"Kita akan menyesuaikan dengan kekuatan kebutuhan kita ya. Jadi kita enggak bisa melampaui yang di luar kemampuan kita," katanya.
Lebih lanjut, Sri mengatakan, salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah pengaturan ulang jam kerja atau penerapan pola kerja fleksibel oleh penyedia jasa agar tenaga tetap bisa bekerja meski standar pembiayaan berubah.
"Mungkin gajinya tidak seperti yang ini, tapi dia tetap bisa bekerja. Ini kan dengan penyediaannya saja. Nanti kita coba dengan OPD bagaimana penyedia itu tetap merangkul. Tapi mungkin standarnya tidak lagi sama seperti yang sedang (berjalan), tapi mereka tetap bisa bekerja," ujarnya.
Pemprov Kaltim juga membuka peluang menggunakan skema swakelola untuk efisiensi.
BACA JUGA: Outsourcing Dinilai Tidak Memihak Pekerja, Akademisi Unmul Sarankan Regulasi Dievaluasi
"Kalau swakelola kan tidak ada manajemen fee, jadi itu pilihan-pilihan untuk itu," tambah Sri.
Mengenai persentase pasti rasionalisasi, ia tidak menyebut angka, namun memberi gambaran besarnya penyesuaian yang harus dilakukan. "Ya OPD saja 66 persen," ucapnya singkat.
Sri memastikan seluruh belanja perangkat daerah akan mengalami penyesuaian sesuai kondisi APBD.
"Iya, semuanya akan dilakukan penyesuaian," tuturnya.
BACA JUGA: Realisasi Anggaran 25 OPD Pemprov Kaltim Jelang Akhir Tahun Masih Merah, Belum Capai Target
Ia berharap proses penyesuaian dapat berjalan lancar dan memberi ruang bagi tenaga outsourcing untuk tetap bekerja melalui skema alternatif yang memungkinkan.