Donald Trump Kunjungi Tiga Negara Teluk, Utamakan Pembahasan Bisnis
Pangeran MBS saat bertemu Donald Trump 2017 silam. -AFP-
NOMORSATUKALTIM - Pekan ini Presiden AS Donald Trump akan mengunjungi tiga negara Teluk, yaitu Arab Saudi, Qatar, dan UEA.
Kunjungan ini jadi pertaruhan besar, ketika negara Teluk ingin pererat bisnis di tengah kisruh diplomatik seputar Gaza, Israel, dan Iran. Trump akan melakukan lawatannya pada 13–16 Mei, di Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Menurut pejabat AS, Trump antara lain akan meresmikan nama Teluk Arab bagi kawasan perairan yang secara historis dikenal sebagai Teluk Persia.
Meskipun Trump tidak memiliki wewenang untuk mengubah nama resmi wilayah geografis di dunia, langkah simbolis ini memiliki makna politik besar. Negara-negara Arab sudah lama mendorong perubahan nama, sementara Iran selalu menekankan ikatan historis dengan wilayah perairan tersebut.
BACA JUGA: PBB Serukan Penghentian Blokade Pangan di Jalur Gaza, Jutaan Warga Terancam Kelaparan
BACA JUGA:Baru Sebentar India dan Pakistan Sepakat Gencatan Senjata, Perang Kembali Pecah
Trump juga menjanjikan sebuah "pengumuman besar" selama kunjungan di Timur Tengah.
"Ini akan menjadi salah satu pengumuman paling penting dalam beberapa tahun terakhir mengenai sebuah isu yang sangat penting,” ujarnya tanpa merinci lebih lanjut, dikutip DW.
Setiap negara yang dikunjungi, baik Arab Saudi, Qatar, dan UEA, memiliki agenda tersendiri dari Presiden Trump.
Burcu Ozcelik, peneliti senior keamanan Timur Tengah di lembaga think tank RUSI (Royal United Services Institute) di London, mengatakan bahwa Riyadh sangat membutuhkan investasi asing langsung untuk mendukung target reformasi ekonomi "Visi 2030"-nya.
"Arab Saudi juga tidak ingin tertinggal dari peluang yang telah diamankan UEA lewat keterlibatannya dalam Abraham Accords, kesepakatan normalisasi diplomatik antara Israel dan sejumlah negara Arab yang dimediasi AS,” ujarnya.
Sebelum serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 dan perang di Gaza yang mengikutinya menghentikan proses tersebut, Arab Saudi dan Israel hampir mencapai kesepakatan diplomatik.
Perjanjian yang dimediasi AS itu dirancang menjadi kesepakatan trilateral. Dimana AS akan memberikan jaminan keamanan dan mendukung program nuklir sipil Arab Saudi, semacam "NATO mini" untuk kerajaan.
Namun, saat ini peluang tercapainya perjanjian itu kembali menjauh.
"Kerajaan tidak akan mundur dari ‘garis merah'-nya, yakni harus ada jalur yang kredibel menuju pembentukan negara Palestina,” kata Ozcelik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
