Sidang Restitusi Kali Pertama Digelar PN Samarinda, Sidangkan Tuntutan Istri Korban Pembunuhan
Febby Ayu Indah Lestari (Kiri) didampingi kuasa hukumnya, Laura (tengah) usai mengikuti sidang restitusi perdana di Pengadilan Negeri Samarinda, Senin (4/8/2025).-(Disway Kaltim/ Mayang)-
BACA JUGA: Diungkap dalam Rekonstruksi, Pembunuhan di Babulu PPU Dipicu Dendam
Laura, selaku kuasa hukum Febby, menjelaskan bahwa pengajuan ini juga disertai bukti perhitungan kerugian finansial, termasuk hilangnya penghasilan suami Febby, biaya kehamilan dan persalinan, serta biaya hidup dan pendidikan anaknya ke depan.
Mereka juga melampirkan hasil asesmen psikologis yang menunjukkan dampak traumatis yang dialami kliennya.
"Hal Ini adalah instrumen penting untuk menempatkan korban sebagai subjek utama dalam keadilan pidana. Kita ingin menggeser paradigma, dari hanya menghukum pelaku, menjadi juga memulihkan korban," kata Laura.
Praktik Restitusi Masih Minim di Indonesia
Meski secara hukum dimungkinkan, Gelar perkara Restitusi masih sangat jarang diterapkan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
BACA JUGA: Polda Kaltim Ungkap Kronologi Pembunuhan di Muara Kate, MT Diduga Ganti Baju dan Kembali ke Lokasi
Berdasarkan data dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Sepanjang tahun 2023 hanya ada 18 permohonan restitusi yang disetujui secara nasional, yang kasusnya mayoritas terkait kekerasan seksual dan eksploitasi anak.
Kalimantan Timur sendiri belum pernah mencatat pengabulan restitusi hingga kasus Febby dibawa ke persidangan.
LPSK Kaltim mencatat, Selama 5 tahun terakhir, korban tindak pidana lebih banyak memilih untuk fokus pada proses pidana dan menjatuhkan hukuman kepada pelaku dibanding mengajukan hak restitusi.
"Salah satu hambatannya adalah minimnya pemahaman aparat penegak hukum, serta proses administrasi yang rumit dan memakan waktu lama," ujar staf LPSK wilayah Timur.
BACA JUGA: Kuli Bangunan di PPU Bunuh Perempuan yang Dibooking Gara-gara Minta Tambah Tidak Dilayani
Namun, Upaya seperti yang dilakukan Febby dianggap sebagai titik balik.
Bila dikabulkan, ini akan menjadi kasus yurisprudensial penting di Benua Etam, dan mendorong lebih banyak korban berani menuntut hak mereka.
Laura menekankan bahwa kasus ini bukan hanya perkara uang, tetapi soal rekognisi korban sebagai manusia yang mengalami kehilangan nyata.
Ia menyuarakan pentingnya pendekatan victim centered justice atau Pergeseran Arah Sistem Peradilan, yakni sistem hukum yang mengutamakan pemulihan korban sebagai bagian integral dari keadilan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
