Dituding jadi Pemicu Perang Iran-Israel, Kredibiltas IAEA, Badan Atom Internasional Dipertanyakan
Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi dituding menjadi penyebab perang Iran-Israel. -REUTERS-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Kredibilitas IAEA (International Atomic Energy Agency), atau Badan Tenaga Atom Internasional banjir kritik.
Lembaga yang berada di bawah naungan lembaga PBB tersebut disorot karena dituding menjadi pemicu perang Iran-Israel.
Meski pun di sisi lain, IAEA menyatakan bahwa Teheran tidak memiliki kapasitas untuk membuat bom nuklir.
Menelisik kembali, Israel sebelumnya melancarkan serangan terhadap situs militer dan nuklir Iran pada 13 Juni 2025, sehari setelah dewan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengeluarkan resolusi yang mengatakan bahwa Teheran tidak mematuhi komitmennya terhadap pengamanan nuklir.
Meskipun Israel tidak menggunakan resolusi IAEA itu untuk membenarkan serangan terhadap Iran, Kementerian Luar Negerinya menyambut baik resolusi tersebut.
Sementara Kementerian Luar Negeri Iran dan Organisasi Energi Atom Iran dalam sebuah pernyataan bersama mengutuk resolusi tersebut, dan menyebut resolusi tersebut bermotif politik.
Bahkan resolusi tersebut disebut-sebut merusak kredibilitas dan integritas IAEA.
Teheran sendiri bersikeras bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan sipil. Bahkan fasilitas-fasilitasnya diawasi oleh pengawas nuklir PBB.
Dikutip dari Aljazeera, IAEA sempat merilis pernyataan mengenai pandangan mereka terkait fasilitas nuklir milik Iran.
Menurut IAEA, Teheran sempat menunda penerapan protokol tambahan pada Februari 2021 lalu. Ini menjadi alasan bagi IAEA untuk melakukan inspeksi ke fasilitas nuklir Iran yang berada di Natanz, Fordow dan Bushehr.
Puncaknya, pada 9 Juni 2025, pada sebuah konferensi pers di Wina, Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi bahwa Iran telah berulang kali tidak menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan dari IAEA mengenai keberadaan partikel-partikel uranium buatan manusia di tiga lokasi - Varamin, Marivan, dan Turquzabad.
Grossi menjelaskan proses akumulasi uranium yang begitu cepat di Iran dianggap sebagai masalah serius.
Karena ambang batas pengayaan uranium murni di Fordwo dan Natanz sudah mencapai 60 persen.
"Kami belum melihat elemen-elemen yang memungkinkan kami, sebagai inspektur, untuk menegaskan bahwa ada senjata nuklir yang sedang dibuat atau diproduksi di suatu tempat di Iran," katanya dikutip dari Aljazeera.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
