SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM — Penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman kesehatan serius bagi warga Samarinda.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, sebanyak 1.645 kasus baru tercatat.
Hingga awal September 2025, sebanyak 44 warga meninggal akibat penyakit menular lewat udara tersebut.
Data ini menunjukkan bahwa pengendalian TBC masih memerlukan percepatan upaya penemuan dan penanganan kasus.
Merespons situasi itu, Pemkot Samarinda memperkuat deteksi dini melalui program Active Case Finding (ACF).
Namun capaian penemuan kasus masih berada di bawah 70 persen.
Metode jemput bola pun dinilai penting untuk memutus rantai penularan, terutama di wilayah dengan beban kasus tinggi.
Salah satu kawasan yang kini menjadi sorotan adalah Kecamatan Palaran. Kecamatan tersebut mencatat jumlah kasus tertinggi dibanding wilayah lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda, Ismed Kusasih, menyatakan bahwa TBC merupakan salah satu penyakit prioritas dalam 12 Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Karena itu, percepatan penanganan harus dilakukan di seluruh wilayah tanpa kecuali.
“TBC ini mandatory dalam SPM yang harus dikerjakan Dinas Kesehatan. Jadi di mana pun wilayahnya, percepatan harus dilakukan,” ujar Ismed belum lama ini.
Ia menambahkan, penemuan kasus TBC di berbagai daerah Indonesia cenderung rendah.
Namun Samarinda sempat menjadi rujukan nasional berkat capaian penemuan kasus yang melampaui 70 persen.
“Samarinda ini bagus, Alhamdulillah. Tahun lalu kita dijadikan contoh karena penemuan kasusnya di atas 70 persen. Itu terbantu berkat PPTI yang diketuai Bu Wali Kota,” ucapnya.
Selain menjadi bagian dari SPM, percepatan penanganan TBC kini juga masuk dalam program prioritas nasional Presiden Prabowo Subianto.