Bankaltimtara

Pakar Hukum Soroti Gugatan Kementerian ESDM kepada Aktivis Lingkungan Kutim: Harusnya Ditolak

Pakar Hukum Soroti Gugatan Kementerian ESDM kepada Aktivis Lingkungan Kutim: Harusnya Ditolak

Pakar Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah.-(Dok. Disway Kaltim)-

KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Sikap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menggugat balik putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait keterbukaan dokumen lingkungan PT Kaltim Prima Coal (KPC) menuai kritik tajam. 

Pakar Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro, menilai langkah tersebut mencerminkan ketidakmauan pemerintah mendengar aspirasi publik dan abai terhadap prinsip pemerintahan yang baik.

“Pemerintah ini seperti dia punya telinga tetapi tidak bisa mendengar, dia punya mata tetapi tidak bisa melihat. Kan harusnya yang dijalankan oleh pemerintah adalah putusan-putusan yang memang berkaitan dengan kepentingan publik, kepentingan orang banyak. Sekarang yang terjadi adalah justru digugat balik,” tegas Castro, Saat dihubungi melalui telepon, Senin 6 Oktober 2025

Kritik itu muncul setelah ESDM mengajukan gugatan keberatan terhadap putusan KIP yang memenangkan aktivis lingkungan Kutai Timur, Erwin Febrian Syuhada. 

BACA JUGA: Kementerian ESDM Gugat Balik Warga Kutim Terkait Data Tambang KPC, Begini Kata Pokja 30

BACA JUGA: ARUKKI Gugat Praperadilan Polda Kaltim dan KLHK, Terkait Dugaan Tambang Ilegal di Kebun Raya Unmul

Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 29 Agustus 2025, dan terdaftar dengan nomor perkara 282/G/KI/2025/PTUN-JKT.

Dalam gugatannya, ESDM meminta agar putusan KIP Nomor 112/XII/KIP-PSI-A/2022 dibatalkan. Putusan itu sebelumnya mewajibkan ESDM membuka akses publik terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) milik perusahaan tambang batu bara terbesar di Kutai Timur tersebut.

Menurut Castro, tindakan ESDM tersebut menunjukkan bahwa pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan modal ketimbang kepentingan publik. Ia menilai, sikap itu sekaligus menjadi tanda bahwa transparansi di sektor pertambangan masih sebatas jargon.

“Kalau kemudian sudah jelas kalah di gugatan sengketa informasi di KIP, tapi menolak untuk melaksanakan putusan KIP, artinya memang rezim atau pemerintah ini bebal,” ujarnya dengan nada tegas.

BACA JUGA: Beroperasi 10 Tahun Tanpa 'Terendus', Aktivis Pertanyakan Kinerja Aparat di Kasus Tambang Ilegal di IKN

BACA JUGA: Perhutanan Sosial bukan Sekedar Bagi-bagi Lahan, Pakar Lingkungan: Perlu juga Pemberdayaan Masyarakat

Ia menambahkan, pemerintah seharusnya memandang putusan KIP sebagai upaya memperkuat partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan hidup, bukan sebagai ancaman terhadap kewenangan birokrasi.

“Ini pertanda bahwa pemerintah memang lebih mewakili kepentingan para pengusaha, para pemilik modal, dan para pemegang izin usaha pertambangan. Alih-alih mendengarkan kritik publik yang hendak terbuka dan terlibat secara partisipatif dalam pengelolaan lingkungan,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: