Transisi Menuju Pemilu Serentak 2031 Bakal Banyak Muatan Politik: Perpanjang Masa Jabat atau Banjir PAW
Gedung Mahkamah Konstitusi.--
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa dalam politik tidak ada hal yang kebetulan. Setiap perubahan sistem selalu memiliki konsekuensi strategis.
Karena itu, menurut dia, keputusan MK ini tidak cukup dilihat sebagai teknis yuridis semata. Tetapi juga harus dibaca sebagai bagian dari desain kekuasaan jangka panjang.
BACA JUGA:Tok! MK Resmi Pisahkan Pileg dan Pilpres dengan Pileg Daerah dan Pilkada, Ini Alasannya
"Transisi ini harus dipersiapkan serius. Jika tidak, akan muncul celah ketidakpastian yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai kepentingan. Apakah jadwalnya bisa maju atau mundur dari 2031? Secara politik, sangat mungkin."
Walau begitu Jumansyah menggarisbawahi. Ia kurang sepakat jika kekosongan jabatan dua tahun tersebut, diisi oleh calon legislatif yang dipilih oleh partai.
Baginya itu suatu kemunduran demokrasi karena bertolak belakang dengan sistem pemilu terbuka seperti sekarang.
Alternatif lain adalah mengganti melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW). Meski pun proses PAW diperbolehkan dalam aturan, namun untuk penerapannya tidak mudah.
BACA JUGA:Hamas Sambut Putusan MK soal Pemisahan Pemilu, Ingatkan Potensi Ketimpangan Politik
Sebab, masa jabat anggota legislatif sudah habis pada 2029 nanti. Jika ingin melakukan PAW, maka harus ada aturan lain yang mendukungnya.
"PAW mungkin bisa sepanjang tidak melanggar konstitusi," tutup Jumansyah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
