Perda Lama Dinilai Tak Lagi Efektif Tekan Krisis Lingkungan, DPRD Kaltim Matangkan Regulasi Baru
Anggota Komisi IV sekaligus Ketua Pansus lingkungan, Guntur.-Mayang Sari-Disway Kaltim
BACA JUGA:Kasus Narkoba di Kutai Barat Meningkat, Adat Minta Aparat Perkuat Pengawasan
Tak hanya itu, uji petik lapangan ke Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, hingga Bontang juga dilakukan. Dengan menggandeng akademisi, LSM, pelaku usaha, dan kementerian, serta finalisasi draf setelah uji publik.
"Hasil pembahasan ini kami lakukan dengan mempertimbangkan kondisi lapangan yang kami tinjau langsung. Kami ingin Perda ini bukan sekadar normatif, tetapi solutif," terang Guntur.
Adapun, Draf Raperda yang sebelumnya hanya memuat 12 bab dan 50 pasal kini mengembang menjadi 21 bab dan 145 pasal.
Menurut Guntur, perluasan substansi ini merupakan konsekuensi dari kebutuhan untuk mempertegas batasan kewenangan, menambah pengaturan pengendalian pencemaran air, udara, dan tanah, serta memastikan adanya kepastian hukum dalam penegakan sanksi.
"Dari awal hanya 50 pasal, sekarang menjadi 145 pasal. Ini karena banyak aspek yang memang harus diperjelas. Kita tidak ingin ada kekosongan norma," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh penambahan tersebut muncul dari kebutuhan teknis di lapangan serta rekomendasi uji publik, termasuk penyeragaman dengan ketentuan nasional dan masukan dari kementerian terkait.
Guntur menyebut, bahwa perluasan menjadi 145 pasal bukan hanya soal penyesuaian norma, tetapi akibat langsung dari berbagai persoalan lingkungan yang semakin nyata.
Banyak kasus pencemaran tidak dapat ditindak karena kurangnya pasal teknis yang menjelaskan kewenangan pengawasan, tata cara penegakan, dan batasan tanggung jawab pelaku usaha.
BACA JUGA:KUA-PPAS APBD PPU 2026 Sudah Diteken, Bupati Mudyat: Masih Ketergantungan terhadap Pusat
"Ada kasus air sungai tercemar tapi tidak ada pengaturan detail soal penegakan di lapangan, sehingga sulit menjerat. Itulah kenapa banyak pasal harus kami tambah," bebernya.
Menurutnya, kondisi ekologis di beberapa wilayah pedalaman Kaltim kini juga berada pada titik yang mengkhawatirkan.
Lahan kritis makin meluas, sebagian mata air mulai mengering, dan konflik antara masyarakat adat dengan aktivitas industri semakin sering muncul karena tidak ada norma perlindungan spesifik.
"Ini yang membuat kami memasukkan muatan lokal. Karena permasalahannya nyata dan harus dijawab dalam Perda," tegasnya.
Guntur menjelaskan tahapan teknis yang telah ditempuh setelah uji publik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
