Oky Saifudian Adam
Pokja 30: Belajar Sama Bankaltim
Samarinda, DiswayKaltim.com - Duit daerah yang dikucurkan setiap tahunnya kepada Perusda, bukan main besar angkanya. Karena itu perubahan status perusahaan daerah menjadi perseroan daerah diharapkan bisa mengurangi kerugian APBD.
Dua perusda itu, yakni Melati Bhakti Satya (MBS) dan Bara Kaltim Sejahtera (BKS).
Landasan hukumnya adalah UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya pasal 339 ayat 1. Disebutkan bahwa BUMD yang berbentuk perseroan daerah, keterlibatan saham pemerintah maksimal hanya 51 persen. Sisanya bisa dimiliki oleh pihak swasta. Dari data yang dihimpun Diswaykaltim, MBS paling banyak mendapat suntikan modal.
Tahun 2017, MBS mendapat suntikan Rp 201,267 miliar, 2018 menjadi Rp 201,257 miliar, kemudian tahun 2019 malah disuntik bengkak menjadi Rp 1,225 triliun. Berbanding terbalik dengan BKS yang setiap tahun hanya mendapat suntikan Rp 5 miliar.
Bagi Bendahara Kelompok Kerja (Pokja) 30 Oky Saifudian Adam, berubahnya menjadi perseroan daerah justru berkah bahkan menyelamatkan APBD dari pemborosan. Kata dia, jika BUMD berstatus perseroan tidak diperkenankan mendapat suntikan modal rutin setiap tahun dari pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas.
Suntikan modal hanya boleh diberikan satu kali. Pun demikian dengan pemegang saham lain. “Sisi positifnya menjadi perseroan, APBD terselamatkan karena tidak ada lagi suntikan rutin yang sangat besar tapi justru minim income bagi daerah,” terang Oky kepada DiswayKaltim.com, Rabu (31/7/2019).
Disamping itu, kata dia, Perusda menjadi lebih mandiri dan harus punya target pendapatan. Benefit kepada daerah pun lebih jelas.
“Kalau perda sudah disahkan, kami harap gubernur lakukan lelang jabatan untuk direksi, jadi tidak lagi menunjuk pensiunan PNS untuk mengisi posisi dirut perusda, tapi orang yang profesional,” tegas Oky lagi.
Pemerintah pun harus mengumumkan kepada swasta untuk berinvestasi di dua perusda tadi. Keuntungan lain, manajemen bisnis akan lebih terarah.
“Tidak seperti sekarang, banyak suntikan modal tapi income untuk daerah tidak sebanding atau bahkan tidak ada sama sekali,” singgungnya.
Yang terjadi perusda justru menghabiskan anggaran itu agar memiliki laporan realisasi anggaran untuk dipertanggungjawabkan. “Pola yang sama dengan birokrasi,” kata Oky.
PT Bankaltimtara bisa dijadikan referensi kesuksesan setelah beubah menjadi perseroan. Tahun 2018, pemprov Kaltim mengucurkan penyertaan modal senilai Rp 5,1 triliun tapi dibayarkan secara berangsur atau menyicil.
Tahun 2018 angsuran pertama adalah sekitar Rp 1,211 triliun, kemudian tahun ini pemprov menyuntikkan Rp 100 miliar. Artinya masih ada sekitar Rp 3,7 triliun yang harus disuntik tahun mendatang.
“Itu tidak masalah karena jumlah penyertaan modalnya jelas cuma dicicil. Kalau perusda yang lain kan beda, setiap tahun mereka dikasih besar dalam jumlah yang berbeda. Tolok ukur kinerjanya pun tidak kelihatan,” jelas Oky.
Bahkan, PT Bankaltimtara kini lebih banyak melebarkan sayap di bidang perbankan dengan banyaknya cabang di sejumlah daerah.
“Bisa bikin salawat, bisa jadi sponsor. Cari investasi jadi lebih besar dan bisa bersaing dengan bank lain. Dulu, sebelum jadi perseroan, BPD stagnan,” tutup Oky. (boy/dah).