Bankaltimtara

Penasehat Hukum Ayah Didakwa Cabuli Balita di Balikpapan Ajukan Pledoi untuk Vonis Bebas

Penasehat Hukum Ayah Didakwa Cabuli Balita di Balikpapan Ajukan Pledoi untuk Vonis Bebas

Terdakwa FR saat digiring usai sidang di PN Balikpapan beberapa waktu lalu.-(Disway Kaltim/ Chandra) -

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM – Menjelang sidang vonis kasus dugaan pencabulan terhadap balita di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, tim penasehat hukum terdakwa FR (30) optimistis bahwa hakim akan memutus bebas kliennya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut FR tujuh tahun penjara berdasarkan Pasal 82 Ayat (1) UU No.17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Namun, tim penasehat hukum terdakwa menilai seluruh proses pembuktian tidak mengarah pada kesalahan kliennya.

“Kami sangat yakin FR akan bebas. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dia pelaku,” ujar salah seorang penasehat hukum FR, Jaludin, kepada NOMORSATUKALTIM, pada Senin (3/11/2025) sore.

Ia menilai integritas hakim di PN Balikpapan serta fakta-fakta persidangan menjadi dasar kuat keyakinan itu.

BACA JUGA: Ini Alasan ‘Pak De’ Lanjutkan Upaya Hukum, Imbas Tertuduh jadi Pelaku Pencabulan Balita di Balikpapan

Jaludin memaparkan, dalam hukum pidana dikenal 2 jenis putusan bebas. Pertama, onslag van recht vervolging, ketika perbuatan terbukti namun bukan tindak pidana. Kedua, vrijspraak, yakni perbuatan tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa.

“Berdasarkan fakta yang ada, kami yakin putusan nanti adalah vrijspraak,” katanya.

Tim penasehat hukum, lanjutnya, telah menyerahkan pledoi berisi 2 analisis utama yakni analisis yuridis dan analisis fakta persidangan.

Dari total 15 saksi, hanya 7 orang yang akhirnya diperiksa di persidangan.

BACA JUGA: Terdakwa Pencabulan Balita Dituntut 7 Tahun Penjara, Jaksa Pertimbangkan Kedekatan Emosional Korban

“Tidak satu pun dari tujuh saksi itu memberikan keterangan yang menguatkan tuduhan. Justru sebaliknya, keterangan mereka menegaskan bukan FR pelakunya,” jelasnya.

Selain minim saksi yang relevan, Jaludin juga menyoroti ketiadaan bukti surat dan alat bukti kuat lainnya. Ia menilai keterangan para ahli tidak cukup untuk membuktikan bahwa FR adalah pelaku pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri.

“Dalam hukum, satu keterangan ahli hanya dihitung sebagai satu alat bukti. Minimal dibutuhkan dua bukti sah untuk menyatakan seseorang bersalah,” ungkapnya.

Diketahui, JPU telah menghadirkan 5 ahli, yakni ahli pidana, ahli forensik RS Kanudjoso, ahli dari UPTD PPA Balikpapan, serta ahli psikolog.

BACA JUGA: 4 Saksi Ahli Absen dalam Sidang Kasus Pencabulan Balita di Balikpapan

Namun, menurut penasehat hukum, hasil visum dan keterangan ahli forensik yang menyebut adanya robekan di area sensitif korban hanya bersifat dugaan.

“Ahli hanya mengatakan ‘patut diduga’, bukan ‘pasti’. Itu tidak cukup untuk menuduh seseorang melakukan tindak pidana,” tegas Jaludin.

Ia bahkan menyebut, jika kasus ini tetap dipaksakan, maka prosesnya menjadi cacat hukum karena dasar pembuktiannya lemah.

Meski JPU menuntut hukuman 7 tahun, Jaludin menegaskan pihaknya tetap menghormati proses hukum. Namun, ia menolak segala bentuk kompromi terhadap prinsip pembuktian pidana.

BACA JUGA: Saksi Ahli Dokter Forensik Dihadirkan dalam Sidang Kasus Asusila terhadap Balita di Balikpapan

“Dalam hukum pidana tidak dikenal sistem hitam-putih yang memaksakan seseorang bersalah hanya karena sudah ditahan,” katanya.

