Pandangan Islam agar Hubungan Keluarga Harmonis: Keuangan Tertata, Keluarga Bahagia
Ilustrasi keluarga harmonis. -freepik-
Sikap boros atau israf, yaitu mengeluarkan melebihi batas kebutuhan, sangat tidak dianjurkan. Pernah dengar pepatah “lebih besar pasak daripada tiang”?
Ternyata, jauh sebelum itu, Imam Al-Ghazali sudah mengingatkan pentingnya hidup sederhana dan menjauhi pemborosan. Kuncinya adalah mengatur pengeluaran secara seimbang.
Penuhi kebutuhan pokok dan pelengkap seperlunya. Jangan terlalu kikir, tapi juga jangan berlebihan. Memberi nafkah dengan wajar, sesuai kemampuan, adalah yang paling baik. Karena pada akhirnya, keseimbangan adalah kunci ketenangan.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh beliau sebagai berikut:
"Adab keenam yaitu kesederhanaan dalam membelanjakan harta. Janganlah para suami mempersempit belanja yang dibutuhkan oleh kaum wanita (para istri), akan tetapi juga jangan terlalu melebih-lebihkan. Berikanlah kepada para istri belanja untuk memenuhi kebutuhan yang sewajarnya.” (Ihya' 'Ulumuddin, jilid. II, hlm. 47)
3. Menjadikan Zakat dan Sedekah sebagai Bagian dari Pengeluaran
Dalam pengelolaan keuangan, ulama menekankan bahwa zakat dan sedekah bukan sekadar pengeluaran tambahan, melainkan kewajiban yang membersihkan harta dan mendatangkan keberkahan.
Zakat dan sedekah berfungsi sebagai "pembersih" harta dan ladang pahala. Dengan bersedekah, kamu tidak cuma membantu orang lain, tapi juga membersihkan diri dari sifat kikir. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Dr. Musthafa al-Khin dkk dalam kitab Fiqhul Manhaji sebagai berikut:
"Zakat mendidik orang yang memberi untuk menjadi dermawan dan murah hati, serta mencabut akar-akar kekikiran dan faktor-faktor kebakhilan dari dalam dirinya, terutama ketika dia sendiri melihat buah dari perbuatannya, dan menyadari bahwa zakat menambah kekayaan lebih dari sekadar menguranginya. Sungguh benar sabda Rasulullah SAW: "Sedekah tidak akan mengurangi harta." (Muslim: 2588).
"Bagaimana mungkin sedekah menguranginya? Allah SWT memberkahi hartanya berkat sedekah, dengan menjauhkan bahaya darinya dan mencegah orang-orang tamak melihat hartanya. Dia juga menyiapkan jalan-jalan keberkahan untuknya, meningkatkan hartanya, dan memberikan pahala yang besar atas infak yang dilakukan untuk mencari rida Allah.” (Dr. Musthafa al-Khin dkk, Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1413 H], jilid II, hal. 12).
4. Menyiapkan Dana Darurat
Dana darurat adalah sejumlah uang yang disisihkan untuk menghadapi kejadian tak terduga, seperti kehilangan pekerjaan, sakit mendadak, atau perbaikan rumah.
Dana ini berfungsi sebagai bantalan finansial agar keluarga tidak perlu berutang saat krisis. Berikut adalah beberapa kiat-kiatnya: Tentukan jumlah yang ideal: Jumlah dana darurat yang disarankan adalah 3-6 kali pengeluaran bulanan.
Jika Anda memiliki tanggungan atau pekerjaan yang kurang stabil, sebaiknya targetkan 9-12 kali pengeluaran bulanan. Simpan di tempat yang mudah diakses: Dana darurat sebaiknya disimpan di rekening tabungan yang terpisah dari rekening sehari-hari, bukan di instrumen investasi yang fluktuatif.
Rekening tabungan atau reksa dana pasar uang adalah pilihan yang baik karena mudah dicairkan. Prioritaskan pembangunan dana darurat: Sebelum memulai investasi, pastikan Anda telah memiliki dana darurat yang memadai. Ini adalah langkah pertama yang tidak boleh dilewatkan.
Menurut Giyarsih dan Sumartono, dana darurat sangat penting dalam manajemen keuangan keluarga karena berfungsi sebagai jaring pengaman finansial.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
