Dari Pelepah Daun Pisang Menjadi Sustainable Fashion, Inovasi Limbah Jadi Karya Kelas Dunia
Dari Pelepah Daun Pisang Menjadi Sustainable Fashion, Inovasi Limbah Jadi Karya Kelas Dunia-istimewa-
NOMORSATUKALTIM – Pelepah daun pisang dan kulit pisang yang selama ini dianggap limbah ternyata bisa diubah menjadi karya fesyen berkelas dunia.
Inovasi ini diperkenalkan oleh mahasiswa Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam ajang Konvensi Sains Teknologi dan Industri (KSTI) 2025 yang diadakan di Kampus ITB, Bandung.
Melalui proyek bertajuk Banana Smart Village – Zero Waste Banana, mahasiswa menunjukkan bahwa seluruh bagian tanaman pisang mulai dari pelepah, batang, hingga kulitnya dapat dimanfaatkan menjadi serat biodegradable, bahan tekstil, hingga pewarna alami.
Proses pengolahannya menerapkan prinsip zero waste, sehingga tidak ada limbah yang terbuang, mendukung konsep fesyen berkelanjutan dan ekonomi sirkular.
BACA JUGA : Duduk Santai 15 Menit di Alam Setiap Hari Ternyata Bisa Menimbulkan Risiko Depresi
Salah satu inovasi yang menarik perhatian adalah penelitian karya Dr. Kahfiati Kahdar yang memanfaatkan kulit pisang sebagai pewarna alami kain sutra di Sengkang, Sulawesi Selatan.
Kulit pisang diketahui mengandung tanin yang berfungsi sebagai mordant alami, yaitu zat yang mengikat warna pada kain.
Dengan teknik ini, kain sutra tidak hanya mendapatkan warna yang indah, tetapi juga lebih tahan terhadap pencucian dan paparan sinar matahari.
Menariknya, hasil pewarnaan menghasilkan gradasi cantik dari cokelat coklat hingga abu-abu, tergantung pada teknik ekstraksi yang digunakan.
Inovasi lain datang dari tim Sabrina Ilma Sakina, bersama Asyifa Rachmadina Jiniputri dan Dr. Dian Widiawati, yang fokus pada pelestarian kain tradisional koffo dari Sulawesi Utara.
Koffo merupakan kain langka yang dibuat dari serat abaca (Musa textilis) dan sempat terancam punah karena berkurangnya jumlah perajin.
BACA JUGA : Meski Mendambakan Bentuk Tubuh Ideal, Jangan Sekalipun Lakukan Diet Ekstrem!
Untuk menghidupkan kembali kain ini, tim bekerja sama dengan penenun lokal di Minahasa dan Talaud.
Mereka menggunakan alat tenun tradisional dan memanfaatkan pewarna alami dari bahan lokal seperti kulit kayu mangrove, daun ketapang, kunyit, kayu secang, dan sabut buah palem.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