Ia mencontohkan, bila seseorang tidak terbukti melakukan tindak pidana, maka putusan harus bebas sepenuhnya, bukan hukuman ringan.

“Kalau tidak terbukti, maka harus bebas. Itu mutlak,” tegasnya.

Jaludin juga menilai jalannya sidang menunjukkan arah pembuktian yang tidak memperkuat tuduhan terhadap FR. “Pertanyaan hakim selama persidangan justru menunjukkan tidak ada dasar kuat untuk menghukum FR,” tambahnya.

BACA JUGA: Dua Balita Tewas Dihabisi Ayah Kandung, Tragedi Keluarga Gegerkan Warga Sungai Kunjang

Tim penasehat hukum meyakini majelis hakim akan menjatuhkan putusan bebas murni. “Kami percaya integritas hakim di PN Balikpapan sangat tinggi. Mereka akan memutus berdasarkan hati nurani dan bukti hukum, bukan tekanan atau asumsi,” tutur Jaludin.

Diberitakan sebelumnya, JPU, Hentin Pasaribu menegaskan bahwa tuntutan 7 tahun terhadap FR sudah melewati pertimbangan matang.

Ia menyampaikan bahwa setiap kasus memiliki latar dan dampak berbeda. “Kami melihat FR ini sosok ayah yang dekat dengan anaknya dan juga pencari nafkah keluarga. Itu menjadi bagian dari pertimbangan kami,” ujarnya.

Meski terdakwa adalah ayah kandung korban, penegakan hukum tetap dilakukan secara objektif. “Kami tidak menutup mata terhadap perbuatannya, tapi kami juga mempertimbangkan hubungan emosional dalam keluarga,” kata Hentin.


Penasehat Hukum terdakwa FR, Jaludin.-(Disway Kaltim/ Chandra) -

BACA JUGA: Dituduh Rudapaksa Balita, 'Pak De' Lapor Balik

Menurutnya, faktor psikologis anak menjadi alasan penting dalam penyusunan tuntutan. Dari hasil pemeriksaan, korban yang masih balita belum menunjukkan tanda-tanda trauma mendalam.

“Kami tidak ingin menghancurkan ikatan keluarga. Pemidanaan berat belum tentu menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Hentin berharap tuntutan 7 tahun cukup memberi efek jera bagi terdakwa, tanpa memutus hubungan ayah dan anak. “Yang kami pikirkan bukan hanya pelaku, tapi juga keluarganya. Hukuman harus tetap manusiawi,” tegasnya.

Kini, nasib terdakwa FR tinggal menunggu keputusan hakim yang dijadwalkan dalam waktu dekat. “Kami berharap majelis hakim menjatuhkan putusan yang berkeadilan,” pungkas Jaludin.

BACA JUGA: Ayah Kandung Balita Korban Pelecehan Seksual jadi Tersangka, Polda Kaltim Masih Dalami Motif

Sebagai pengingat, kasus ini mencuat ke publik setelah ibu korban, SB (28), melaporkan pemilik kos-nya ke Polda Kaltim, lantaran adanya tanda-tanda kekerasan seksual yang dialami korban, yakni anak kandungnya berinisial AB (2).

Namun seiring berjalannya proses penyelidikan, Wadirreskrimum Polda Kaltim, AKBP I Gede Putu Widyana, mengatakan bahwa penetapan tersangka kepada FR dilakukan setelah serangkaian penyelidikan dan penyidikan yang panjang, termasuk pemeriksaan terhadap 15 saksi, ahli psikologi klinis, dokter forensik, dan ahli hukum pidana.

Selama proses penyidikan, Kasubdit Renakta Polda Kaltim, AKBP Rizath membeberkan sudah melakukan 7 kali asesmen terhadap korban oleh ahli psikologi klinis bekerja sama dengan UPTD PPA Balikpapan.

"Berdasarkan dasar itulah kami menentukan siapa yang paling berpotensi menjadi tersangka," ungkap AKBP Rizath dalam kesempatan yang sama.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: