Divonis 2,6 Tahun, Denda Rp 1 Miliar

Kamis 21-05-2020,00:57 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Tanjung Redeb, Disway – Status lahan di Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) tidak bisa menjadi hak milik, bahkan pemberian izin garapan di atas areal bisa terjerat hukum.
Seperti mantan Kepala Kampung Gurimbang, Bajuri yang kini menjadi terdakwa dalam sidang kasus penerbitan surat garapan di atas lahan KBK, divonis 2,6 tahun penjara.

Kasi Pidana Umum (Kasi Pidum) Andi Wicaksono melalui Jaksa Penuntut Umum Ali Akbar Nugroho mengatakan, dalam sidang agenda putusan, majelis hakim memutus terdakwa Bajuri terbukti secara sah bersalah dengan melanggar Pasal 105 Undang-Undang Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum. Tadi putusannya 2,6 tahun, dengan denda Rp 1 miliar, subsider dua bulan,” ujarnya.

Dari hukum acara, terdakwa mempunyai sikap tiga dalam persidangan, yakni menerima, pikir-pikir dan banding. Di dalam persidangan yang dilaksanakan pukul 12.30 Wita, Rabu (20/5), terdakwa mengajukan banding.

“Karena mengambil sikap (banding), maka sebagai jaksa penuntut umum, kami juga melakukan banding,” bebernya.

Hanya saja, kata dia, dalam putusan yang dibacakan Majelis Hakim berdasarkan dari rasa keadilan, terdakwa mengajukan banding maka perkara yang dilaksanakan dinyatakan selesai. Selanjutnya, sidang akan dilaksanakan di Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim.

“Kami mengajukan dan mengirimkan berkas banding, tinggal menunggu hasilnya. Karena keputusannya dilaksanakan di Pengadilan Tinggi,” bebernya.

Kepala Bidang Penataan Administrasi dan Sengketa Pertanahan, Dinas Pertanahan Edi Baskoro mengatakan, permasalahan lahan yang berada di KBK kerap mewarnai iklim investasi di Berau. Seperti kasus yang kini terjadi di Kampung Gurimbang, Kecamatan Sambaliung.

“Tapi masalah di sana (Kampung Gurimbang, Red) masih perlu dikaji dan disurvei lintas sektoral. Berapa yang lahan masyarakat yang masuk KBK dan tidak,” katanya kepada Disway Berau, Rabu (20/5).

Secara hukum, lahan berstatus KBK tidak bisa menjadi hak milik masyarakat. Namun masyarakat dapat mengelola kawasan tersebut, dengan catatan melakukan perizinan garapan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Atau, mengusulkan perubahan status KBK menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).

“Memang perizinan maupun perubahan status KBK membutuhkan proses panjang dan waktu cukup lama. Tapi menjadi solusi dari permasalahan tumpah tindih lahan,” ucapnya.

Sementara, terkait gugatan ganti rugi lahan masyarakat kepada perusahaan yang berinvestasi tidak bisa dilaksanakan. Karena masyarakat tidak memiliki landasan hukum kepemilikan yang sah, baik berupa surat garapan maupun sertifikat.

Kendati demikian, masyarakat dapat meminta ganti rugi atas tanam tumbuh, yang telah disepakati bersama investor maupun perusahaan.
“Yang menerbitkan surat garapan di atas lahan KBK selain KLHK, dapat dipidanakan,” sebutnya.(*JUN/APP)


Tags :
Kategori :

Terkait