bara cukup besar. Belum lagi, tekanan harga gas bumi yang sedang murah-murahnya. Sehingga diperkirakan mendorong harga batu bara dunia terjerembab semakin dalam. */JUN/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: