Bupati Kutim: Konflik Lahan Bisa Diselesaikan dengan Kesepakatan Perusahaan dan Warga
Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman-Sakiya Yusri/Nomorsatukaltim-
KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Konflik lahan yang kerap terjadi di Kutai Timur (Kutim), salah satunya dipicu oleh harga tanam tumbuh yang hingga kini masih mengacu pada Surat Keputusan (SK) Bupati Kutim Nomor 188.4.45/537/HK/XI/2008.
Aturan yang ditandatangani Bupati Awang Faroek Ishak pada 2008 tersebut dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan ekonomi saat ini.
Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman mengakui bahwa SK lama itu memang masih menjadi acuan hingga sekarang.
Namun, menurutnya, penyelesaian konflik lahan seharusnya bisa ditempuh melalui komunikasi langsung antara perusahaan dan masyarakat.
BACA JUGA: Aturan Harga Tanam Tumbuh Belum Direvisi Sejak 2008, DPRD Kutim Minta Perubahan
“Oh, iya. Itu nanti bisa kita lihat, nanti bisa dikomunikasikanlah antar perusahaan dengan masyarakat ini,” ujar Ardiansyah kepada wartawan, Kamis 2 Oktober 2025.
Meski demikian, Ardiansyah menyatakan, bahwa tidak menutup kemungkinan adanya revisi terhadap SK tersebut.
Hanya saja, ia menekankan bahwa kesepakatan kedua belah pihak tetap menjadi solusi paling efektif dalam meredam persoalan.
“Revisi SK nanti kita lihat dulu. Biasanya kalau mereka (perusahaan dan masyarakat) sepakat, paling enak itu sudah. Makanya kita coba nanti difasilitasi seperti itu,” tambahnya.
BACA JUGA: Konflik Tanah di Kutim Muncul Akibat Administrasi Lemah dan Aturan Usang
Sementara itu, Ketua DPRD Kutim, Jimmi menilai aturan harga tanam tumbuh yang berlaku saat ini sudah tidak relevan dengan kondisi riil di lapangan.
Ia mendesak pemerintah daerah segera memperbarui aturan agar sesuai dengan perkembangan ekonomi.
“Artinya rasio (nilai harga) kita terkait dengan kondisi yang ada memang harus berkeadilan terhadap masyarakat,” tegas Jimmi.
Ia mengingatkan, jika aturan lama terus dipertahankan, potensi konflik lahan akan semakin meningkat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
