Lonjakan Tagihan, DPRD Balikpapan Cecar PDAM

Lonjakan Tagihan, DPRD Balikpapan Cecar PDAM

Haidir Effendi. (dok)

--

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Masalah lonjakan tagihan PDAM terus bergulir. Setelah dibanjiri keluhan masyarakat, dan didemo HMI cabang Balikpapan, kini masalah itu dibahas di DPRD. Dalam rapat dengar pendapat (RDP), Kamis (16/7).

Anggota Komisi II DPRD Balikpapan Syukri Wahid menggarisbawahi mekanisme pencatatan pada dua bulan yang tarifnya melonjak. Menurutnya, perhitungan tagihan pelanggan selama pandemi yang tidak dicatat yakni April dan Mei, diakumulasi pada Juni. "Bukan persoalan kenaikan tarif, tapi masalah mekanisme pencatatan,” ujarnya.

Sebab pegawai PDAM yang mencatat meteran warga, baru bekerja Juni. Setelah dua bulan lamanya libur karena pandemi. Yang diinstruksikan direksi PDAM setelah mendapat surat edaran wali kota.

Ia meminta PDAM mengestimasi tarif perhitungan pemakaian rata-rata pelanggan, selama enam bulan terakhir hingga Juli.

Sebab jika mengacu Perda Nomor 19/2010 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), mengamanatkan ketika tidak mencatat, maka yang diambil estimasi pemakaian enam bulan sebelumnya. "Otomatis nilai yang real dibebankan Juni. Kami protes itu. Jika akumulasi pemakaian kubikasinya dihitung progresif sebulan,” ucapnya.

Syukri meminta warga mencatat meterannya sekarang. Lalu dibandingkan tagihan April. "Kalau digabung jadi satu, otomatis kubikasinya lebih. Silakan komplain. Akhirnya diambil jalan tengah. Akan dibuat normal di Juli. Bulan depan kami evaluasi lagi," urainya.

Dirut PDAM Balikpapan Haidir Effendi belum bisa menjawab pertanyaan yang diajukan anggota Komisi II DPRD Balikpapan. "Hasilnya sudah kami review. Nanti kami jawab tertulis," katanya.

Sebab menurutnya, forum RDP bersifat dinamis. Permasalahan melebar, apalagi saat rapat itu juga dihadiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan pengamat kebijakan publik Adhi Supriadi, yang mempertanyakan produksi air PDAM yang dirasa mencukupi kebutuhan warga. Serta terkait kebocoran air PDAM lebih dari batas normal nasional mencapai 40 persen nilai produksi. "Pertanyaan yang masuk ke kami ini mengembang," katanya.

Menurutnya, kondisi alam juga memengaruhi kendala distribusi air. Seperti pergeseran tanah dan sejumlah alasan teknis lain. "Karena faktor usia pipa juga. Kami jelaskan tertulis supaya terdokumentasi," imbuhnya. (ryn/hdd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: