Bankaltimtara

Cukup Kami Saja! Pesan Keluarga Korban Tragedi Kubangan di Sekitar Grand City Balikpapan

Cukup Kami Saja! Pesan Keluarga Korban Tragedi Kubangan di Sekitar Grand City Balikpapan

Suasana duka menyelimuti rumah 3 dari 6 korban kubangan maut Grand City Balikpapan.-(Disway Kaltim/ Salsa)-

La Ili, ayah dari tiga korban saudara kandung yakni Alfa Kaltiana Hadi (13), Ica Nawang (11), dan Arafa Lirman Azka Faiez (9) hanya menunduk sepanjang waktu. Ia tak sanggup berbicara, tak sanggup menanggapi pertanyaan apa pun, bahkan tak sanggup membuka pemberitaan mengenai anak-anaknya sendiri. Setiap kali ada warga datang, ia hanya mengangguk pelan. Semua penjelasan akhirnya disampaikan oleh saudara perempuannya.

Saudara perempuan itu, yang kini menjadi suara bagi keluarga, menjelaskan bahwa area yang menjadi lokasi kubangan dulunya merupakan kebun warga setempat. Kebun-kebun itu sudah digarap turun-temurun. "Itu kan rumah kebunnya kita masyarakat di sini. Kebun-kebun tinggi, kolam-kolam tinggi. Digusur semuanya," urainya dengan nada pelan.

Sekitar setahun setengah yang lalu, disebutkannya bahwa alat berat masuk, meratakan semua kebun, meninggalkan tanah luas yang setelah itu dibiarkan begitu saja. Tidak ada pagar. Tidak ada portal. Tidak ada peringatan. "Setahun atau enam bulan ini ya begitu aja, Mbak. Enggak ada apa-apa. Enggak ada pagar," bilangnya.

Ia mengatakan, warga sebenarnya tidak pernah tahu pasti apa tujuan pembukaan lahan itu. Tidak ada sosialisasi. Tidak ada penjelasan apa pun dari pihak perusahaan atau pemerintah. "Kita enggak ada rapat. Enggak ada sosialisasi. Kita taunya sudah digusur aja," kisahnya.

Kubangan yang menelan nyawa 3 keponakannya itu, baginya, muncul bukan karena sumur warga, melainkan karena tanah turun setelah digusur. "Mungkin habis gusuran tanah itu terturun-terturun jadi timbunan," imbuhnya. Dari jauh, air kubangan itu terlihat jernih, memantulkan langit yang cerah beberapa jam sebelum tragedi. "Namanya anak-anak, lihat air jernih begitu ya mandi-mandi," tuturnya.

Ia menuturkan, sebelum pembukaan lahan, anak-anak tidak pernah bermain air di area tersebut. Biasanya mereka hanya main layangan di lapangan tanah tinggi di bagian atas. Namun sejak lahan dibongkar dan dibiarkan kosong, area itu berubah menjadi tempat yang memancing rasa penasaran anak-anak. "Cuma kalau dulu main layangan aja. Mandi itu enggak ada. Baru ini," tekannya.


Garis polisi terpasang di bibir kubangan Grand City, pascatragedi tenggelamnya 6 anak, pada Senin (17/11/2025) sore.-(Disway Kaltim/ Salsa)-

BACA JUGA: Usai Disemprot Dewan, Grand City Balikpapan Akhirnya Sediakan Lahan untuk Masjid

Ia menyampaikan bahwa sebelum kejadian, anak-anak sebenarnya sudah beberapa kali disuruh pulang oleh warga. Namun setelah kembali ke rumah, adik bungsu mereka yang berusia 7 tahun menyusul kakak-kakaknya. "Dia nyusul, sampai di sana mungkin dilihat kakaknya sudah tenggelam. Dia balik lari," ingat sang Bibi.

Di dahinya masih tampak benjolan, bekas jatuh ketika ia berlari panik kembali ke rumah. Anak bungsu itulah yang kemudian memberi tahu paman mereka bahwa kakak-kakaknya tenggelam. Saat warga kembali ke lokasi, tiga anak itu sudah tidak bernyawa.

Sampai hari ini, keluarga belum mengetahui pasti apakah pada malam kejadian pihak kepolisian sudah menindaklanjuti laporan secara formal. Mereka mengaku tidak pernah dipanggil untuk memberikan keterangan.

"Belum ada dari polisi. Dari pihak kita juga belum ada laporan ke sana," sebut saudara perempuan itu. Ia bercerita bahwa pada malam musibah, salah satu anggota keluarga sempat diminta mengisi keterangan tertulis oleh petugas.

Namun saat membaca isi draftnya, keluarga merasa keberatan karena khawatir dampaknya di kemudian hari. Mereka meminta penjelasan, lalu akhirnya hanya menandatangani surat penolakan otopsi dalam, dan memilih dilakukan pemeriksaan luar oleh dokter. "Kalau otopsi dalam, kita tidak berani. Ini kan bukan kejahatan pembunuhan," herannya. Ia juga mengungkapkan bahwa hasil dokter menyatakan penyebab kematian adalah "mati lemas".

Sejak lahan itu dibongkar, keluarga seperti warga lain di gang tersebut kehilangan kebun yang sebelumnya menjadi sumber penghasilan. Banyak ibu akhirnya bekerja sebagai asisten rumah tangga karena lahan garapan menghilang. Anak-anak pun kehilangan ruang bermain alami mereka.

"Padahal orang tua tidak lalai. Mau berkebun sudah enggak ada lagi lahan," katanya menanggapi komentar publik yang menyalahkan orang tua.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: