Bankaltimtara

Teknologi Pemantau Tidur Pekerja PT PAMA Tuai Pro-Kontra di Kutai Timur

Teknologi Pemantau Tidur Pekerja PT PAMA Tuai Pro-Kontra di Kutai Timur

DPRD Kutim menyoroti penerapan alat pemantau tidur untuk para pekerja PT PAMA yang berpotensi melanggar privasi pekerja.-(Disway Kaltim/ Sakiya)-

KUTAI TIMUR, NOMORSATUKALTIM - Inovasi berbasis digital yang diterapkan PT Pamapersada Nusantara (PAMA) melalui sistem Operator Personal Assistant (OPA) kini menjadi perbincangan hangat di Kutai Timur. 

Sistem yang mengharuskan karyawan mencatat durasi tidur minimal 5 jam 31 menit setiap harinya ini menuai beragam tanggapan, terutama dari kalangan legislatif.

Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, menilai penerapan OPA perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menimbulkan kesan bahwa perusahaan sedang melakukan pengawasan berlebihan terhadap kehidupan pribadi pekerja

Ia menyoroti potensi pelanggaran privasi dan tekanan psikologis yang bisa timbul akibat sistem ini.

BACA JUGA: Jam Pintar OPA Dinilai Langgar PKB, Disnakertrans Kutim Desak PT PAMA Evaluasi Sistem Pemantauan Pekerja

BACA JUGA: Polisi Masih Dalami Dugaan Kelalaian di Balik Tewasnya 3 Pekerja RDMP

“Kesannya bahwa, ini sifatnya menjadikan manusia setengah robot sebenarnya,” ujarnya, Kamis 13 November 2025.

Menurut Jimmi, kebijakan yang mengatur jam tidur pekerja terlalu mengekang dan tidak memperhatikan kondisi manusiawi. 

Ia mencontohkan, seorang pekerja yang terbangun untuk ibadah malam atau keperluan keluarga bisa dianggap tidak cukup istirahat dan berisiko dinilai tidak layak bekerja.

“Ini kan kesannya kita seperti dijaga. Kurang lebih, luar itu tidak punya kebebasan sosial dan privasi sebagainya. Itu kan sangat mengganggu kita. Secara batin itu akan terdampak kepada jam kerja kita juga sebenarnya,” tegasnya.

BACA JUGA: Profit Sharing Kutim Terus Menurun, Sayyid Anjas Dorong Evaluasi dan Transparansi Perusahaan Tambang

BACA JUGA: Kecewa, Bupati Kutai Timur Sindir KPC: Lahan Bekas Tambang Tak Jadi Sumber Kehidupan

Ia menambahkan, sistem seperti ini dapat memunculkan kesan bahwa pekerja diperlakukan seperti narapidana wajib lapor. 

Menurutnya, sistem digital tidak boleh mengabaikan aspek kemanusiaan dalam hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: