Peringati HUT RI, Warga Samarinda Ini Pilih Aksi Diam Selama 80 Menit di Tempat Bersejarah
Aksi diam selama 80 menit yang dilakukan Rusdianto bersama sejarawan Muhammad Sarip di Gedung Nasional, Samarinda, Minggu (17/8/2025).-istimewa-
"Makan kerupuk di tanah, memindahkan belut licin, mengadu tubuh dalam permainan yang merendahkan kemanusiaan. Keriangan palsu itu terus ditanamkan sebagai sesuatu yang disebut budaya, dan rakyat percaya," sindir Rusdi.
Ia menyindir bahwa nasionalisme tidak akan tumbuh dari berbagai perlombaan tadi.
"Padahal di balik cat merah-putih di wajah, rakyat sedang memikul beban hidup yang kian berat," katanya.
Karena itu aksi diam ini baginya merupakan kritik dari perayaan kemerdekaan yang dianggap kehilangan makna.
BACA JUGA:5 Film Indonesia Bertemakan Kemerdekaan, Nasionalisme Auto Membara
Lomba-Lomba yang ada baginya hanya sarat seremoni, tanpa benar-benar mengingatkan pada perjuangan dan penderitaan masyarakat.
"Diam bukan berarti kalah. Diam adalah perlawanan yang tak membutuhkan teriakan. Diam adalah cara bicara nurani, setelah semua jeritan tak didengar," celetuknya.
Mengenai lokasi aksi di Tugu Kebangunan Nasional dan Gedung Nasional menurutnya justru sarat makna.
Lokasi ini pernah menjadi markas perjuangan kaum Republiken Kaltim, yang menentang kembalinya Belanda pasca-Proklamasi 1945.
Di tempat ini pula, pada 22 Agustus 1948, untuk pertama kalinya masyarakat Kaltim menggelar peringatan HUT RI.
Sekaligus meresmikan Tugu Kebangunan Nasional, dengan intimidasi dari polisi NICA Belanda.
BACA JUGA:Di Hari Kemerdekaan, Bupati Kubar 'Curhat' Kondisi Infrastruktur Jalan
Dengan aksi sunyi selama 80 menit tersebut, Rusdi cs berharap masyarakat kembali merenungkan makna sejati kemerdekaan.
"Bagi mereka, jeda diam bukan tanda menyerah, melainkan pengingat bahwa rakyat masih menagih janji kemerdekaan yang utuh," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
