Arang Galang

Arang Galang

Inilah jalan berliku itu. Tapi yang penting hasilnya: anak muda ini berhasil menjadi pengusaha. Bahkan jadi eksporter. Memang masih sangat kecil. Tapi arah bisnisnya sudah benar. Ia sudah teruji. Dalam hal memberikan komitmen.

Sejak lulus D3 politeknik Institut Teknologi 10 November (ITS), Galang Romadhon Diyah Wahyudi tidak mau jadi pegawai negeri. Ia coba segala macam bisnis. Mulai jualan empon-empon sampai bikin pagar besi. Semua gagal.

Sebagai milenial ia tahu Alibaba. Ia cari peluang dari website milik Jack Ma itu. Ia ingin mendapat kontak bisnis di luar negri. Ia ingin jadi eksporter. Tapi semua kontak bisnis di Alibaba dikunci. Email dan nomor telepon mereka disamarkan. Ia baru bisa mendapatkan nomor kontak itu kalau jadi member Alibaba. Artinya: harus membayar Rp 27 juta/tahun.
Ia belum punya uang.

Galang pun hanya bisa  mencatat nama-nama pengusaha luar negeri di market place Alibaba itu. Hanya nama. Ia ingin mencari jalan memutar untuk bisa sampai ke nama itu. Ia jelajah semua aplikasi. Akhirnya ketemu satu nama: Mohamad Kasim Alkanatra. Identitas lengkap nama itu ia temukan di aplikasi Linkeld.

Galang mencoba WA ke nomor ponsel Kasim. Enam jam kemudian WA-nya dijawab. Kasim memerlukan arang.

“Apakah Anda bisa memasok?” tanya Kasim.
“Bisa,” jawab Galang.

Kasim pun bertanya berapa harganya. Cocok. Bagaimana cara pembayarannya. Cocok. Galang minta uang muka 40 persen. Kasim hanya mau 20 persen. Akhirnya bertemu di angka 30 persen. Galang pun diminta mengirim rekening bank. Beres. Gampang.

Ups… Tidak mudah. Kasim tidak mau mengirim uang muka ke rekening pribadi seperti itu. Kasim minta yang rekening perusahaan. Rupanya Kasim khawatir terjadi penipuan. Galang belum punya nomor rekening perusahaan. Ia memang punya perusahaan tapi sangat kecil. Kali ini mau tidak mau perusahaan kecil itu harus punya rekening bank. Galang pun membuka rekening di Bank Muamalat.

Uang muka 30 persen pun dikirim. Seminggu kemudian baru bisa dicairkan.
Kini Galang harus mencari arang. Tidak banyak. Hanya 2 kontainer 40 feet. Ia buka-buka internet. Ketemulah produsen arang di Jombang. Ia datangi orang itu. Terjadilah transaksi.
Uang muka dari Kasim ia serahkan semua ke produsen arang itu. Masih ditambah seluruh uang tabungannya. Ludes.

Ketika tiba waktunya, arang yang dijanjikan tidak datang. Ketika ditanya, yang datang adalah alasan. Ditanya lagi alasan lagi. Alasan itu sampai mencapai seribu. Ketika Galang sedikit mengancam, si pemasok balik mengancam. Lebih galak. Setiap ditingkatkan ancaman itu galaknya juga naik.

Galang gagal mendapat kepercayaan dari luar negeri. Justru karena ia terlalu percaya pada orang lain. Galang tidak bisa lagi mencari pemasok lain. Ia sudah tidak punya uang. Rumahnya pun nunut di mertua-indah.

Ia infokan persoalan itu ke Kuwait. Galang mulai dicurigai —tidak beda dengan kasus penipuan sebelumnya. Apalagi janjinya untuk mencari pengganti tidak kunjung dapat.
Enam bulan kemudian Galang punya firasat buruk. Kasim pasti akan mengadu ke kedutaan Indonesia di Kuwait.

Pagi itu Galang mencari nomor kontak kedutaan kita di Kuwait. Ia berhasil menghubungi atase perdagangan di sana: ibu Haimah Mukaromah. Galang menceritakan kegagalannya memenuhi janji dengan Kasim.

Benar saja, siangnya Kasim menghubungi kedutaan. Bu Haimah sudah tahu. Bu Haiman ikut meyakinkan Kasim bahwa Galang bukan penipu. Tapi sampai tiga bulan kemudian Galang belum bisa dapat arang yang dijanjikan. Kasim sudah tidak percaya. Galang akan diadukan ke polisi. Kasim menyewa pengacara di Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: