Selamat dari Jurang Kehancuran di Masa Krisis dengan Literasi Keuangan
Mukhibatul Hikmah, Dosen Administrasi Bisnis Universitas Mulawarman.-dok. pribadi.--
Oleh: Mukhibatul Hikmah
(Dosen Administrasi Bisnis, Universitas Mulawarman)
DI tengah gejolak ekonomi yang terus mengguncang Indonesia, setiap individu menghadapi tantangan berat dalam mengelola keuangan pribadi. Inflasi yang tinggi, pengangguran yang meningkat, serta ketidakpastian ekonomi global membuat kehidupan sehari-hari semakin sulit.
Namun, ada satu hal yang kerap terlupakan dalam diskusi mengenai bagaimana bertahan dalam masa sulit, yakni literasi keuangan. Dari sudut pandang perilaku keuangan, literasi keuangan bukan hanya sekadar alat untuk bertahan hidup, tetapi juga senjata yang dapat menyelamatkan kita dari jurang kehancuran finansial.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat gambaran yang cukup menarik tentang sejauh mana masyarakat Indonesia memahami dan mengakses layanan keuangan.
Indeks literasi keuangan di Indonesia tercatat sebesar 66,46 persen, yang menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan survei sebelumnya. Meskipun angka ini terlihat cukup tinggi, namun lebih dari sepertiga penduduk Indonesia belum memiliki pemahaman yang memadai tentang pengelolaan keuangan pribadi.
Baca Juga: Menimbang Ulang Koperasi Merah Putih: Aspirasi Desa di Tengah Instruksi Sentralistik
Literasi keuangan bukan hanya berarti mengetahui cara menabung atau menggunakan kartu kredit, tetapi mencakup kemampuan untuk merencanakan anggaran, memilih produk keuangan yang tepat, serta memahami investasi dan risiko yang terkait dengan berbagai keputusan keuangan.
Sementara itu, indeks inklusi keuangan yang mencapai 80,51 persen mencerminkan sejauh mana masyarakat Indonesia telah mengakses layanan keuangan.
Angka tersebut menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat telah memiliki akses ke berbagai produk dan layanan keuangan, seperti rekening bank, pinjaman, asuransi, dan produk investasi lainnya. Meskipun angka inklusi keuangan tinggi, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar dalam hal penggunaan layanan keuangan yang lebih kompleks dan canggih, seperti investasi atau asuransi, terutama di daerah-daerah yang lebih terpencil.
Kesenjangan ini menandakan bahwa meskipun akses fisik ke layanan keuangan sudah tersedia, pemahaman tentang cara memanfaatkan layanan tersebut secara maksimal masih menjadi tantangan.
Literasi keuangan bukan hanya soal kemampuan memahami produk dan layanan keuangan, tetapi juga mencakup sikap dan perilaku dalam pengelolaan keuangan sehari-hari.
Baca Juga: Tindak Tegas Perusakan Lingkungan KHDTK Unmul
Individu yang memiliki literasi keuangan yang baik cenderung lebih bijak dalam mengatur pengeluaran, menabung, berinvestasi, dan mengelola utang. Sebaliknya, literasi keuangan yang rendah dapat menyebabkan keputusan yang emosional dan tidak rasional, seperti pengeluaran berlebihan, ketergantungan pada utang, dan kesulitan merencanakan masa depan.
Di saat krisis ekonomi, literasi keuangan menjadi semakin krusial. Tanpa pengetahuan yang cukup, masyarakat mudah terjebak dalam kebiasaan konsumtif yang memperburuk keadaan finansial.
Keputusan yang buruk, seperti berutang tanpa perhitungan atau membeli barang yang tidak diperlukan, dapat membawa dampak negatif dalam jangka panjang. Mereka yang memiliki literasi keuangan yang baik, sebaliknya, dapat menavigasi masa sulit dengan cara yang lebih rasional dan terencana.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
